Wisata dan Kuliner

Asal Bedog Arts Festival Pentas Seni di tepi Kali

(seleb.tempo.co)-Sleman; Pergelaran seni tahunan, Bedog Arts Festival (BAF) kembali digelar ke-9x nya pada (18-19/10/18 malam). Dari tahun ke tahun kekhasan pertunjukan seni tradisi dan kontemporer yang mendatangkan seniman lokal dan luar negeri ini menjadikan sungai sebagai panggungnya.

 

Kali Bedog, (sungai di Dusun Kradenan, Desa Banyuraden), Kec-Gamping, Kab-Sleman, DIY disematkan jadi nama pertunjukkan. Sisi sungai yang jadi panggung itu berada di bawah Studio Banjarmili yang dikelola seniman dan koreografer tari, Martinus Miroto

 

Studio itu diresmikan koreografer alm. Bagong Kussudiardjo (13/11/2001). “Saya beli lahan untuk studio itu (1994). Sekaligus tinggal di sini” kata Miroto saat ditemui jelang latihan persiapan pertunjukkan BAF ke-9 di Studio Banjarmili, Sleman, 17/10/2018.

 

Miroto mengisahkan awal BAF digelar. Usai membangun studionya, Miroto mencoba bereksperimen mementaskan tariannya di tepi Kali Bedog (2001). Saat itu di acara Festival Kesenian Yogya (FKY). “Menari di pinggir kali saat itu masih langka,” kata Miroto.

 

Sekitar 1980-1985, Bagong mulai menari menggunakan alam sebagai panggungnya, yaitu di tepi Pantai Parangkusumo di Bantul. Dengan mengusung konsep panggung peripheral view, Miroto mendesain panggung terbuka dan luas.

 

Penonton bebas mengeksplorasi panca inderanya untuk tak terfokus pada satu titik saja. Seperti itu pula pembuatan 2 panggung dari kayu yang melintang serupa jembatan di sisi kiri-kanan sungai untuk BAF ke-9. Masing2 panggung ukuran 8 mt x 16 mt dan 4 mt x 16 mt. Pepohonan besar dan tinggi menjulang di tepi sungai jadi latarnya. Pun pancuran air menambah keasriannya.

 

“Penonton bisa nonton di kursi yang disediakan. Bisa lesehan di tepi sungai. Ada yang pating tlesep (menyelip) di antara pepohonan,” kata Miroto. Penonton yang ingin pulang lebih dulu saat pertunjukan berlangsung bisa berseliweran di atas panggung untuk menyeberang.

 

Untuk penerangan atas ide seniman Singapura Angie La Liong dengan penerangan sentir alias lampu minyak yang awalnya 50 botol. Pada BAF ke-9 ini Miroto menyiapkan hampir 3.000 sentir. Juga ditambah 2-3 lampu halogen dan sound system milik sendiri. Tak disangka, antusiasme pengunjung yang datang menonton di Kali Bedog (2001) banyak.

 

Pada 2007, seniman2 : Miroto, Agung Gunawan, dan sastrawan alm. Angger Jati Wijaya mengutak-atik ide menghidupkan sungai itu dengan kegiatan kesenian rutin. Lahirlah Bedog Arts Night yang diresmikan anak sulung Raja Keraton Yogya, Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Pembayun (kini bernama GKR Mangkubumi).

 

“Lalu berubah nama jadi Bedog Arts Festival (2008). Tapi pementasannya tetap malam” kata Miroto yang menggelarnya hingga kini. “Sejak 2007, kebiasaan itu berhenti. Kalau ada bukan oleh warga sini,” kata Miroto, atas masukan warga perlu membuat papan larangan menyetrum/meracun ikan di sungai.

 

Tak hanya imbauan dari seniman melarang cara itu, juga kegiatan pelepasan ikan ke sungai setiap kali acara BAF dibuka. Hanya kebiasaan membuang sampah ke sungai masih dilakukan. Menurut Miroto perlu ada dukungan pemda Sleman mengingatkan dan menyediakan kendaraan pengangkut sampah.

 

“Kesadaran warga muncul karena gelaran Bedog Arts Festival melibatkan warga sekitar, seperti berdagang aneka kuliner dan pengelolaan jasa parkir pengunjung,” katanya. (Reporter: Pito Rudiana (Kontributor); Editor: Nunuy Nurhayati; Bahan dari : https://seleb.tempo.co/read/1138040/asal-mula-bedog-arts-festival-pentas-seni-di-tepi-kali)-FatchurR *

Tulisan Lainnya :

  • Tidak ditemukan tulisan
Tags

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *




Enter Captcha Here :

Back to top button
Close
Close