Buletin Penstel

74 Tahun Hari Bhakti Postel

74 Tahun Indonesia Merdeka, 74 Tahun seluruh Bangsa Indonesia senantiasa merayakan Hari Kemerdekaan yang diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945 oleh Soekarno – Hatta. Berbagai kegiatan dari mulai permainan anak-anak sampai berbagai jenis perlombaan, menjadi ciri perayaan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Indonesia, dan ditutup dengan penampilan apresiasi seni sebagai puncak acara di setiap daerah.

 

Perjalanan panjang untuk meraih Kemerdekaan, tentu menjadi catatan tersendiri bagi seluruh Bangsa Indonesia, dimana selama 350 tahun Indonesia dibawah cengkeram penjajah Belanda dan 3.5 tahun dibawah kekuasaan Jepang. Bahkan pasca didengungkannya Proklamasi Kemerdekaan, Negeri yang mempunyai beragam adat,  suku dan budaya ini masih mengalami berbagai rintangan dalam menata kehidupan berbangsa dan bernegara.

 

Setelah Soekarno – Hatta membacakan Proklamasi kemerdekaan, tentu tidak serta merta seluruh kekuasaan Jepang bisa diambil alih secara langsung oleh Pemerintah Republik Indonesia. Pasukan Jepang merasa bahwa yang berhak untuk menyerahkan  kekuasaan adalah pihak Sekutu, mengingat Pemerintahan Jepang sudah berada dalam genggaman pasukan sekutu, seperti yang disampaikan Kaisar Hirohito lewat siaran Radio tanggal 15 Agustus 1945 tentang menyerahnya Jepang pada pihak Sekutu, setelah sebelumnya pihak Amerika Serikat menjatuhkan Bom Atom pada tanggal 6 dan 9 Agustus 1945 di kota Hiroshima dan Nagasaki  yang menewaskan beratus ribu rakyat sipil dan tentara Jepang.

 

Namun bagi para pejuang Tanah Air tidaklah demikian, sebab sebagaimana yang tertuang dalam teks Proklamasi yang dibacakan Soekarno – Hatta menyebutkan tentang “Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan dll, diselenggarakan dengan tjara saksama dan dalam tempoh jang sesingkat singkatnja”.  Inilah yang mendorong seluruh komponen pejuang untuk sesegera mungkin mengambil alih setiap jengkal tanah Ibu Pertiwi dan setiap kantor atau markas harus dalam penguasaan Bangsa dan Negara Republik Indonesia.

 

Didorong oleh semangat juang yang tinggi; dilingkungan jawatan PTT, para pegawai PTT yang digerakan oleh Soetoko membentuk pasukan khusus diberi nama Angkatan Muda PTT atau AMPTT, dibantu oleh Slamet Soemari Tjokrowardojo, Joesoef, Agus Samah, Nawawi Alif dana beberapa pemuda lainnya, mulai menyusun strategi dengan melakukan pendekatan kepada pihak Jepang agar menyerahkan kekuasaan Kantor PTT. Dan, dalam keputusannya AMPTT meminta kepada Mas Soeharto selaku Deputi Kepala Kantor Pusat PTT dan R. Dijar selaku Deputi Kepala Urusan Pos, melakukan pendekatan agar pihak Jepang menyerahkan kekuasaannya secara damai.

 

Sekalipun sudah berulang kali Mas Soeharto dan R. Dijar menemui pihak Jepang, hasilnya pihak Jepang hanya menyetujui pengibaran sangsaka Merah-Putih di halaman belakang Kantor Pusat PTT, Jl. Cilaki. Tentu saja ini bukan merupakan hasil akhir dari cita-cita para Pemuda PTT, mereka tetap bersikukuh bahwa Jepang harus turun bersamaan dengan turunnya bendera Matahari terbit.

 

Didorong oleh semangat pantang mundur, Soetoko dan kawan-kawan bertekad untuk merebut penguasaan Jepang atas Kantor PTT pada akhir bulan September 1945. Rencana untuk merebut Kantor PTT ini disetujui oleh Mas Soeharto dimana waktu yang ditetapkan adalah tanggal 27 September 1945.

 

 

Melihat gelombang pejuang merangsek ke Kantor PTT, akhirnya pihak Jepang tidak ada pilihan lain selain menyerahkan penguasaan Kantor Pusat PTT ke tangan AMPTT yang selanjutnya tepat pada pkl 11.00 wib tanggal 27 September 1945, Soetoko menyampaikan kepada khalayak dan pegawai PTT bahwa Mas Soeharto dan R. Dijar diangkat sebagai Kepala dan Wakil Kepala Jawatan PTT seluruh Indonesia. Dan resmilah sudah terhitung tanggal 27 September 1945, Jawatan PTT dan seluruh pegawai eselonnya, menjadi milik Pemerintah Republik Indonesia.

 

Keberhasilan AMPTT dalam merebut Jawatan PTT menginspirasi dan membangkitkan semangat Angkatan Muda instansi lainnya. Dan atas bantuan AMPTT didukung oleh kelaskaran lainnya berhasil mengambil alih  Balai Kereta Api, Kantor Karesidenan, Jawatan Geologi, Perusahaan Listrik dan  Jawatan PU. Bahkan pada tanggal 9 Oktober 1945,  AMPTT mempunyai andil besar dalam merebut gudang senjata (PINDAD) di Kiaracondong.

Ternyata, pada saat perundingan untuk penyerahan kekuasaan kantor dan gedung-gedung, pihak Jepang melakukan kecurangan dengan menodongkan senjata ke pimpinan BKR. Bahkan terjadi kontak senjata diluar gedung pertemuan yang mengakibatkan gugurnya dua orang siswa PTT, Mohamad Rafik dan Aloysius Sumohardjono karena ikut menyerbu markas Kenpetai tempat perundingan di Jl. Trunojoyo.

Perjuangan AMPTT dalam mewujudkan nilai kemerdekaan dan mempertahankan apa yang menjadi hak bangsa Indonesia pasca Proklamasi yang dibacakan Soekarno – Hatta, terus mendapat gangguan dari pihak penjajah. Terlebih setelah masuknya sekutu ke kota Bandung pada tanggal 12 Oktober 1945. Mereka memperalat Jepang untuk menekan menindas rakyat Bandung.  Bahkan Komplex Labolatorium PTT di Tegallega dibombardir dan menewaskan anggota AMPTT; Basit, Marta, Sariman dan Suarsa beserta keluarganya.

Untuk menghindari hal yang lebih fatal akibat serangan Sekutu untuk menguasai Gedung Sate dan posisi Kantor Pusat PTT di sayap kanannya, Mas Soeharto dan seluruh pegawai PTT beralih tempat ke Kantor Pos dan Telegrap Bandung.

Mengingat kondisi Kota Bandung yang kian mencekam, dan sebagai puncak perlawanan para pejuang adalah membumi hanguskan kota Bandung pada tanggal 24 Maret 1945, yang dikenal dengan peristiwa Bandung Lautan Api. Dengan berbagai pertimbangan akhirnya Mas Soeharto dan wakilnya R. Dijar bersama staf penting lainnya hijrah ke Yogjakarta, sebagai pusat Pemerintahan RI, dan Kantor Pusat PTT di Yogjakarta berkedudukan di Jl. Gemblakan No. 47.

Ternyata, kepindahan Kantor Pusat PTT ke Yogjakarta merupakan akhir dari karier pengabdian Mas Soeharto dalam membangun jawatan PTT yang direbut oleh AMPTT dan para pejuang lainnya dengan pengorbanan nyawa bermandikan darah dan air mata.  Yogjakarta diserbu oleh Belanda pada tanggal 19 Desember 1948.  Dan tragisnya pada tanggal 18 Januari 1949, Mas Soeharto yang dalam keadaan sakit dibawa oleh pasukan Belanda ke suatu tempat yang tidak diketahui. Bahkan tidak ada sedikitpun berita tentang keberadaan Mas Soeharto, sampai detik ini. Dapat dipastikan karena rasa nasionalismenya yang begitu besar, Mas Soeharto telah gugur sebagai Kesuma Bangsa.

Berkaca pada peristiwa 27 September 1945 tentang pengambil alihan Kantor Pusat PTT oleh AMPTT, yang diwarnai dengan berbagai peristiwa bersejarah lainnya, setidaknya dapat dijadikan referensi khususnya bagi seluruh insan Pos dan Insan Telekomunikasi; bagaimana membangun etos kerja berlandaskan Nasionalisme dalam mewujudkan kejayaan Indonesia. Oleh sebab itu tidaklah berlebihan andai para pemangku kebijakan di PT. Telkom, senantiasa memberikan suntikan etos kerja bagi generasi Milenial Telkom agar selalu berinovasi memberikan yang terbaik bagi Bangsa dan Negara ditengah berkecamuknya perang teknologi, agar PT. Telkom dua langkah lebih maju dari yang lainnya.*** Wan – sumber buku Sejarah telkom jilid…

Tulisan Lainnya :

  • Tidak ditemukan tulisan
Tags

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *




Enter Captcha Here :

Lihat Juga
Close
Back to top button
Close
Close