Iptek dan Lingk. Hidup

Pidato Sri Mulyani di UI

(Universitas Indonesia (UI) Depok-(26/7/16; Maaf lambat dan panjang)-Sri Mulyani memberi kuliah umum bertema ‘Yang Muda Yang Beraksi: Peranan Pemuda Mensukseskan Pembangunan Berkelanjutan yang Inklusif’ di Auditorium Djokosetono, FH UI mulai pukul 10.30 WIB. Berikut lengkapnya:

Selamat pagi, selamat datang semuanya. Terima kasih kepada UI, yang telah menjadi tuan tumah untuk acara menarik ini. Saya senang dapat kembali ke kampus, ke almamater saya.

Di sinilah saya mulai belajar ilmu ekonomi, sebuah disiplin ilmu yang membekali saya dengan pengetahuan teknis tentang berbagai masalah pembangunan dan ekonomi. Di UI juga idealisme dan pemikiran saya mengenai hal2 politik mulai tumbuh dan berkembang.

Selama belajar, mengajar dan melakukan penelitian di UI, saya lihat dan terlibat proses transisi Indonesia menuju demokrasi dan menerapkan desentralisasi dan otonomi daerah. Saya juga melihat bagaimana Indonesia menangani krisis ekonomi 1997/1998.

Pengetahuan teknis yang saya pelajari membantu memahami dengan objektif dan akurat, yang menghasilkan pemikiran, solusi kebijakan kredibel yang bermanfaat pada saat saya mengemban sebagai pejabat negara. Kini, saya menjabat sebagai Managing Direktor dan Chief Operating Officer Bank Dunia.

Di Bank Dunia, kami punya 2 tujuan. Pertama, mengentaskan kemiskinan ekstrem di negara2 berkembang. Kedua, memastikan meratanya kesejahteraan masyarakat. Pengetahuan dan pengalaman saya di UI, dan mantan MenKeu, relevan memahami masalah pembangunan negara2 berkembang.

Setiap saya bertemu dan membahas masalah pembangunan di negara-negara klien World Bank, dan mengevaluasi opsi-opsi kebijakan dalam konteks politik yang mereka miliki, saya selalu teringat kembali akan berbagai hal yang telah saya pelajari di sini.

Di Wahington DC, saya sering menerima kunjungan kelompok pelajar dan mahasiswa Indonesia yang memiliki keingin-tahuan tinggi. Salah satu pertanyaan yang sering ditanyakan, apa yang dapat dilakukan kaum muda Indonesia agar bisa meraih kesuksesan di dalam negeri maupun arena global?

Pertanyaan ini penting. Kini, anak muda merupakan 1/3 jumlah penduduk Indonesia, jumlah mereka melebihi 65 juta. Di tangan generasi muda ini terletak kunci keberhasilan negeri ini.

Pada saat yang sama tantangan lingkungan makin sulit. Contoh, kini di Bank Dunia, kami mengkhawatirkan rapuhnya pertumbuhan ekonomi dunia yang sering disertai gejolak. Bulan Juni, kami merevisi proyeksi pertumbuhan dunia ke 2,4%, turun dari proyeksi bulan Januari yang sebesar 2,9%.

Melambatnya pertumbuhan ekonomi di RRT dan perubahan strukturan ekonomi di RRTĀ  berpengaruh di seluruh dunia. Saya baru kembali dari Argentina minggu lalu, dan melemahnya ekspor ke Tiongkok telah melemahkan ekonomi di Argentina, yang memiliki 35% ekspor ke Tiongkok.

Kondisi yang sama dialami negara2 di Amerika Latin, Afrika, Asia Tengah, serta Asteng, termasuk Indonesia. RRT menerima 11% barang ekspor Indonesia. Negara2 berkembang yang 2 dekade terakhir jadi mesin pertumbuhan dunia, kini menghadapi tantangan berat, ibarat badai datang bersamaan secara sempurna, atau ‘perfect storm’.

‘Perfect storm’ ini berupa melemahnya ekonomi dan perdagangan dunia, perlambatan dan perubahan struktural ekonomi Tiongkok, rendahnya harga-harga komoditas, menurunnya aliran modal ke negara berkembang, meluasnya konflik dan serangan terorisme, serta perubahan iklim global.

Negara-negara pengekspor komoditas, dengan jutaan penduduk miskin, mengalami pukulan paling keras. Sebanyak 40% revisi penurunan ekonomi dunia berasal dari kelompok negara-negara ini.

Kondisi seperti ini perlu kerja sama yang makin erat dan kuat dan koordinasi kebijakan antar negara. Kerja sama ini dapat membangun kembali kepercayaan, dan menghilangkan halangan perdagangan dan investasi menunjang produktivitas dan memulihkan pertumbuhan ekonomi.

Namun yang terjadi di dunia adalah sebaliknya. Di berbagai belahan dunia, populisme tengah bangkit dan meluas. Kesediaan untuk bekerja sama antar negara berada pada titik terendah. Apa yang terjadi di Inggris dengan keputusan untuk keluar dari Uni Eropa (Brexit) adalah salah satu contoh. Bagaimana Indonesia harus menyikapi lingkungan dan kecenderungan global tersebut?

Hadirin yang terhormat, Indonesia berpotensi besar dan dapat jadi pelaku global yang disegani. Namun potensi ini harus diwujudkan menjadi kinerja dan prestasi. Untuk itu perlu generasi muda yang percaya diri, dengan visi dan ambisi dan kreativitas kuat untuk menguasai iptek yang diperlukan guna menciptakan kemakmuran, kemajuan peradaban, dan keadilan sosial.

Berbagai data memberikan optimisme, namun juga mengingatkan kita akan besarnya tantangan untuk memajukan Indonesia. Bagaimana kita bisa melangkah maju bersama untuk masa depan lebih baik?

Pertama, jadilah bagian dunia yang berperan aktif.
Dengan globalisasi, dunia jadi ‘lebih kecil’. Ibaratnya seperti kampung, atau ‘global village’ yang menyatukan umat manusia, bisnis, modal, teknologi, informasi, dan pengetahuan yang tersebar tanpa mengenal zona waktu atau perbatasan negara.

Globalisasi memberikan peluang untuk menciptakan peluang untuk menciptakan kemajuan perekonomian semua negara di dunia. Negara2 yang sukses mengentaskan kemiskinan dan mencapai kemakmuran adalah mereka yang mampu memanfaatkan globalisasi, serta membangun ketahanan dan menjaga diri dari gejolak globalisasi.

Indonesia tidak terkecuali dalam konteks ini. Bagi RI, visi global dan cita2 untuk mendunia sudah lama ditanamkan pendiri bangsa. Dalam waktu lebih dari 50 tahun terakhir, Indonesia telah memanfaatkan perdagangan dan investasi global untuk mengatasi kemiskinan dan memajukan pembangunan.

Meningkatnya integrasi ASEAN merupakan peluang besar. Perdagangan intra-ASEAN mencapai lebih dari US$ 600M/tahun, dan perdagangan dengan negara di luar ASEAN di atas US$ 1,9T/th. Integrasi ASEAN yang lebih mendalam menjadi katalis dalam mentransformasi produktivitas TKI.

RI punya rata2 upah di bidang manufaktur terendah. Namun biaya per unit tenaga kerja relatif tinggi, mencerminkan produktivitas tenaga kerja yang belum baik. Ini tantangan besar. Integrasi pasar global menghendaki dukungan infrastruktur untuk konektivitas yang efisien dan kompetitif. Biaya perdagangan di Indonesia kini relatif tinggi, 130% dibanding 90-110% bagi Malaysia, Vietnam, dan Thailand.

Baru2 ini, RI melakukan paket kebijakan perdagangan yang signifikan, untuk mengurangi hambatan perdagangan dan investasi. Ini perkembangan baik, karena sebelumnya, menurut laporan Global Alert, Indonesia termasuk salah satu negara yang tersering menerapkan hambatan perdagangan.

Fokus pemerintah mempercepat pembangunan infrastruktur di Kepulauan2 RI merupakan langkah tepat. Saya berharap ke depan, Indonesia terus memelihara dan memilik kebijakan keterbukaan, yang harus disertai upaya memperkuat kualitas SDM dan kualitas kelembagaan. Ini penting menopang peran dan kepemimpinan Indonesia di kawasan Asia maupun di arena global.

Kepemimpinan Indonesia tidak saja baik untuk RI, tapi juga baik dan diperlukan di kawasan dan di dunia. Dan ini membawa saya pada rekomendasi kedua: Jangan melupakan mereka yang tertinggal.

Salah satu kekhawatiran terbesar saya meningkatnya ketimpangan di antara masyarakat. Indikator kesenjangan (koefisien gini) meningkat tajam dari 30 pada tahun 2003, ke 41 pada tahun 2014. Ketimpangan yang tajam bisa menghambat potensi pertumbuhan jangka panjang RI. Masalahnya, ketimpangan di RI ditentukan hal2 yang di luar kendali penderita.

Sepertiga dari ketimpangan di Indonesia disebabkan oleh 4 faktor pada saat seseorang lahir: provinsi di mana mereka lahir, apakah tempat lahir itu desa atau kota, apakah kepala rumah tangga perempuan, dan tingkat pendidikan ortu. Kesenjangan pendapatan bukan sekedar dampak dari ketimpangan semata, tapi akibat ketimpangan peluang.

Anak2 Indonesia yang lahir dengan ketimpangan tersebut akan sulit mengatasi ketimpangan di masa depannya. Ketidakadilan ini harus diatasi segera.

Faktor pertama yang menentukan adalah layanan kesehatan.
Sekitar 37% balita Indonesia mengalami stunting, atau tidak menerima nutrisi cukup, mulai dari kandungan hingga usia 2 tahun. Stunting mengakibatkan otak seorang anak kurang berkembang. Ini berarti 1 dari 3 anak Indonesia kehilangan peluang lebih baik dalam hal pendidikan dan pekerjaan dalam sisa hidup mereka.

Ini musibah bagi RI. Tingkat stunting ini tinggi dibanding negara tetangga. Misalnya, tingkat stunting di Thailand adalah 16%, dan di Vietnam 23%. Belum lama ini saya menerima kunjungan pejabat Kemkes RI yang menjelaskan pemerintah mulai menangani kasus stunting serius. Ini bagus yang perlu ditingkatkan dan dipantau hasilnya.

Saya berharap program memerangi stunting berhasil, karena beberapa negara, seperti Peru, telah berhasil menurunkan stunting secara kredibel dalam waktu cukup singkat.

Masalah kesehatan berkaitan baik dengan ketersediaan anggaran dan mutu penggunaan anggaran. Tingkat belanja kesehatan terhadap PDB di Indonesia terendah ke-5 dunia, yaitu 1,2% pada tahun 2014. Angka ini termasuk belanja untuk sistem jamkesnas. Selain masalah jumlah anggaran, masalah cara membelanjakan anggaran juga sangat penting.

Saat ini akses layanan kesehatan di desa2 mengalami penurunan, dan lebih dari 40% penduduk di Kalbar Maluku, dan Subar perlu lebih dari satu jam mencapai RSU, dibanding 18% secara nasional. Hanya tiga provinsi yang memenuhi rekomendasi WHO dengan satu dokter tiap 1.000 penduduk.

Upaya Indonesia untuk meratakan akses layanan kesehatan yang layak perlu ditingkatkan, bila kita ingin memiliki generasi masa depan yang lebih baik.

Faktor kedua berperan dalam ketimpangan peluan, belum meratanya kualitas pendidikan di RI.
Sekolah di desa berpeluang lebih kecil memiliki guru terlatih dan fasilitas baik. Ketidakhadiran guru pun menjadi masalah. Akibatnya, capaian pendidikan sangat bervariasi antara kabupaten dengan kota, dan antar provinsi. Sebagai contoh, anak kelas 3 SD di Jawa bisa membaca 26 huruf lebih cepat per menit dibanding anak di Nusa Tenggara, Papua, atau Maluku.

Angka partisipasi juga belum ideal.
Pada tingkat SMA, angka partisipasi sekolah turun drastis bagi penduduk miskin. Hanya 33% anak2 dari kelompok 20% termiskin tetap sekolah pada tingkat SMA, dibanding 76% untuk kelompok 20% terkaya. Kualitas siswa dapat diukur dari peringkat test PISA, dimana posisi Indonesia di urutan ke 64 dari 65 negara. Test ini menilai kemampuan siswa di bidang matematika dan pemahaman membaca.

Anggaran pendidikan mengalami kenaikan besar sejak reformasi. Fokus sekarang adalah pada peningkatan kualitas dan hasil pendidikan.

Beberapa data membuat saya optimis.
Ada lebih dari 50 juta pengguna Twitter; Jakarta disebut sebagai kota pengguna Twitter teraktif di dunia.
Bagaimana kita dapat memanfaatkan dunia teknologi yang kita kagumi ini? Bagaimana kita tidak hanya menjadi penerima IT namun juga produktif sebagai pencipta?

Saya lihat perkembangan positif akhir2 ini dalam inovasi aplikasi IT yang telah menciptakan bisnis seperti Go-Jek, yang memberikan inspirasi peluang bisnis, terutama bagi generasi muda. Indonesia mampu memanfaatkan teknologi untuk aktivitas kreatif dan produktif.

Jangan lupa, generasi muda kini generasi yang hidup pada masa demokratisasi pengetahuan. Saat ini, kita semua punya akses informasi yang instan melalui smartphone. Saya juga lihat banyak kampus ber- fasilitas wi-fi, sehingga mahasiswa setiap saat mampu terkoneksi dengan informasi dan data.

Sewaktu saya belajar di UI 35 tahun lalu, IT belum secanggih seperti ini, dan data statistik terbatas. Bayangkan, untuk membuat model regresi ekonomi, data PDB Indonesia hanya tersedia 20 tahun sejak 1970. Fasilitas buku dan perpustakaan tidak semegah seperti sekarang.

Hari ini, hanya perlu satu klik untuk dapat info dan data yang dicari. Ironisnya, melimpahnya informasi ini tidak otomatis membuka pikiran dan wawasan kita. Ada kecenderungan wawasan masyarakat jadi menyempit. Saat ini seseorang makin mudah melakukan justifikasi asumsi dan stereotype dalam menilai suatu masalah atau pihak lain.

Tidak suka? Ya tidak usah dibaca-didengarkan. Mudah kita menghilangkan sisi lain yang berseberangan dengan kita. Kita hanya membaca berita dan info yang sesuai dengan kecenderungan pandangan kita. Diskusi hanya satu versi dan semakin sedikit diskusi yang seimbang dan melihat perbedaan pandangan. Polarisasi menjadi semakin tajam dan jauh.

Kita harus terus berupaya untuk membangun jembatan antar perbedaan pandangan apabila kita ingin mempertahankan kebhinekaan Indonesia. Selalu bersedia mendengar dan memahami mereka yang tidak sependapat dengan kita memang tidak mudah.

Para populis sering bersuara keras, dengan pandangan hitam putih dan memanfaatkan ketakutan dan kekhawatiran masyarakat. Mereka menawarkan solusi magis dan mudah untuk masalah2 yang teramat kompleks. Mereka banyak yang menjual ilusi yang sering laku dibeli masyarakat yang haus solusi cepat.

Dunia pendidikan seperti UI harus mampu memelihara lingkungan saling mendengar perbedaan dan saling berargumentasi yang sehat dan saling menghormati untuk terus memperbaiki mutu peradaban kita.

Yang membesarkan hati, makin banyak generasi muda bersemangat belajar tingkat pasca sarjana.
Tahun lalu, 4.500an mahasiswa sarjana dan pasca sarjana dapat beasiswa LPDP belajar di luar negeri dan di RI. Saya senang melihat peningkatan jumlah penerima beasiswa itu, apalagi pemerintah aktif berupaya menarik penerima beasiswa dari daerah-daerah kurang berkembang.

Saya merasakan manfaat beasiswa di masa lalu. Selain merupakan peluang emas membuka diri mendalami IPTEK, kesempatan itu memberi pengalaman memahami negara dan masyarakatnya yang berbeda. Hal ini membantu kita menghargai perbedaan dan kemajemukan.

Meningkatnya kualitas hasil pendidikan tidak mudah, terutama bagi kelompok masyarakat miskin. Banyak negara anggota Bank Dunia menghadapi tantangan sama, dan juga sulitnya menciptakan lapangan kerja bagi lulusan pendidikan. Indonesia dapat belajar dari pengalaman historis sendiri, belajar dari negara lain, untuk mencapai kemajuan di bidang strategis dan penting ini.

Selain ketimpangan bidang kesehatan-pendidikan, terdapat ketimpangan lain yang penting yaitu yang dialami perempuan dan anak perempuan. Menurut laporan Global Gender Gap oleh World Economic Forum, RI berada pada peringkat 114 dari 145 negara terkait partisipasi peluang ekonomi perempuan.

Penting bagi RI mencapai peringkat lebih baik. Ketimpangan peluang bagi perempuan-anak perempuan berdampak langsung pada peluang ekonomi mereka, dan secara tidak langsung, kemampuan untuk mengambil keputusan yang bisa mempengaruhi kehidupan mereka dan keluarga mereka.

Bagaimana persentase perempuan yang bekerja di luar rumah? Hanya 51% perempuan Indonesia usia 15 tahun ke atas bagian tenaga kerja. Rasio ini tidak banyak berubah sejak 1990, dan lebih rendah dari rata2 Asia Timur dan Pasifik, 63%. Sebagai perbandingan, partisipasi tenaga kerja laki2 lebih dari 80%.

RI belum memanfaatkan optimal potensinya terkait ketenagakerjaan yang melibatkan semua penduduk, perempuan-laki-laki. Ajakan terakhir yang ingin saya sampaikan terutama ke generasi muda selalu lakukan yang terbaik dan berikan yang terbaik bagi orang lain.

Tuntutlah ilmu dan kuasai kemampuan teknis yang terbaik. Jangan pernah berhenti belajar.
Carilah ilmu yang bermanfaat bukan untuk kita sendiri namun juga bagi tim anda. Mudah mencapai sukses sendiri. Lebih sulit membangun sukses bersama dan membangun institusi. Reformasi di institusi publik dan swasta harus terus dilakukan guna meletakkan dan membangun tata kelola yang baik, efisien, dan akuntabel.

Banyak negara berkembang tidak mampu lepas dari middle income trap, pada intinya karena mereka gagal membangun institusi modern dan sistem yang berdasarkan meritokrasi dan tata kelola yang baik untuk menopang perubahan sosial, ekonomi, hukum, dan politik yang dinamis.

Tetaplah melatih dan mengembangkan pemikiran kritis dengan melakukan analisa yang jernih. Mampu membedakan antara fakta dan bukti di satu sisi, dengan bias dan subjektivitas di sisi yang lain. Hal ini akan mendorong pengambilan pilihan, keputusan dan tindakan yang bijak dan bertanggung jawab.

Tidak kalah penting, tunjukkan empati kita. Perhatikan dan jaga perasaan, harga diri dan pikiran orang2 yang berinteraksi dengan kita, terutama mereka yang tidak sepaham dan sehaluan. Ini terutama penting pada saat kita memiliki misi untuk melakukan perubahan guna mencapai perbaikan.

Kepemimpinan yang inklusif dan berlandaskan empati dan integritas yang bersih akan menghasilkan proses perubahan yang baik dan hasil yang lebih langgeng. Ini bukan berarti kita harus menyenangkan semua pihak dan tidak memiliki pendirian.

Dalam lingkungan kebijakan publik, sering kita dihadapkan pilihan sulit. Pilihan yang tersedia sering tidak populer, yang bukan alternatif terbaik. Dengan analisa yang cermat dan teliti, buatlah keputusan yang hanya bertujuan untuk kebaikan masyarakat dan tidak mengandung konflik kepentingan.

Yakini pilihan sulit yang anda ambil merupakan keputusan terbaik bagi masyarakat dan institusi. Kadang tidak semua orang mengapresiasi keputusan yang kita buat. Bisa jadi ada orang salah paham terhadap tindakan kita. Dan bahkan keberhasilan sering datang lama setelah kita meninggalkan jabatan kita.

Jangan putus asa. Tetap bertindak: Integritas, jujur, adil, rendah hati, dan menghormati martabat orang lain. Sikap itu membawa ketentraman abadi. Dimanapun anda nanti berkarya, di pemerintahan, perusahaan swasta, atau LSM, dan apakah berada di tingkat pemula, profesional menengah, atau posisi eksekutif, tidak ada kompromi menjaga integritas dan harga diri kita.

Setelah 6 tahun saya bekerja di Bank Dunia dan berkeliling dunia mengunjungi negara2 berkembang dan negara maju, saya merasa optimis melihat generasi muda RI. Indonesia dapat menjadi negara maju yang dibanggakan rakyatnya dan disegani bangsa lain.

 

Karena RI memiliki generasi muda yang selalu ingin belajar dan ingin maju, yang haus prestasi, dan ber- daya juang tidak pernah luntur. RI memiliki 65 juta generasi muda yang tak pernah putus asa mencintai [Surjadi MK; dari grup WA-72; sumber dari Michael Agustinus; http://finance.detik.com/read/2016/07/26/154239/3261622/4/ini-pidato-lengkap-sri-mulyani-di-kampus-ui-hari-ini]-FatchurR

Tulisan Lainnya :

  • Tidak ditemukan tulisan
Tags

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *




Enter Captcha Here :

Back to top button
Close
Close