Larva Ubah Sampah Organik Menjadi Bernilai Ekonomis
(autotekno.sindonews.com)- Mengubah sampah organik jadi nilai ekonomis, mustahil bagi sebagian orang. Namun, itu tak berlaku bagi mahasiswa ITS yang mampu mengubah sampah organik jadi nilai ekonomis dengan memanfaatkan larva memakan sampah organik dan sebagai pakan hewan ternak.
Bagi sebagian orang, sampah itu menjijikkan, bau menyengat tak sedap. Sampah itu dibuang begitu saja ke tempat penampungan sampah tanpa ada kesadaran mengelolanya. Para mahasiswa ITS berinovasi mengurangi jumlah sampah. Mereka menyebut Nyampah Corp yang berkonsentrasi mengolah sampah organik jadi bernilai ekonomis.
Abu Muslim Aljauhari, dikenal dengan Aal, CEO Perusahaan Rexic, menjelaskan Nyampah Corp ini program wirausaha sosial (socialenterprise). Perusahaan Rexic itu binaan dari unit Pelaksana Teknis (UPT) Inkubator ITS dan Subdirektorat Pengembangan Karier dan Kewirausahaan Mahasiswa (PK2M) ITS.
“Nyampah Corp ini pengelolaan sampah organik di permukiman, di RW dalam skala kecil untuk rumah, jadi nyasarke perumahan,” kata Aal.
Warga bisa mengelola sampah di rumahnya, dan pada tiap kotak sampah diberikan bibit larva. “Jadi, kami pakai larva organik blacksoldierfly (BSF) untuk makan sampah organik yang dikasihkan warga di kotak itu, 10 hari kemudian dipanen dan dijual ke kami,” tambahnya.
Sebagian besar masyarakat belum tahu larva lalat tentara hitam atau BSF. Aal dan Tim mengedukasi ke masyarakat sebelum menjalankan program ini. “Kami latih tentang program ini karena mereka banyak yang tak tahu, apalagi larvakan belum banyak yang tahu, sehingga perlu dikenalkan” katanya.
Aal cukup melatih sekali, karena jika berdasar teori, ini mudah dilakukan. Kenyataannya, praktik butuh waktu lebih lama karena harus melatih teknis. Setelah pelatihan, Aal dan tim mengecek minimal seminggu 1x untuk melihat perkembangan larva dan sampah. Pengecekan ini apakah masyarakat sudah bekerja sesuai dengan SOP yang diberikan.
Larva, pemakan sampah organik diketahui sejak lama. Namun, larva sebagai pakan ternak baru ditemukan. Penemuan ini di Swiss sekitar 3-4 bulan lalu. Mereka pakai inkubator membudidayakan larva ini. “Resep ini cocok di tropis, kalau di Swiss harus pakai inkubator kontan, jadi mereka lebih banyak cost-nya,” ungkapnya.
Aal yang pengusaha lele merasa harga pakan lele mahal. Juga, sebagian besar peternak lele, ayam, dan bebek merasakan hal sama dengan tingginya harga pakan. “Kadang juga mahal karena impor, sehingga harganya itu ikut dolar. Itu masalah bagi peternak ayam, bebek dll” tambah pria asal Lamongan itu.
Mahalnya pakan ternak, mahasiswa ITS itu cari pakan alternatif. Mereka cari diinternet dan menemukan “larva” sebagai pakan pengganti pabrikan.“Banyak yang cari (larva) secara manual, yaitu mencari di alam dan di pekarangan (rumah), termasuk cara menangkapnya manual,” katanya.
Aal juga melihat banyaknya usaha ayam tutup karena tidak menguntungkan akibat harga pakan tinggi. Pakan mempengaruhi 70% keberhasilan panen. “Pakan yang paling mahal itu di proteinnya, dan ketika protein itu murah maka pakan akan murah,” tambah Aal.
Larva mngandung protein melimpah bagi hewan ternak dan harganya lebih murah dari pakan dipasaran. Pakan di pasaran hanya mengandung protein 20%, dan protein larva BSF bisa 40%, sehingga bisa untuk campuran pelet. Kini permintaan larva di Jatim 1,5 ton/hari.
Banyaknya order, belum dapat dipenuhi karena perusahaan itu tahap pengembangan. Larva BSF ini hal baru bagi peternak hewan, sehingga banyak yang ingin membudidayakan atau hanya eli bibitnya.Beda dengan perusahaan yang didirikan mahasiswa ITS ini, yang mampu jual bibit BSF ke orang lain.
“Banyak orang yang punya banyak sampah, tapi tidak bisa membibitkan. Pokoknya susah. Karena tidak mau ribet, mereka tinggal beli larvanya” katanya. Bibit dan larva yang siap panen harganya beragam disetiap daerah. Petani larva dapat menentukan harga sendiri karena belum ada market leader dalam skala besar, seperti harga di Jabar lebih mahal dibanding di Jawa Timur.
“Bibit larva ini dijual berbentuk telur, harga per gramnya Rp5.000. Di Jatim, kalau beli skala besar Rp5.000, kalau cuma 1-2 gram Rp15.000”. Perusahaan Rexic dari usaha mahasiswa yang menggeluti lingkungan. Saat mereka butuh modal, mereka ikut lomba yang diselenggarakan kampus, mulai ITS, inkubator, hingga internasional. Rexic memiliki komisaris yang bertugas cari investor.
“Selesai lomba karena banyak investor masuk, saat ini banyak yang mau mendanai proyek kita, dan kami terima,” kata mahasiswa ITS itu. Rexic mengelola sampah organik di Surabaya dan Malang. Keduanya masih jadi fokus perusahaan karena tahap pengembangan.
“Fokus kami itu di pembibitan dan menyuplai bibit di proyek-proyek kami, kan di proyek itu butuh bibit. Kami menyuplai bibit saja dan dari proyek itu menghasilkan larva, itu kami beli lagi dan kami jual lagi”.
Dalam mengelola bisnis besar, Rexic membuat banyak tempat penampungan dan bertingkat. Jumlah itu disesuaikan kebutuhan penampungan sampah yang mencapai 3 ton/hari. Aal mencontohkan jika ada sampah 1 ton, larva akan memakan sampah 80% dan sisanya berbentuk kompos. Satu ton sampah akan menghasilkan 200 kg larva dan 200 kg kompos.
“Kami buat rak-rakan, satu rak menampung 250 kg larva, total 10 hari itu bisa sampai 1 ton larva,” katanya. Pengelolaan sampah bukan hal mudah. Semua butuh tenaga, peralatan, lahan, investasi, dan pemasaran. Aal mendapat penawaran di beberapa daerah untuk mengelola sampah organik, termasuk dari rekannya yang jadi suplaier bahan pokok untuk partnernya.
Dia masih fokus menjalankan program ini di rumah pemotongan hewan. “Dia (teman Aal) main disuplai bahan pokok mitranya dan tiap mitranya pasti buang sampah, ditawarin di Bekasi,” ungkapnya. Rumah pemotongan hewan (RPH) memiliki anggaran pengelolaan sampah Rp350 juta. “Itu Cuma dikirim ke tempat pembuangan akhir,” tambah Aal.
Nyampah Corp sudah berganti anggota beberapa kali, tapi Nyampah Corp tidak makin lemah. Pergantian anggota itu wajar untuk startup dan Nyampah Corp makin matang. Aal menjalankan program Nyampah Corp bersama rekannya yang memiliki kepedulian lingkungan. Mereka ingin perubahan besar mengembangkan bisnis larva BSF. Mereka pernah kesulitan membangun program Nyampah Corp.
Berkat bimbingan PK2M ITS, UPT Inkubator, dan alumni ITS, Nyampah Corp bertahan dan berkembang hingga kini. “Kedepannya, kami harap Nyampah Corp mampu memperluas kebermanfaatan dan memperbanyak jaringan kemitraan dan kerja sama,” tutupnya.
(Fandy; nfl; Bahan dari : Koran Sindo dan https://autotekno.sindonews.com/read/1476397/124/larva-ubah-sampah-organik-bernilai-ekonomis-1576901707 )-FatchurR *