Aku cinta Indonesia

Masa Depan Pertanian Di Tangan Remaja

(republika.co.id)- Sektor pertanian sudah waktunya melakukan regenerasi. Pasalnya, mayoritas petani  berusia diatas (50) sehingga mengalami penurunan produktivitas dalam aktivitas pertanian. Petani muda jadi harapan meningkatkan kembali kejayaan sektor pertanian nasional.

 

Data Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Pertanian, Kementan, menyebutkan, dari total petani saat ini 33,4 juta orang, dan 30,4 juta orang (91%) petani generasi tua yang mendekati (50-60) tahun. Dan petani kategori generasi muda (19-39) tahun hanya 9% atau 2,7 juta orang. “Kita harus meregenerasi petani karena mereka paling berberan,” kata Kepala BPPSDM Kementan, Dedi Nursyamsi

 

Dengan prospek bisnis pertanian tak pernah turun, semangat anak muda terus berkembang. Tak sulit cari alasan kenapa pertanian. Sebab, semua butuh makan dan sektor pertanian penghasil produk pangan yang bisa menjawabnya.  Safari Munjin (24), misalnya, usai lulus kuliah, ia jadi petani sayur hidroponik di pekarangan rumahnya dan berbisnis yang ia namakan Sayuran Pagi sejak 2018.

 

Lulusan Sastra Jawa, UI (2014) ini tak berlatar belakang pertanian. Pascalulus, ia lihat peluang besar di bisnis pertanian. “Ini bisnis yang saya rintis selesai wisuda. Pertimbangannya, usaha yang  produknya dibutuhkan orang setiap hari dan punya sisi keberlanjutan” kata Munjin, saat berbincang dengan Republika.co.id, pekan lalu.

 

Munjin juga menyukasi isu lingkungan tertarik ke sektor pangan dan pertanian. Ia membudidaya sayuran hidroponik tak semudah yang dilihat. Butuh 6 bulan untuk riset dan cari formula yang pas agar bisa menghasilkan panen optimal. “Setelah berhasil maksimal hasil panennya dan direspons bagus dari teman-teman, kita putuskan membentuk tim 6 orang,” kata dia.

 

Bertani hidroponik tak butuh lahan luas. Di lahan 120 m2, ia bisa buat 4.000 lubang tanam hidroponik aneka sayuran tiap bulannya. Pemasaran sayuran tak sulit, karena banyak yang butuh sayur. Pandemi Covid-19, kata dia, momentum bagi masyarakat menjaga kesehatan, dengan memperbanyak konsumsi sayuran. Hal itu meningkatkan permintaan sayur dari konsumen.

 

“Yang tak punya basic, butuh investasi waktu. Jadi petani itu menjanjikan ketika tahu celah pasarnya,” ujar Munjin. Seiring minat hidroponik naik daun, ia buka pelatihan. Selain mengembangkan jaringan bisnis, pelatihan bermanfaat bagi peminat hidroponik di rumahnya. “Siapa tahu, dengan pelatihan, orang lebih peduli karena kemandirian pangan bisa dimulai dari hal yang kecil” tuturnya menambahkan.

 

Pendiri kebun produksi dan edukasi EPTILU, Rizal Fahrevi menuturkan, di era pandemi, terbukti sektor pertanian punya daya tahan tinggi. Lulusan IPB University ini menilai, sebagai generasi muda, harus melihat pertanian dengan lebih atraktif, bukan sebatas business as usual.

 

“Sejak 2013 berdiri, kita fokus di 4 bidang, pertanian produksi, disribusi, perdagangan, dan agrowisata. Komoditasnya jeruk, tomat, dan cabai” katanya ke Republika.co.id. Dia bermitra dengan 37 petani muda dan membuat sistem perdagangan modern. Hulu hingga hilir ditata rapi dan pakai platform digital. Dengan teknologi digital, pertanian lebih sistematis. Itu dia pastikan penananam, panen, dan siapa yang beli.

 

Rizal melibatkan perusahaan pemasok pupuk dan benih. Dia tak cuma beli, ia minta ahli dari perusahaan ikut membimbing petani agar hasil panennya optimal. Dia bertanggung jawab moral sebagai lulusan pertanian. Berbekal ilmu/praktek saat kuliah, dia tak ragu terjun ke desa dan membangun pertanian lebih maju. Usahanya berhasil, membuatnya dinobatkan sebagai Duta Petani Muda di Jabar.

 

“Karena diamanahkan jadi Duta Petani Muda, saya tak hanya fokus budidaya, tapi harus mengubah mindset masyarakat tentang pertanian”. Presiden sekaligus Co-Founder Tani Hub Group, Pamitra Wineka, mengungkapkan banyak masalah dihadapi petani. Padahal, petani berperan strategis menjaga ketersediaan pangan dalam negeri yang dibutuhkan masyarakat.

 

Sebelum mendirikan Tani Hub, ia lihat sektor keuangan berkembang pesat untuk kegiatan usaha, kecuali pertanian. Hal itu lantaran bank tidak suka risiko tinggi jika memberi pinjaman ke petani. Risiko tinggi itu karena proses bayar utang tidak lancar. Ito karena petani kesulitan mengakses pasar dalam menjual produknya yang dihasilkan dari modal pinjaman bank.

 

Luasan lahan milik petani sangat kecil. Walau punya tanah luas, hanya sebagian kecil yang digunakan karena keterbatasan modal dan sulitnya akses pemasaran. Melihat persoalan yang dihadapi, Tani Hub berdiri. Dalam kurun 4 tahun terakhir, Tani Hub memperkuat ekosistem bisnis dari hulu ke hilir yang membantu petani memasarkan produknya.

 

Sejauh ini, Tani Hub Group punya 3 anak usaha, yakni Tani Hub, Tani Fund, dan Tani Suplai. Ketiganya saling mendukung operasional rantai pasok dari petani ke  konsumen. Tani Hub, sudah membangun gudang penyimpanan di 5 kota dan akan terus menambah jangkauan wilayah dan petani setempat.

 

“Kita akan bangun infrastruktur di desa. Jadi petani tak perlu jauh ke warehouse karena di desanya ada”. Tani Hub juga siapkan sistem untuk petani belajar ke petani lebih mahir atau dibina perguruan tinggi dalam-luar negeri. Menurut Pamitra, pengetahuan tradisional petani secara turun temurun sehingga IPTEK jarang diperbarui. “Jadi kita ingin menciptakan pengetahuan bagi petani” ujarnya.

 

(Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolandha; Bahan dari : https://republika.co.id/berita/qgiuir370/masa-depan-pertanian-di-tangan-anak-muda)-FatchurR *

Tulisan Lainnya :

  • Tidak ditemukan tulisan
Tags

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *




Enter Captcha Here :

Back to top button
Close
Close