Psikologi

Sedekah Informasi

Misalnya, Pensiunan Telkom punya toko, kemudian pelanggannya tanya, “Punya produk seperti ini gak?”. Kalau tidak punya, jangan berhenti dengan berkata, “Maaf, gak ada mas .”. Tapi lanjutkan dengan petunjuk, “Maaf, gak ada, coba aja ke toko Fulan sebelah sana…”. Berani gak?

 

Kebanyakan bergumam, “Hmm.. ngapain saya beritahu toko orang, apalagi kompetitor? Apa untungnya? Malah rugi, orderan bisa diserobot orang lain.” Itulah kalau orang tak percaya dengan konsep rejeki. Bagi saya, mereferensikan orang/toko yang bisa dipercaya itu tabungan 2 poin sekali pukul. Pertama, berbagi rejeki pada penjual yang AMANAH. Kedua, membantu solusi ke pelanggan.

 

Saya teringat kata2 James Gwee, “They may not your prospect customers, but they can be your pulling customers”._ Mungkin mereka bukanlah pelanggan yang memberi order langsung kepada Anda, tapi mereka bisa menjadi pemasar Anda, karena kebaikan Anda.

 

Sedekah informasi sama dengan menabung di hati mereka, plus di jiwa Anda. Orang yang kikir informasi (apalagi uang), auranya ‘narik’. Mungkin dia bisa kaya, tapi fondasinya rapuh. Hidupnya gak tenang, was-was, penuh prasangka, dan karyawan cenderung gak akan loyal terhadapnya.

 

Jika kita budayakan ringan memberi info, gak kikir istilahnya, maka kebaikan suatu saat akan bergulir. Seringkali ‘Kartu Peluang’ kita berada di tangan orang lain, sebaliknya kartu peluang orang lain ada di tangan kita. Yang membuat rejeki tersendat karena informasi tak tersalur transparan, alias saling menyembunyikan atau terjadi PERCALOAN.

 

Alangkah indahnya jika kita saling lempar rejeki, cukup menyalurkan informasi (kepada mereka yang amanah), tanpa berharap balas. Minimal ya info apa saja yg kita anggap penting buat Sedulur Vinus. Bukan saja semakin lancar perputaran ekonomi kita, ukhuwah pun bisa tambah erat.

 

Seorang kawan pernah menanyakan kepada saya, “Mas, sampeyan koq bagi ilmune jor-joran temen, gak takut nek slide trainingnya dijiplak pesainge sampeyan?”.

 

Ya saya jawab: “Rejeki kuwe seperti peluru nang medan perang, gak akan meleset kalau itu memang sdh menjadi jatah kita. Sing jenenge rejeki wis ditaker, ora bakalan ketuker. Bener ora Son …. ?”

Terjemahan bebasnya : “Rejeki itu peluru di medan perang.Gak akan meleset kalau itu memang jadi jatah kita. Rejeki itu sudah diatur dan gak akan keliru” (Muchtar AF; dari grup WA-VN)-FR

 

Respon dari SSA :

100% sama dg pengalaman saya. Dulu, sebelum repot, mau pensiun  garasi saya sulap jadi warung sembako, itung itung latihan mental. Se hari2 yang datang pas ketemu, saya tanya mengapa nggak ke warung tetangga lain deket rumahnya, jawabnya karena nyaman ngobrol dengan saya, apalagi ibu2 belinya 5000, bonus ngobrolnya setengah jam. Soalnya sambil nanya tentang informasi RW.

 

Saya kalau ada barang yg nggak punya stock, selalu saya arahkan kewarung tetangga itu. Kerika ditanya apa nggak takut tersaingi, saya jawab bhw dipasar orang jual berdampingan tapi tidak ribut karena masing masing percaya rezeqi sdh ada yg ngatur. (SSA)

 

Respon dari PBU :

Dulu … di Telkom doktrinnya begini: “menjual itu hakekatnya adalah memberi solusi pada pelanggan”.

Jadi kalo sekarang Kita mejalankan Usaha (berjualan misalnya). Tidak terlalu sulit melakukan _*sedekah informasi*_ seperti dimaksud tulisan di atas. Kalo sudah menghayati doktrin tersebut.  (PBU)

Tulisan Lainnya :

  • Tidak ditemukan tulisan
Tags

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *




Enter Captcha Here :

Lihat Juga
Close
Back to top button
Close
Close