Peranan bakteri untuk menjadikan kompos
Sampah organik bisa dimanfaatkan untuk bahan ppembuatan pupuk organic bernilai ekonomis. Prosesnya secara konservatif butuh waktu 8-12 Minggu. Sedang jika menggunakan system baru (penambahan inokulan) hanya perlu 4-8 Minggu dan hasilnya lebih baik. Proses ini perlu Bakteri
Perbedaan dari kedua proses pembuatan pupuk organik tersebut ternyata terletak pada metode dan adanya bahan inokulan (EM-4, kotoran hewan, dan cacing). Cara ini biasanya memerlukan waktu relatif lebih singkat sehingga lebih efisien.
Penanganan sampah menjadi pupuk organik akan memberikan berbagai keuntungan, seperti sebagai pemberdayakan ekonomi masyarakat, untuk alternatif pengadaan lapangan kerja, bahannya melimpah dan mudah diperoleh, serta peluang pasarnya sangat baik.
Dengan cara baru, pemberian inokulan ( EM-4, Kotoran ayam dan cacing) pada proses pembuatan pupuk organic, mempercepat dan meningkatkan kualitas pupuk organik. Beberapa keuntungannya dapat digunakan sebagai alternatif pemecahan masalah lingkungan, juga bahan penyubur tanah.
Peran bakteri dalam pembuatan kompos yaitu sebagai pengurai yang mampu merombak bahan baku sehingga menjadi bahan yang mudah diserap oleh tanaman. Penguraian dalam kondisi tanpa oksigen (anaerobik), material organik akan menjadi gas amoniak, hidrogen sulfida (H2S), methana (CH4) dan senyawa lain yang lebih sederhana.
Dalam kondisi cukup oksigen (aerobik), penguraian menghasilkan H2O dan CO2, serta senyawa lain berbentuk nutrisi. Karenanya, keberadaan bakteri jenis saprofit ini, sangat berperan dalam mineralisasi di alam dan, dengan cara ini, bakteri membersihkan dunia dari sampah dan limbah organik.
Tanpa kehadiran si jasad renik (bakteri dalam pembuatan kompos) ini, niscaya bumi kita akan penuh oleh sampah organik dan limbah organik, yakni segala material yang berasal dari jasad mati, berdampingan dengan jasad hidup.
Bakteri dalam pembuatan kompos atau mikroba pengurai, atau dekomposer berfungsi melapukkan atau mendekomposisi sampah organik dan bahan organik (limbah kota, pertanian, peternakan, tinja, urine, sisa makanan, dan material organik lainnya).
Pada kondisi kelembaban, suhu, porositas dan aerasi yang sesuai dengan kebutuhannya, bakteri dalam pembuatan kompos ini akan bekerja terus menerus tanpa henti, atau akan mendekomposisi material organik dengan cepat.
Misal, pada penggunaan dalam penguraian bahan organik (pengomposan) didalam komposter atau skala alat rotary kiln, 5 hari bisa menyelesaikan tugasnya mengurai aneka bahan organik tersebut.
Cepatnya proses pengomposan sebagai bentuk penguraian kembali bahan organik menjadi ma
Bakteri, bekerja tanpa henti, akan menghilangkan kesempatan bakteri patogen, memproduksi amoniak, methan dan H2S -yang dipersepsikan masyarakat berbau busuk sampah. Dengan bakteri dalam pembuatan kompos bekerja terus menerus, akan menekan pertumbuhan mikroba patogen, atau berbeda dengan apa yang terjadi pada kondisi tanpa oksigen (anaerobik).
Dengan saling melengkapi peranan (simbiosis) antara teknologi mikrobiologi dan alat mesin rotary kiln, akan menurunkan biaya pengomposan karena efisiensi dari aspek waktu, tenaga kerja dan luas lahan bagi keperluan penumpukan sampah.
Peran mikroorganisme bakteri dalam pembuatan kompos sebagai perombakan dalam pengolahan sampah dan pembuatan kompos secara sempurna (cepat, higienis, tak berbau, tidak menghidupkan hewan kecil dan serangga, dan bermutu baik; CN ratio< 20, gembur tanpa harus dihancurkan mesin) diperlukan kesesuaian (compatible) antara alat (media komposter) dan jenis bakteri sebagai satu kesatuan.
Tanpa itu, membuat pupuk organik (kompos) beresiko menimbulkan gas methan dan H2S sebagai polutan (bau, cairan lindi, binatang) dan dipersepsikan rumit, lama, merugikan, menjijikan dan berbau. Itu pangkal masalah banyak instalasi pengolahan sampah dan produksi pupuk organik di perkotaan ditolak warga sekitar (Sentul Fresh; https://sentulfresh.com/2015/01/19/peran-bakteri-dalam-pembuatan-kompos/)-FatchurR