Keajaiban Hutan Mati Gunung Papandayan
(pikiran-rakyat.com)-RIBUAN batang dan ranting pohon legam menghitam bak jemari menyembul dari pasir putih dan berjuang meraih birunya langit. Saat berjalan di sela2nya, dua kesan berbeda dan sama kuat hadir dalam tempo bersamaan.
Ada ketakutan saat membayangkan kekuatan alam superkuat tercermin dari batang dan ranting pohon sebagai benda tergelap. Namun saat bersamaan, ada pula kekaguman pada kemampuan alam untuk meninggalkan jejak panorama cantik dari kekuatannya.
Itu yang terbesit dalam benak saat di kawasan Hutan Mati Gunung Papandayan. Keunikan yang membuatnya kontras adalah posisi Hutan Mati yang diapit lebatnya pepohonan yang memayungi perbukitan sejauh mata memandang. Kondisi itu menguatkan kesan seperti tengah dalam lukisan2 surealis.
Waktu terbaik menikmati epiknya Hutan Mati G-Papandayan adalah sore jelang gelap. Sangat beruntung jika langit cerah tanpa senoktah pun awan. Sebab, pemandangan langit malam dengan bintang tampak sedemikian sempurna jika dilihat dari Hutan Mati.
Berada di Kecamatan Cisurupan, Gunung Papandayan bisa ditempuh sekitar 4 jam dari Kota Bandung. Di gunung dengan ketinggian 2.665 mdpl itu terdapat kawah2 seperti Kawah Baru, Kawah Mas, Kawah Nangklak, serta Kawah Manuk yang tak henti hentinya mengepulkan uap.
Gunung Papandayan cocok bagi pendaki pemula sehingga jadi primadona destinasi wisata di Garut. Berdasar klasifikasi Schmidt dan Ferguson, Gunung Papandayan digolongkan dalam tipe iklim B dengan curah hujan rata2 3.000 mm/tahun, kelembaban udara 70-80%, serta bertemperatur 10 derajat celcius.
Selain jalur pendakian yang bermula di Cisurupan, ada jalur yang dimulai dari Pangalengan, Kab- Bandung. Namun jarak tempuh ke kawah dari Pangalengan lebih jauh. Mengingat aroma belerang yang amat menusuk, pendaki dianjurkan bawa masker.
Jika memulai dari Cisurupan, kawasan Hutan Mati dapat dijumpai setelah melalui hamparan kawah dan area perkemahan Pondok Salada yang berjarak 2 jam perjalanan dari kawah. Dari Pondok Salada, pendaki bisa mendirikan tenda. Sumber air melimpah di sana. Dari Pondok Salada, perjalanan bisa diteruskan ke Hutan Mati tanpa perlu bawa seluruh perbekalan pendakian.
Jika belum puas mengagumi Hutan Mati, tidak ada salahnya menelusuri pemandangan padang Edelweiss seluas 35 ha di Tegal Alun yang berjarak sekitar 45 menit dari Hutan Mati.
Pemandangan menakjubkan di Hutan Mati tidak akan ada seandainya erupsi Gunung Papandayan tidak terjadi (2002). Erupsi kala itu 3 gelombang yang diawali erupsi freatik pada 11/11/02. Dinding Kawah Nangklak runtuh membuat material longsoran mengalir ke sungai Cibeureum Gede, picu banjir bandang.
Gelombang kedua 15/11/02, erupsi eksplosif yang membentuk Kawah Baru. Pada 20/11/02, disebut “directed lateral blast”. Material vulkanik dimuntahkan Kawah Nangklak sepanjang 1 km ke arah timur laut. Sejak 2013, G-Papandayan berstatus Waspada Level-2 dan jalur pendakian tetap dibuka. Tapi, Gunung Papandayan tercatat pernah mengalami letusan terdahsyatnya pada 11-12/8/1772.
Letusan gunung yang di selatan kawasan perkotaan Garut itu mengubur 40 desa dan 3.000an penduduk. Gambaran kerusakan yang diakibatkannya ditemukan dalam catatan sejarawan yang juga profesor di Suffolk Community College New York Lee Davis dalam bukunya Natural Disasters.
“Tak ada lukisan Hari Penghakiman karya (Michael) Angelo (Gustave) Dore walau mampu menyamai kengerian nyata dari gunung utuh yang tenggelam ke dasar bumi dengan membawa umat manusia bersamanya. Bongkahan raksasa jatuh seperti bahtera ditelan samudera.” Demikian deskripsi Davis.
Mendaki Gunung Papandayan itu jadi sebentuk ziarah dan tafakur meresapi keagungan ciptaanNya yang Mahasempurna. Di antara terjalnya jalan berbatu, terselip kontemplasi menemukan kembali makna sejati dari eksistensi diri.
Selalu ada bagian kalbu baru yang tercerahkan saat turun meninggalkan Gunung Papandayan beserta Hutan Mati-nya. Betapa elok alam Priangan. (Yusuf Wijanarko; Bahan dari : http://www.pikiran-rakyat.com/jawa-barat/2016/04/01/keajaiban-hutan-mati-gunung-papandayan-garut-365508)-FatchurR *