Indonesia Tembus 5 Besar Produsen Halal
(cnnindonesia.com)- Jakarta, Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan Indonesia berhasil memperbaiki posisi dari peringkat 10 ke peringkat 5 besar negara produsen produk halal di dunia, tapi tertinggal dari Malaysia, Uni Emirat Arab (UEA), Bahrian, dan Arab Saudi.
Peringkat negara produsen halal ini merujuk laporan The State of Global Islamic Economy Report 2019-2020. Di laporan terbarunya, Indonesia naik peringkat dari 10 ke 5, skornya 49. Dia tak mengungkapkan kriteria penilaian produsen halal ini dilihat dari nilai produk atau transaksi perdagangan.
Itu dikatakan Airlangga di acara Indonesia Menuju Pusat Produsen Halal Dunia yang diselenggarakan Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), Sabtu (24/10).
Secara rinci, Malaysia di peringkat pertama dengan skor 111, UEA kedua berskor 79, Bahrain peringkat ketiga berskor 60, dan Arab Saudi peringkat ke-4 berskor 50,2. Airlangga bilang berdasarkan laporan itu Indonesia unggul di sektor fesyen muslim.
“Industri tekstil kita no.2, di bawah Turki, tapi di media dan rekreasi perlu kerja keras, juga farmasi dan kosmetik. Wardah sudah dominasi pasar dalam negeri, tinggal strateginya dorong ke penguatan halal value chain” tuturnya. Produk makanan dan minuman halal, Indonesia belum masuk 10 besar. Padahal di dalam negeri dan ekspor, sumbangan terbesar dari sektor ini, khususnya minyak kelapa sawit (CPO).
“Kami masih mengejar top 10 halal food. Juga top muslim friendly travel, kita ranking tiga, di bawah UEA dan Turki”. Menurutnya, Indonesia perlu meningkatkan kinerja industri halal agar bisa menempatkan Indonesia sebagai produsen produk halal terbesar pada 2024. Target ini sejalan dengan potensi pasar produk halal di Indonesia maupun dunia.
Pasar dalam negeri yang besar
Di dalam negeri, potensi pasar sangat besar karena 87% dari total populasi 267 juta jiwa itu penduduk muslim. Di tingkat global, The State of Global Economy Report 2019-2020 memperkirakan potensi pasar produk halal akan meningkat dari US$2,2T (2018) jadi US$3,2 triliun (2024), atau Rp47.040 triliun.
Untuk mengejarnya, pemerintah menelurkan beberapa kebijakan, dari pembangunan kawasan industri halal, gratis sertifikasi halal bagi produk UMKM, dll. “Ini diharapkan membangun hulu sampai hilir, sehingga bisa diekspor,” imbuhnya. Senada, Menperin Agus Gumiwang mengatakan kementeriannya membentuk peta jalan pembangunan kawasan industri halal layaknya Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
Kini, 2 kawasan industri halal disetujui pemerintah, yaitu Modern Cikande Industrial Estate di Serang, Banten dan SAFE n LOCK Halal Industrial Park di Sidoarjo, Jatim. “Pemerintah membentuk kawasan industri halal karena dinilai berefek luas bagi perekonomian, misalnya menarik investasi, memfasilitasi pelaku industri besar dan kecil, menambah penyerapan tenaga kerja” kata Agus pada kesempatan sama.
Pembangunan kawasan industri halal, dilakukan dengan penyiapan infrastruktur, laboratorium, Lembaga Pemeriksa Halal (LPH), kantor pengelola, hingga manajemen. Juga dikembangkan standarisasi dari sertifikasi produk halal. Pemerintah juga menyiapkan skema pembiayaan untuk kegiatan usaha halal, salah satunya melalui pemanfaatan lembaga jasa keuangan syariah.
“Rantai pasokl diintegrasikan, dari hulu, produksi, distribusi, sampai ke konsumen”. Ini mengejar potensi pasar produk halal ke depan. Khusus, peningkatan pangsa di produk makanan dan minuman dari US$1,36 miliar (2018) jadi US$1,97 miliar (2024). “Ini tidak lepas dari peran penting investasi US$1,4M yang diinvestasikan secara global pada perusahaan yang erat dengan produk halal,” pungkasnya.
(vws/vws; Bahan dari : https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20201024150310-92-562332/ri-tembus-5-besar-produsen-produk-halal-malaysia-nomor-satu#)-FatchurR *