Wisata Halal Itu Urusan Segmen Pasar Bukan Arabisasi
(news.detik.com)-BANYUWANGI; Terkait tuduhan viral di medsos soal Arabisasi, Pemkab Banyuwangi mengatakan wisata halal itu bagian segmentasi pasar, bukan Arabisasi.
Tulisan netizen bernama Kajitow Elkayeni yang viral di FB dengan judul “Di Tanah Hindu Banyuwangi Itu, Arabisasi Dipaksakan Tumbuh”, langsung direspon Pemkab Banyuwangi.
Secara resmi Kadisparbud Banyuwangi, MY Bramuda menegaskan bahwa itu tulisan itu tidak benar dan cenderung ngawur.
“Ada pasar wisatawan wanita ingin berwisata pantai tanpa pria. Segmen itu ada, meski ceruknya tidak banyak dan harus dilayani. Sebagai destinasi, kita coba tangkap potensi itu. Jadi ini soal pasar, seperti di Timur Tengah, Jepang, Thailand, Korea ada segmen2 leisure semacam itu dan dikembangkan secara profesional. Segmentasi pasar, tak ada tendensi agama, suku dan Arabisasi,” ujar MY Bramuda ke detikcom (29/6/19).
Di antara ratusan kilometer panjang pantai di Banyuwangi yang 177 km, pantai dengan konsep halal tourism yang digagas ini panjang pantainya hanya 750 meter (3/4 km) saja. Tidak sampai 1 km.
“Jadi itu soal urusan pasar semata, dan Banyuwangi menyediakan pilihan. Ii bukan soal maksiat atau tidak maksiat, bukan SARA, bukan Arabisasi”. Setiap pasar potensial, harus digarap dengan baik, dikembangkan, dipromosikan dengan baik. Segmentasi itu banyak, karena yang dijaring makin banyak, ujar Bramuda.
Bramuda menerangkan, pantai itu di tanah milik TNI AD, kini ditata ulang bareng TNI AD. Pengelolaan ke depan tetap melibatkan pokmas setempat, dan jadi pantai halal friendly tourism, atau family friendly.
Sebelum dikembangkan, kawasan ini relatif kumuh. Akses jembatan ke sana belum bagus. Pemkab Banyuwangi menata, termasuk melatih kelompok masyarakat. Perlahan mulai ramai dikunjungi orang.
“Kita bicara mekanisme pasar. Bahwa sekarang pasar kurang meminati, itu mekanisme pasar. Jadi, ini urusan segmentasi pasar, bukan soal ideologi yang dipelintir sampai akan melakukan Arabisasi,” ujarnya.
Banyuwangi, sebagai destinasi wisata dikenal dengan atraksi2 seni-budaya berbasis kearifan lokal khas Suku Osing yaitu kelompok masyarakat asli setempat. Dari 99 festival wisata tiap tahun di Banyuwangi, 75% mengangkat kebudayaan, mulai Tari Gandrung, ritual adat kebo-keboan, hingga ritual adat Tari Seblang, Barong Ider Bumi.
“Bahkan, setiap hari ada event budaya di alun-alun Banyuwangi yang dimainkan para seniman cilik sebagai peristiwa pariwisata sekaligus regenerasi para pelaku seni,” papar Bramuda.
Ingat kata2 Menpar Arief Yahya, bahwa produk pariwisata itu adalah destinasi. Customer pariwisata itu namanya originasi, atau travelers, atau wisatawan. Strateginya DOT, destination, origination, timeline. “Manajemen pemasaran pariwisata pun harus melihat DOT,” ungkap Bram.
Dia belajar banyak manajemen, soal pemasaran, destinasi dan sumber daya manusia. Dia juga menjadikan tema2 budaya sebagai daya tarik atraksi di Banyuwangi, karena 60% wisman itu tertarik budayanya, 35% karena alam dan 5% karena man made atau buatan.
Karena itu, pihaknya terus menggali dan melestarikan budaya lokal sebagai kekuatan destinasi. “Kita selalu diajarkan Pak Menpar Arief Yahya, prinsip penting agar tetap sustainable, yakni budaya dan alam itu Semakin dilestarikan semakin mensejahterakan!” kata Bram.
Apakah Banyuwangi hanya mengejar pasar wisata halal? “Tidak! Semua segmen yang cocok dengan potensi destinasi, alam, budaya, buatan, ya dikembangkan! Kalau tidak dikembangkan, malah aneh. Semua ada pasarnya, semua menemukan destinasi yang cocok,” jelasnya.
“Terlalu jauh dan tidak mendasar sama sekali.” pungkasnya. (wsw/wsw; Ardian Fanani; Bahan dari : https://travel.detik.com/travel-news/d-4605556/pemkab-banyuwangi-wisata-halal-urusan-segmen-pasar-bukan-arabisasi?_ga=2.3866229.413377071.1561933482-1952974334.1561542749)-FatchurR *