Selingan

Wayang Gatutkaca (10)-Tugas kesatria

Para cantrik yang menyaksikan kelakuan Arjuna ikut tersenyum. Namun mereka pura2 melanjutkan pekerjaannya begitu Arjuna menoleh ke arah mereka. Sore harinya Arjuna keliling pertapaan itu untuk me-lihat2 keindahannya ditemani Dewi Jimambang.

 

Mereka asyik bicara soal tanaman dan pertamanan. Mereka berbincang soal tanaman, namun tanpa disadari hati mereka berbicara dan saling menjajagi dan mengerti. Se-kali2 mata mereka saling melirik dan jika bertemu pandang sama2 berdesir hatinya. Sekali2 tangan mereka berpegangan yang membuat degub jantung mereka makin berkejaran.

Sore itu terasa pertamanan makin indah, bahkan tanaman yang tidak berbungapun nampak berbunga  indah. Sesungguhnyalah hati mereka yang sedang berbunga-bunga. Sekali-kali Arjuna menyanjung kecantikan Dewi Jimambang yang membuat hatinya melambung, melayang menyundul langit.

Singkat cerita mereka telah saling jatuh cinta. Hal ini juga diketahui oleh Resi Wilawuk. Maka kemudian mereka dinikahkan di pertapaan itu dengan acara sederhana dengan dihadiri oleh para cantrik dan beberapa tamu undangan, yaitu para sahabat Resi Wilawuk.

Beberapa waktu kemudian setelah Arjuna dan Dewi Jimambang dirasa cukup menikmati bulan madu di pertapaan itu, Resi Wilawuk memanggil mereka dan duduk bersama di pendapa pertapaan.
” Raden Arjuna”, Resi Wilawuk mulai bicara ” Apakah anda tahu mengapa saya bawa ke sini?”.
” Justru itu Sang Resi yang ingin saya tanyakan”, jawab Arjuna.

” Saya sengaja membawa anda ke sini agar saya bisa jelaskan lengkap yang saya ketahui” kata Resi.
” Maksudnya?”, tanya Arjuna.
” Anda sekeluarga akan membuka Hutan Wanamarta. Tahukah anda bahwa Hutan Wanamarta itu gawat kalau orang berani mengusiknya?”, tanya Resi Wilawuk.

” Ya. Kami sudah tahu, di sana banyak raksasa dan binatang buas tinggal. Namun kami sudah menyadarinya, jadi kami siap menghadapi”, jawab Arjuna.
” Oh, bukan itu yang saya maksud”, kata Resi Wilawuk.
” Maksud Sang Resi?”

” Begini Raden, di sana bukan hanya binatang buas dan para raksasa jahat, namun hutan itu merupakan kerajaan jin berujud raksasa. Jadi mereka tidak kelihatan mata manusia biasa. Kalau hutan diusik, tentu mereka akan marah dan bisa mengusik siapapun yang dianggap mengganggu, apalgi merusak hutan itu”.
” Apakah mereka juga bisa menyerang, berbuat seperti manusia atau raksasa?”.

” Ya benar Raden. Itulah yang saya sebut dengan gawat. Anda dan para pandawa tidak bisa melawan mereka, justru karena mereka tidak nampak itu. Mereka juga bukan jin sembarangan, mereka sangat sakti Raden”, Resi Wilawuk menjelaskan.
” Aduh, Sang Resi, apa mereka menganggu para pandawa yang sedang membuka hutan itu?”

” Ya benar sekali Raden. Para pandawa pandawa sedang kesulitan menghadapi mereka”.
” Kalau begitu terus bagaimana?”, tanya Arjuna.
” Begini Raden”, kata Resi Wilawuk setelah menghela nafas.

” Dari awal saya sengaja ajak anda ke sini, karena ada yang ingin dijelaskan. Ya soal raksasa jin itu. Sekaligus saya akan bantu sebisanya, sesuai kemampuan. Mengingat pandawa2 yang saya dengar sudah dicurangi kurawa. Membuka hutan, kalau tujuannya kemakmuran rakyat dan negara itu tindakan terpuji. Sebaliknya jika hanya memikirkan kepentingan pribadi, keluarga atau golongan, itu tindakan yang sangat keji”.

” Ya ya, saya mengerti”, kata Arjuna. Matanya menatap, mengharap ada suatu hal penting yang akan disampaikan Resi Wilawuk.
Resi Wilaruik seperti mengerti apa yang dipikirakan oleh Arjuna.
” Begini Raden, saya akan bantu para pandawa agar bisa melawan raksasa jin itu”, kata Resi Wilawuk.
” Untuk membantu para pandawa, saya akan memberikan beberapa pusaka ini Raden” katanya.
Arjuna menerima pusaka2 pemberian Resi Wilawuk itu dengan hikmat. Beberapa hari kemudian, Arjuna lalu berpamitan kepada Resi Wilawuk dan istri yang juga putri resi itu, Dewi Jimambang.

Dewi Jimambang melepas Arjuna dengan lapang dada, sebab dia sadar sudah menjadi tugas kesatria untuk berjuang dan bekerja demi negara. Kelak dengan Dewi Jimambang, Arjuna akan memiliki dua putra, yaitu Bambang Kumaladewa dan Bambang Kumalasakti.

” Begitulah ceritanya Ibu, Kanda Puntadewa, Kanda Bima, Pinten dan Tangsen”, kata Arjuna mengakhiri kisah perjalanannya dengan Resi Wilawuk.
Semua yang mendengar lega dan bersyukur mendapat perlotongan dari Res Wilawuk.
” Hm, jadi kamu sudah malah sudah punya istri Arjuna?”, tanya Bima.

” Benar Kanda Bima”, jawab Arjuna.
” Nah, sekarang coba ceritakan pusaka apa saja yang diberikan oleh Resi Wilawuk”, kata Bima.
” Sebelum saya menceritakan pusaka pemberian Resi Wilawuk, mohon Kanda Bima menceritakan dulu apa saja yang terjadi di sini selama saya tinggal pergi”, kata Arjuna.

” Ya ya, banyak kejadian aneh di sini dan memang kamu perlu tahu”, kata Bima.
” Akhir2 ini kami dan prajurit2 dapat gangguan aneh. Kami tiba2 ada yang menyerang, memukul, menusuk, menjerat kaki sampai terjatuh. Saat ini kami berhenti membuka hutan karena tidak nyaman situasinya, termasuk parajurit2 yang ketakutan” kata Bima yang diiyakan saudaranya lain dan Dewi Kunti.

” Kalau begitu benar apa yang dikatakan Resi Wilawuk”, kata Arjuna.
” Apa yang di katakan Arjuna?”, tanya Puntadewa.
” Bapa Resi mengatakan bahwa hutan Wanamerta ini dihuni oleh makhluk yang tidak kasat mata, yaitu berupa raksasa jin”, jawab Arjuna.

” Memang masuk akal. Namun kita tidak boleh menyerah. Kita tetap lanjutkan pekerjaan ini”, kata Bima.
” Sebentar Bima” kata Dewi Kunti.
” Arjuna”, katanya kepada Arjuna.
” Lalu apa yang dikatakan oleh Resi Wilawuk?”.

” Bapa Resi telah memberikan senjata pertolongan kepada kita”, jawab Arjuna.
” Lalu wujud senjata pertolongan itu seperti apa?”, tanya Dewi Kunti.

” Ini Ibu, dia memberi pusaka cupu berisi minyak jayeng katon. Minyak ini kalau diteteskan di mata, maka kita akan bisa lihat jin yang tidak kasat mata itu. Bapa Resi Wilawuk juga telah memberik kuda yang saya naiki tadi, itu kuda istimewa bernama Ciptawilaha dan cambuk Kyai Pamuk”, jawab Arjuna.

” Wah. Aku sudah tidak sabar ingin bisa melihat para jin itu, biar mereka aku usir dan kalau membangkang aku bunuh mereka”, kata Bima dengan geram.
Arjuna menetesi mata Dewi Kunti, Puntadewa, Bima, Pinten dan Tangsen dengan minyak jayeng katon. Arjuna sudah menetesinya sesaat sebelum memasuki hutan Wanamarta dan menemui pandawa itu.

Bukan hanya mereka, prajurit juga ditetesi minyak jayengkaton matanya. Maka kini mereka bisa melihat para raksasa jin penghuni hutan Wanamarta yang saat itu masih berada di sekeliling mereka. Para raksasa jin ini tidak mengganggu, karena para pandawa dan para prajurit telah menghentikan kegiatan membuka hutan itu. Mereka siap mengganggu jika hutan mereka dirusak kembali.

Para jin itu terkejut sebab para pandawa dan prajurit bisa tahu keberadaannya. Namun mereka tidak takut, sebab mereka juga bukan jin sembarangan, yang punya kesaktian seperti manusia sakti.
” Kalau begitu, ayo kita lanjutkan lagi pekerjaan membuka hutan ini. Jika para jin itu menghalangi, jangan ragu2, perangi mereka”, perintah Puntadewa.

Kini para pandawa dan prajurit siap melanjutkan pekerjaan membuka hutan itu. Namun para raksasa jin itu juga siap menghalangi mereka. Mereka sudah mengeluarkan senjata dan siap menghadapi para pandawa. Maka yang terjadi kemudian, peperangan antara para pandawa dan para raksasa jin itu tidak bisa dihindarkan lagi.

Peperangan antara pandawa dan para jin seru. Mula2 mereka bertempur di sekitar tempat itu. Namun kemudian para jin yang masing2 ada pimpinannya mundur perlahan, memancing para pandawa agar terpisah satu sama lain dan memasuki wilayah yang sangat mereka kenal dan kuasai, namun sangat menyulitkan bagi para pandawa yang dibantu para prajurit itu.

Dapat dikatakan kini Puntadewa bertempur dan bergeser makin jauh ke arah timur, Bima makin masuk ke hutan arah ke utara. Arjuna makin ke barat, sementara Pinten dan Tangsen ke arah lebatnya hutan di sisi selatan. Bersambung Jum’at depan………….; (Widartoks 2017; dari grup FB-ILP)-FR

Tulisan Lainnya :

  • Tidak ditemukan tulisan
Tags

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *




Enter Captcha Here :

Back to top button
Close
Close