Eksotisme Toraja dari Rambu Tuka dan Kuburan Tebing Kete Kesu(1/3)
(lifestyle.sindonews.com)-Tana Toraja; Tana Toraja dikenal adat istiadat dan kehidupan tradisional masyarakatnya. Karena adat dan budaya ini Toraja sebagai salah satu destinasi wisata yang patut dikunjungi di Sulsel.
Destinasi yang tersering dikunjungi wisnus dan Wisman: Desa Ke’Te Kesu. Desa Ke’Te Kesu ini kawasan cagar budaya, terletak 4 km di tenggara Rantepao. Wisatawan ramai biasanya saat upacara adat Toraja, di antaranya pemakaman adat atau Rambu Solo dan upacara memasuki rumah adat baru (Rambu Tuka).
Kali ini saya ke Desa Ke’Te Kesu saat upacara memasuki rumah adat baru atau Rambu Tuka. Sebanyak 7 Tongkonan (rumah adat Tana Toraja) di Ke’te Kesu akan ditahbiskan (Mangrara). Ketujuh Tongkonan ini : Tongkonan Kesu, Tongkonan To’Kaluku, Tongkonan To’ Sendana, Tongkonan Bamba, Tongkonan Tonga, Tongkonan Sepang dan Tongkonan Rura Lompo.
Acaranya dari pagi. Jalan saya dari hotel menuju Ke’Te Kesu padat masyarakat yang ber-bondong2 ingin menghadiri Mangrara. Ribuan kerabat dan keluarga dari 7 Tongkonan itu memadati lokasi Ke’Te Kesu.
Di depan gerbang Ke’Te Kesu banyak babi akan dipotong saat ritual adat. Babi2 akan jadi persembahan dimasukkan ke sejenis keranda bambu yang dipenuhi hiasan. Lalu, berjalanan ke Tongkonan, di samping kiri dan kanan ribuan orang menyaksikan ritual penyembelihan babi dari bangunan seperti pondok.
Satu per satu babi itu diarak puluhan orang yang memanggul keranda dengan seruan bahasa Toraja ke halaman Tongkonan. Lalu babi dilepaskan dari keranda untuk disembelih. Prosesnya dengan memanggang babi pakai alat mirip steam di atas kompor gas ukuran kecil.
Api disemprot ke hampir seluruh badan babi, minimal ada 2 orang memproses ini dengan 1 orang memanggang, 1 orang lagi membersihkan bulu babi dengan bilah bambu yang dibelah. Setelah diperkirakan bulu telah rontok, barulah proses penyembelihan babi dimulai.
Setelah menyaksikan prosesi adat, saya dapat penjelasan tentang ritual yang dilaksanakan perwakilan keluarga 7 Tongkonan, Siwambe’ Tingting Kareba Sarungallo. Ini merupakan upacara yang dilakukan turun-temurun yang biasanya dilaksanakan satu generasi.
“Jadi kebetulan ini 28 tahun baru dilaksanakan lagi supaya anak2 cucu kami bisa saling berkenalan. Semua rumpun keluarga terwakili di sini, jadi dari 56 generasi yang lalu sampai ke anak saya, ” ujarnya di Ke’Te Kesu kepada tim MNC Media.
Hari Jumat, 29/6/18, dikatakan Siwambe’ Tingting Kareba Sarungallo; Â acara Ma’ Papa, semua rumpun keluarga harus hadir, esoknya penutupan atau Ma’Bubung. Di acara Ma’Papa ada penyembelihan hewan babi/kerbau yang menurut Siwambe’ Tingting Kareba Sarungallo bermakna tersendiri.
“Hari ini pemotogan hewan, artinya babi dan kerbau diberikan ke mereka yang punya jabatan dan masyarakat. Jumlah babi itu tergantung ekonomi keluarga, kira2 hari ini 600 ekor. Kalau lihat dalam membangunan Tongkonan itu kira2 700 juta untuk 1 Tongkonan, biaya upacaranya lebih mahal”.
Upacara Rambu Tuka dihadiri sejumlah pejabat pemda, salah satu Bupati Toraja Utara, Kalatiku Paembonan. Dia mengatakan upacara adat Mangrara ini puncak peresmian Tongkonan yang dalam tradisi orang Toraja sangat dihormati dan disakralkan karena jarang terjadi.
“Hanya tiap rumah Tongkonan selesai dibuat dan dikunjungi seluruh rumpun keluarga datang dari dalam dan luar negeri menyatakan kegembiraan sekaligus mengedepankan persatuan dan kesatuan keluarga Toraja” kata Kalatiku Paembonan. ((alv; Bahan dari : MNC Media dan https://lifestyle.sindonews.com/read/1318378/156/menyusuri-eksotisme-toraja-dari-upacara-rambu-tuka-dan-kuburan-tebing-kete-kesu-1530587396)-FatchurR * Bersambung…..