Pengalaman Anggota

1001 Petualangan Anak

Cerita ini diangkat dari pengalaman masa kecil, masa Sekolah Rakyat dengan tambahan bumbu tetapi tanpa MSG. (sambil ngetest daya ingat). Serial:  Awas kutembak.

 

Pulang sekolah lebih awal karena guru rapat, 4-sekawan nakalnya kumat. Bukannya segera pulang tetapi langsung menuju kali (sungai) Lukulo yang berkelok kelok membelah Kota Kebumen dengan kecamatan Pejagoan disebelah baratnya. Ber-4 setelah lepas baju dan celana serta. SABAK disimpannya dipinggir,  langsung loncat terjun keair.

 

Aku tidak bisa berenang, tapi dengan bantuan arus yang deras berenang sebisanya,  serta dikawal kawan kiri kanan, bisa selamat keseberang. Dengan nekad penuh harap, ketika dekat ibu2 yang sedang berendam mandi setinggi dada, aku baru berani menghentikan “Renang” untuk menginjakkan kaki kedasar kali. Ah, paling setinggi dada pasti takkan tenggelam.

 

Begitu kaki menginjak dasar kali,  kaget,  karena hanya setinggi lutut. Rupanya ibu2 itu pada duduk didalam air sehingga seperti berendam sedalam  dada. Ah jadi malu, sambil menutupi burung kesayangan, aku dan kawan kawan menjauh menuju hulu sungai sambil mencari “getek bambu” (perahu bambu) yang sering lewat menuju Pasar Bambu.

 

Alhamdulillah, dengan menumpang getek bisa sampai kembali keseberang. Setelah puas bermain air, giliran 4-sekawan mengeringkan rambut dan mata agar tidak merah. Ibu dirumah biasa menyelidik bekas mandi dikali dari kedua indikasi itu. Sambil mencari buah cipokak yang tumbuh liar tapi manis dihisap,  petualangan berlanjut dengan mencari buah kelengkeng.

 

Tidak sulit, dihalaman rumah mantan pak Glondong ada pohon2 lebat berbuah. Tahu pohon kelengkeng? Biar buahnya lebat tetap daun pohonnya rimbun. Ini yang membuat empat sekawan berani nekad memanjatnya. Aku  si lemah, dan seorang kawan bertugas mengumpulkan buah yang jatuh dibawah pohon, sambil sesekali menikmati manisnya kelengkeng yang berjatuhan.

 

Sedang dua yang lain lagi,  asyik memetik diatas. Saking sibuknya mengumpulkan, tak terasa ada orang datang. Kontan saja aku kabur ter-birit2 sambil bawa buah seadanya.  “Ada orangnya oeyyy” teriaku sambil lari. Satu temanku yang berada diatas masih sempat terjun dan lari menyusul.

 

Setelah merasa aman, empat sekawan kumpul ter engah engah. Eeh, empat? Satu, dua tiga, mana yang satu lagi?  Busyet, mungkin belum turun, waduh gimana nih? Sambil ketakutan, kami bertiga mengintip kearah pohon kelengkeng tadi.

 

Masyaallah, nampak orang tadi menyandarkan sepedah dipohon tersebut, dan sambil memungut sisa kelenkeng ditanah  dia duduk dibangku yang persis berada dibawah pohon. Mungkin dalam benaknya, dianggapnya anak2 sudah kabur semua. 102 menit sampai hampir 15 menit belum juga dia turun.

 

Aku mulai khawatir, membayangkan kata kawan yang ikut manjat, wah semutnya buanyak. Sedangkan orang yang duduk dibawahnya kelihatan  asyik meneliti senapan angin, makin khawatir kalau nanti kawan yang diatas ditembak. Hiiiiii takuuuuttt.

 

Dalam keadaan seperti itu, gedebukkk, juruntul, tiba2 kawan yang diatas terjun dan ter-pontal2 kabur. Bukan hanya dia, orang dibawah pohonpun terkejut dan pergi. Rupanya tidak menyangka kalau dikerimbunan daun masih ada bocah pencuri yang nekat terjun  takut ditembak.

 

Kamipun akhirnya tertawa terbahak bahak tetapi hati menjadi lega. Berarti besok bisa main lagi ke kali.  Dasar pikiran anak petualang. (Soenarto SA; dari grup WA-VN)-FR

Tulisan Lainnya :

  • Tidak ditemukan tulisan
Tags

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *




Enter Captcha Here :

Back to top button
Close
Close