Lima anak Petani kopi sudah Sarjana
Petani kopi ini menggugah hati. Niat awalnya membantu pembangunan masjid diremehkan panitia. Dianggap gila atau orang stress karena penampilannya. Akhirnya panitia pembangunan masjid malu. Inil kisah petani itu yang mampu menyekolahkan 5 anaknya jadi sarjana dan berangkat haji semua.
Tamu Sederhana
“Usai maghrib saya kedatangan tamu dirumah”.
“ Assalamu ‘alaikum “ sapanya.
“ Wa’alaikum salam “ Jawab saya kaget karena tidak kenal tamu ini.” Anda siapa? “ tanya saya.
“Saya Sobari .“ katanya senyum.
“Bapak pengurus Masjid?” tanyanya.
“Ya. Betul Pak. Apa yang dapat saya bantu “
“Saya tadi melewati masjid sedang dibangun. Orang disekitar masjid minta saya menemui bapak“
“ Ada apa ?”
“Saya ingin bersedekah untuk penyelesaian pembangunan masjid “ katanya diliput senyum.
Saya perhatikan tampilannya, tak tampak dia mampu bersedekah. Saya lirik diluar, tak ada kendaraan diparkir. Pasti orang ini naik angkutan umum atau beca. Mungkin dia “sakit”. Atau ingin memainkan emosi saya.
Hampir 4 tahun masjid itu tidak selesai. Saya ketua Panitia Pembangunan Masjid bosan ajak masyarakat berinfaq / bersedekah. Hasilnya uang kecil di kotak amal. Kotak amal yang diletakkan ditiap sudut pasar atau rumah makan hasilnya tidak seberapa. Padahal masyarakat disekitar terdiri dari pedagang yang rata2 beromzet Rp. 3 juta/hari
“Bagaimana Pak? Kenapa bapak diam ?” tegurnya.
“Eh , iya.Pak, ehm..berapa bapak mau sumbang?” Saya masih diliput rasa tidak percaya.
“Boleh saya tau ? berapa dana diperlukan menyelesaikan masjid itu “ tanyanya.
Pertanyaan yang lagi2 membuat saya hilang hasrat bicara banyak sama tamu ini. Dia pasti “sakit jiwa”.
“Kita butuh Rp 500 juta “ jawab saya. Berharap dia cepat berlalu.
“Baik, pak. Besok kalau bapak ada waktu , saya tunggu di Pengadilan Agama (PA). Saya akan bersedekah dihadapan hakim Agama.” Katanya. “ jam berapa Bapak ada waktu ? “ .
“ya liat besok aja“ jawab saya. Berharap dia berlalu. Karena saya harus memimpin sholat isya di masjid.
“Baiklah , Ini nomor telp rumah saya. Kalau bapak siap, hubungi saya “ katanya.
“Permisi saya pamit. Rumah saya jauh.” Lanjutnya. Baru sadar, tamu ini tidak saya tawarkan minum.
Seusai sholat Isa, tak sengaja saya lontarkan kedatangan tamu kepada pengurus Masjid lain. Tanggapan mereka sama seperti saya. Orang itu Stress dan tidak perlu dilayani.
Karena besok pengurus2 banyak kesibukan, yang tidak mungkin meluangkan datang ke PA. Keesokan harinya, seorang pengurus minta saya menemaninya ke show room mobil. Dia hendak menebus indent kendaraan yang dipesannya sejak 4 bulan lalu. Karena lokasi showroom tidak begitu jauh dari Kantor PA Agama maka saya tawarkan ke teman ini mampir ke Pengadilan.
Dia sungkan tapi setuju. Saya menghubungi orang yang akan menyumbang itu. Dia menyanggupi. Berjanji jam 11 siang sudah di Kantor PA. “Baiklah. Tapi saya tidak mau tunggu lama di kantor PA. Lewat setengah jam anda tidak datang, saya akan pulang.“ kata saya tegas, karena saya sangsi pada orang ini.
“Insya Allah “ jawabnya.
Jam 11 saya dan teman di PA. Orang yang akan menyumbang belum datang. Lewat 5 menit, orang yang akan menyumbang itu datang menumpang BECAK yang masuk ke halaman PA. Bajunya sederhana. Teman saya senyum kecut. Bagaimana mungkin dia menutup kekurangan pembangunan masjid.
“Mungkin kita yang gila. Mau2nya nungguin dia.Tapi ya sudahlah” gerutu teman saya.
“Assalamu ‘alaikum “ sapanya.
“Walaikum salam , Apakah bapak bawa uangnya?“ tanya teman saya kepokok persoalan.
“Ini, uangnya “ katanya sambil memperlihatkan kantong semen ditangannya. “Mari kita temui petugas membuat akta penyerahan ini. Maaf, bukan saya tidak percaya. Ajaran Al-Quran menyebut segala sesuatunya tertulis.“ katanya. Sambil melangkah kedalam menemui petugas PA.
Tanpa banyak kata, orang ini menyerahkan tumpukan uang dihadapan petugas PA. Petugas menghitung.
Jumlahnya Rp 500 juta. Petugas itu menyerahkan formulir untuk kami isi. Setelah tandatangani formulir itu, maka uang pun pindah ke tangan kami.
“ Cukuplah Bapak2 panitia dan Pak Hakim yang tahu. Saya sumbang karena Allah…” katanya dan pamit.
Melihat situasi diluar dugaan timbul malu dan rendah dihadapan orang ini. Dia yang kami nilai stress / gila, menunjukan kemuliaannya. Dari awal meremehkan dan memandang sebelah mata.
Maaf, Mengapa bapak ikhlas sumbang sebanyak ini. Saya lihat bapak , maaf terlihat sederhana. Mobil pun bapak tidak punya. “ tanya teman saya dengan keheranan.
“Saya sangat kaya. Karena Allah memberi qalbu yang dapat memahami ayat2 Alquran. Coba bayangkan. Bila uang itu saya belikan kendaraan mewah, maka manfaatnya seusia kendaraan itu. Bila membangun rumah megah maka nikmatnya hanya untuk dipandang.
Jika saya sedekahkan, maka manfaatnya tak pernah habis“ Jawabnya sederhana tapi menyentuh.
“Apa pekerjaan Bapak “ tanya teman saya.
“saya petani Kopi. Alhamdulillah dari hasil kebun Kopi, 5 anak saya jadi sarjana dan kini sukses, hidup sejahtera. Lima2nya sudah berkeluarga. Semua Anak dan mantu saya sudah menunaikan haji.”
“Bapak beruntung. Apa resepnya hingga bapak dapat mendidik anak yang sholeh” tanya saya.
“Resepnya : Dekatlah dan cintailah Allah. Cintai semua yang diamanahkan ke kita. Dan berkorbanlah untuk itu. Bukankah anak, istri, lingkungan dan syiar itu amanah Allah kepada kita semua. Bila kita cintai Allah dengan hati, dan dibuktikan perbuatan maka hidup kita dijamin Allah. Adakah yang paling bernilai didunia ini dibanding kecintaan Allah kepada kita… “. Dia pamit menumpang becak.
Saya dan teman tak mampu ber-kata2. Kami tak berani mendahului becaknya. Toyota Kijang keluaran terbaru yang saya beli bulan lalu serasa tak mampu melewati becak itu. Saya malu dengan kerendahan diri saya dihadapan orang tawadhu dan ikhlas berjuang karena Allah. Mungkin penghasilan saya lebih besar darinya. Tapi belum bisa seikhlas dia”. (by; H. Irwanto rusli; Sumber : WAG; Khsblog)
Monggo lengkapnya klik aja : (https://khsblog.net/2017/02/23/petani-kopi-alhamdulillah-anak-saya-5-sudah-sarjana-dan-ini-resepnya/)-FatchurR