Selingan

Wayang-Gatutkaca (34 )-Nyawa Rangkap

Hari yang ditentukan, rakyat Wirata datang pagi2 ke alun2, terutama yang rumahnya jauh. Banyak penonton dari kota lain atau negara lain. Kini alun2 ramai sekali. Maklum di jaman Wirata itu hiburan belum banyak. TV belum ada, apalagi “smart phone” yang membuat asyik pemiliknya bersosmed dan lupa kanan kirinya, main game, foto2 pamer diri juga belum ada.

Di pinggir alun2, banyak pedagang dadakan menjajakan dagangannya. Ada penjual payung untuk yang merasa kepanasan, penjual berbagai makanan dan minuman, penjual sepatu, penjual pakaian dan asesori, penjual minyak rambut, sisir, minyak gosok, sampai penjual bibit unggas dan bibit tanaman juga ada. Bahkan tukang pijat kepala, tukang sol sepatu dan tukang panggul barang juga ada.

Tidak jauh dari panggung adu jago itu, dibuat panggung lain yang tinggi, lebar dan panjang. Panggung itu untuk kerabat istana Wirata dan undangan penting-VIP alias “Very Important Person”. Di panggung itu disediakan kursi dan di depannya ada meja makanan dan minuman.

Matahari meninggi, adu jago segera mulai. Patih Kicakarupa pemilik dan pelatih mengenalkan jagonya : Rajamala. Di Wirata Prabu Matswapati mengenalkan jagonya, (Bilawa). Prabu Matswapati didampingi Raden Utara yang menyediakan keperluan jagonya, seperti handuk dan air minum jika diperlukan. Tak lama pemilik jago turun dan jago mulai bertarung.

Pertarungannya sengit. Keduanya berpostur tinggi besar, sama2 kuat dan sama2 ingin menang. Detik berganti menit, pertarungan makin seru. Keringat membasahi tubuh dan panggung. Mereka saling jegal, saling tendang, saling pukul, kadang Rajamala menggigit Bilawa.

 

Maklum pertarungan di jaman wayang itu bebas. Penonton bersorak menyemangati yang mereka unggulkan. Tamu VIP yang mula2 duduk, tidak sadar, mereka jadi berdiri saking terkesimanya dengan jalannya pertarungan.

Saat itu kedua jago menggunakan jurus tingkat tinggi, pukulan, tendangannya masuk tahap berbahaya dan mematikan. Suatu saat Bilawa berhasil membanting Rajamala dengan keras dengan kepala dulu. Seketika Rajamala mati atau paling tidak pingsan. Penonton bersorak bergemuruh bak gunung runtuh, terutama yang menjagokan Jagal Bilawa.

Penonton dan tamu VIP menunggu, pemilik jago Rajamala, Patih Kicakarupa menyatakan kalah. Ternyata tidak. Patih Kicakarupa dibantu adiknya Rupakica/Rupakenca dan pembantu2nya mengangkat Rajamala ramai2 dibawa ke sendang/danau kecil di belakang istana. Rajamala diceburkan ke sendang. Ajaib, Rajamala bangun dan segar bugar seperti sebelumĀ  pertarungan. Rajamala jalan kembali ke panggung.

Prabu Matswapati dan kerabat istana kaget lihat Rajamala segar bugar kembali. Begitu pula Bilawa yang tenaganya terkuras kaget melihatnya. Kini pertarungan dilanjutkan. Sorak sorai pendukung Rajamala riuh menggemuruh memenuhi alun2 itu.

Pertarungan mulai lagi dan berlangsung seru. Rajamala yang pulih dengan bersemangat melabrak Bilawa. Bilawa, walau tenaganya berkurang, tetap melayaninya dan tidak ada kata kalah dalam kamus hatinya. Maka pertarungan makin seru.

 

Tendang menendang, pukul memukul, jegal menjegal, silih berganti dengan lambaran tenaga dalam. Sungguh dahsyat kekuatan pukulan-tendangan mereka. Kalau manusia yang terkena, sekali tendang tentu berakibat fatal. Namun tubuh keduanya sangat kuat, sehingga akibatnya tidak lekas nampak.

Suatu kesempatan Bilawa, dengan pukulan yang dilambari kekuatan penuh berhasil memukul telak leher Rajamala beberapa kali, maka Rajamala tercekik dan Jagal Bilawa berhasil membuat lawannya jatuh, diam tak bergerak. Patih Kicakarupa seperti tadi mengangkat tubuh Rajamala, menggotong dan memasukkan ke sendang, seketika Rajamala bangkit dan segar bugar kembali.

Begitulah berulangkali kejadian itu. Kini justru Jagal Bilawa mulai putus asa, frustasi, sebab tiap lawannya dilumpuhkan, segar kembali setelah dimasukkan ke sendang itu. Lama2 dia yang mati lemas? Begitu dalam hatinya. Prabu Matswapati, Seta, Utara, Wartsangka dan kerabat istana bingung karena jagonya menang namun lawan bisa pulih kembali tenaganya.

 

Brahmana Kangka yang mengenalkan Bilawa ke Utara ikut bingung. Dia berfikir keras mengatasi masalah ini. Betapapun dia bertanggung jawab atas keselamatan Jagal Bilawa, sebab dia yang membawa Jagal Bilawa ke laga ini. Pertarungan dilanjutkan. Jagal Bilawa dan Rajamala diminta naik ke atas panggung. Saat itu Jagal Bilawa minta istirahat, dia ingin minum air dan mengipasi dirinya yang gerah.

Rajamala dan Patih Kicakarupa mengijinkan. “Minumlah sepuasmu Jagal Bilawa. Siapa tahu ini minum terakhir bagimu sebelum mati”, kata Patih Kicakarupa keras dan tertawa keras pula. Rajamala dan anak2 buahnya ikut tertawa keras, ter-bahak2. Jagal Bilawa hendak memukul Rajamala, namun tangannya lebih dulu digamit Brahmana Kangka.

” Bersabarlah Bilawa, kami mendukungmu dari belakang. Kami juga tahu kesulitanmu dan berusaha keras mengatasinya” bisik Brahmana Kangka. ” Minum dulu dan berusaha ulur waktu”, sambungnya.
” Ha ha ha. Apa cukup minummu Jagal Bilawa? Apa perlu dibawakan banyak makanan?” Tanya Patih Kicakarupa yang disambut dengan gelak tawa para pendukungnya.

Jagal Bilawa diam, dia menahan diri dari kemarahan. Brahmana Kangka memberi isyarat agar Bilawa melanjutkan pertarungan dengan Rajamala. Entah sebelum ini berapa kali berulang. Tiap Rajamala tidak berdaya atau mati, dia jadi segar kembali setelah dimasukkan ke sendang. Bilawa-Rajamala tarung lagi dengan ilmu tinggi. Pukulan-tendangannya kuat karena dilambari tenaga dalam.

Suatu saat Bilawa jatuh. Rajamala segera menubruknya. Jagal Bilawa dengan reflek menghindar dan luput dari tubrukan Rajamala. Jagal Bilawa bisa memukul tepat tengkuk Rajamala. Rajamala pada posisi salah dan kepalanya berputar karena pukulan di tengkuk, kini jadi bulan2an Jagal Bilawa yang bisa menangkap rambut di belakang kepalanya.

 

Jagal Bilawa mem-bentur2kan kepala Rajamala di lantai kayu keras. Rajamala berusaha melepaskan diri, namun Jagal Bilawa tidak memberi kesempatan, dia terus membenturkan kepala Rajamala sekuat tenaga, giginya gemeretak menahan emosi. Entah berapa kali, lama kelamaan Rajamala tidak memberi perlawanan. Lemas dan tidak berdaya.

Patih Kicakarupa, Rupakica dan anak buahnya menggotong Rajamala ke sendang lagi. Dengan semangat mereka gotong tubuh Rajamala bersama. Mereka seakan mengantarkan jagonya ke panggung kemenangan, saking semangatnya. Mereka kompak meneriakkan aba2 agar kakinya bergerak serempak, ” Satu dua tiga empat, satu dua tiga empat “. Ber-ulang2 mengirirngi langkah mereka.

Jagal Bilawa memperhatikannya dengan tegang, sebab ber-kali2, mati-hidup, seperti Rajamala bernyawa rangkap. Juga perasaan PrabuMatswapati, Seta, Utara, Wratsangka dan kerabat istana dan Brahmana Kangka yang membawa Jagal Bilawa. Mereka perhatikan langkah Patih Kicakarupa dan grupnya dengan seksama, langkah demi langkah, sampai pandangan mereka terhalang bangunan tinggi menjulang.

Prabu Matswapati, Raden Utara, Brahmana Kangka dan Bilawa saling berpandangan. Tak sepatah kata keluar dari mulut mereka. Di teriknya siang yang makin panas, dari raut paras, nampak sesungguhnya mereka semua amat cemas. Bersambung Jum’at depanā€¦ā€¦. (Widharto KS-2017; dari grup FB-ILP)-FR

Tulisan Lainnya :

  • Tidak ditemukan tulisan
Tags

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *




Enter Captcha Here :

Back to top button
Close
Close