Pemerintah Bentuk Komite Etik Internet
(otomotif.okezone.com)-JAKARTA; Menkominfo Johnny G. Plate menyebut, survei digital Microsoft yang menilai Netizen memiliki tingkat keberadaban (civility) rendah. Dari 32 negara yang disurvei, Indonesia ada di peringkat 29 atau terburuk di Asia Tenggara.
Tingkat keberadaban ini diukur dari persepsi netizn pada risiko yang didapatkan di dunia maya, misalnya dari penyebarluasan berita bohong/hoaks, ujaran kebencian/hate speech, diskriminasi, misogini, cyberbullying, trolling atau tindakan sengaja memancing kemarahan, micro-aggression atau tindakan pelecehan pada kelompok marginal (etnis atau agama, perempuan, kelompok difabel, kelompok LGBTQ dll).
Bahkan penipuan, doxing atau mengumpulkan data pribadi untuk disebarluaskan guna mengganggu atau merusak reputasi seseorang, hingga rekrutmen kegiatan radikal dan teror, serta pornografi. Kemenkominfo akan membentuk komite etika berinternet untuk mendorong penataan di ruang digital yang lebih sehat. Sebelumnya marak diskursus pembentukan virtual police mengawasi perilaku netizen.
Dalam konferensi pers virtual, MenKominfo mengatakan pembentukan komite itu bagian dari arahan Presiden Jokowi (15/2/2021) agar dunia maya jadi lebih “bersih, sehat, beretika, penuh sopan santun, bertata krama, produktif dan mampu memenuhi keadilan masyarakat.”
Johnny G. Plate juga menyebut hasil survei digital Microsoft yang menilai netizen memiliki tingkat keberadaban (civility) rendah. Dari 32 negara yang disurvei, Indonesia ada di peringkat 29 atau yang terburuk di Asia Tenggara.
Penetrasi Internett Tinggi, Etika tak dijaga
Survei Asosiasi Jasa Penyelenggara Internet Indonesia (2020) menunjukkan 196,7 juta orang memakai internet, atau 73,7% dari total penduduk. Angka ini naik 8,9% atau 25,5 juta dibanding periode yang sama tahun-2019. Sebagian besar memakai internet berselancar di medaaoa dan berkomunikasi.
Namun kata Menkominfo Johnny G. Plate, “Sayangnya penggunaan ruang digital yang masif, belum diikuti perilaku pemanfaatan ruang digital beretika.” Itu sebabnya pembentukan komite etika berinternet dinilai perlu. Komite ini, akan memiliki dua tugas utama :
“Merumuskan panduan praktis terkait budaya serta etika berinternet dan bermedia sosial, yang berlandaskan pada asas kejujuran, penghargaan, kebajikan, kesantunan, dan penghormatan atas privasi individu lain dan data pribadi individu lain;” dan mendorong pelaksanaannya bersama seluruh pihak.
Pemerintah diminta atur Medsos
Firman Kurniawan memuji langkah cepat ini, tapi menilai pedoman seharusnya dibuat untuk memagari netizen atau pengguna internet, khususnya media sosial, juga perusahaan teknologi raksasa dan pemilik platform media sosial.
“Perusahaan teknologi raksasa dan pengembang platform, (FB, YouTube, Twitter, Instagram dan Clubhouse, harus dikenai aturan. Misalnya FB, yang tidak beda dengan stasiun TV kita (RCTI, SCTV, Metro dll) yang diikat aturan dari Komisi Penyiaran Indonesia KPI. Atau medium film kita yang diikat Lembaga Sensor Film. Jadi tiap medium itu ada pengawas dan aturan, urusan konten dan monetisasinya,” jelasnya.
Saat ini ada “kegagapan” di pihak otorita berwenang menghadapi perkembangan platform medsos yang luar biasa cepatnya. Walhasil yang banyak disasar, menurut Firman, adalah para pengguna. “UU Informasi dan Transaksi Elektronik ITE itu menyasar publik, tetapi bagaimana dengan penyelenggara platformnya?.”
Kejadian yang berkelindan dengan peran platform medsos, seperti kerusuhan di gedung Kongres AS (6/1/2021) atau berita hoaks soal kecurangan pemilu di beberapa negara, Firman mengatakan platform medsos sebagai perangkat, tak sepenuhnya bebas dari kesalahan. Ada aspek struktural yang melekat pada platform, yang ketika digunakan seoptimal mungkin, kadang ada penyimpangan atau distorsi.
“Ketika platform mencatat aktivitas kita, disebut digital path dan mengumpulkan data sebagai algoritma, untuk mem-profiling perilaku orang. Perangkat ini untuk dalam tanda kutip ‘memanipulasi pengguna platformnya agar berperilaku menguntungkan pengembang platform, dalami meraih iklan’,” jelasnya.
“Soal apakah cara itu beretika atau tidak, tidak terlalu diperhatikan. Yang penting orang bisa memonetisasi dan menguntungkan pengembang platform, itu saja. Nah giliran kita menagih tanggung jawab para pengembang platform ini,” jelasnya.
(amr; Agregasi VOA dan https://techno.okezone.com/read/2021/02/28/16/2369605/netizen-indonesia-dinilai-kurang-beradab-pemerintah-bentuk-komite-etik-internet?page=2)-FatchurR *