Islam

Utang berdasar syariat

Kita tidak tahu kapan kita meninggal. Di lain pihak menurut Islam – sebelum kita meninggal – kita harus sudah melunasi semua utang kita (#lihat referensi di bawah). Karena bisa jadi – utang2 kita – bisa menghalangi jalan kita menuju Alloh.

Masalahnya ada utang yang kita sadari. Tapi bisa jadi – ada utang – yang kita tidak sadar. Dalam hal ini – bisa jadi kita masih punya utang pajak. Yang terjadi karena ketidaktahuan kita. Maka – belajar ttg Tax Amnesti – bagi yang ragu adalah penting untuk memastikan kelancaran perjalanan kita menuju Alloh..

Sedangkan bagi yang #merasa sudah #tahu kewajibannya dan sudah #membayar kewajiban pajaknya – #abaikan saja himbauan hamba ini..
+++

#Copas_Referensi Tentang Utang
Ruh seorang mukmin terkatung-katung (tertahan) pada hutangnya hingga dilunasi
Oleh : Al-Ustadz Yazid bin ‘Abdul Qadir Jawas ه
Dari Abu Hurairah RA, dari Nabi SAW beliau bersabda :
Jiwa seorang mukmin itu terkatung-katung dengan sebab utangnya sampai hutang dilunasi.

Takhrij Hadits
Hadits ini shahih, diriwayatkan imam Ahmad dalam Musnad-nya (II/440, 475, 508); Imam at-Tirmidzi dalam Sunan-nya (no. 1078-1079); Imam ad-Darimi dalam Sunan-nya (II/262); Imam Ibnu Mâjah dalam Sunan-nya (no. 2413); Imam al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah (no. 2147).

Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh al-Albâni RA dalam Shahîh al-Jâmi’ish Shaghîr (no. 6779).

Syarah Hadits
Agama Islam adalah agama yang sempurna, mudah dan mengatur hubungan antara manusia dengan Khâliq (Allâh) Azza wa Jalla serta mengatur hubungan antara manusia dengan manusia dan makhluk lainnya.

Islam mengatur mu’âmalah (intraksi) manusia dengan peraturan terbaik. Agama Islam mengajarkan adab dan mu’amalah yang baik dalam semua transaksi yang dibenarkan dan disyari’atkan, misalnya dalam transaksi jual beli, sewa menyewa, gadai termasuk dalam transaksi pinjam meminjam atau utang piutang yang akan kita bicarakan.

Utang piutang adalah mu’âmalah yang dibenarkan syari’at Islam. Mu’âmalah ini wajib dilaksanakan sesuai syari’at, tidak boleh menipu, tidak boleh ada unsur riba, tidak boleh ada kebohongan dan kedustaan, dan wajib diperhatikan bahwa utang wajib dibayar.

Utang-piutang banyak dilakukan kaum Muslimin, tetapi dalam prakteknya banyak yang tidak sesuai dengan syari’at. Fakta seperti ini wajib diluruskan, terutama bagi para penuntut ilmu dan para da’i.

Yang wajib diperhatikan oleh kaum Muslimin dan Muslimat, terutama para penuntut ilmu bahwa utang dibolehkan dalam syari’at Islam, tetapi wajib dibayar. Oleh karena itu, setiap utang piutang harus dicatat atau ditulis nominal serta waktu pelunasannya.

 

Ini sebagai janji dan janji wajib ditepati. Kalau belum mampu bayar, maka sampaikanlah kepada yang memberi hutang bahwa kita belum mampu bayar pada hari atau pekan ini atau bulan ini dan minta tempo lagi, agar diberi kelonggaran waktu pada hari, atau pekan, atau bulan berikutnya.

Yang wajib diingat oleh setiap Muslim dan Muslimah bahwa utang wajib dibayar dan kalau tidak dibayar akan dituntut sampai hari Kiamat. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mau menshalatkan jenazah seorang Muslim yang masih memiliki tanggungan hutang dua dinar sampai hutang itu dilunasi.

Seorang yang wafat maka yang pertama kali diurus adalah membayarkan utang2nya meskipun itu menghabiskan seluruh hartanya dan tidak meninggalkan warisan. Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman : “…Setelah (dipenuhi wasiat) yang dibuatnya atau (dan setelah dibayar) utangnya…” [an-Nisâ’/4:11]

“…Setelah (dipenuhi wasiat) yang dibuatnya atau (dan setelah dibayar) utangnya dengan tidak menyusahkan (kepada ahli waris). Demikianlah ketentuan Allâh…” [an-Nisâ’/4:12]

Tentang makna hadits di atas, “Jiwa seorang mukmin itu ter-katung2 dengan sebab utangnya sampai hutang dilunasi”, Imam ash-Shan’ani RA berkata, “Hadits ini menunjukkan seseorang akan tetap disibukkan dengan utangnya walaupun ia telah meninggal dunia.

 

Hadits ini menganjurkan agar kita melunasi utang sebelum wafat. Hadits ini juga menunjukkan bahwa utang adalah tanggung jawab berat. Jika demikian halnya maka alangkah besar tanggung jawab orang yang mengambil barang orang lain tanpa izin, baik dengan cara merampas atau merampoknya.”[1]

Imam al-Munâwi RA berkata, “Jiwa seorang mukmin, maksudnya: ruhnya ter-katung2 setelah kematian karena utangnya. Maksudnya, ia terhalangi dari kedudukan mulia yang telah disediakan untuknya, atau (terhalang) dari masuk surga bersama rombongan orang-orang yang shalih.”[2]

Syaikh al-‘Utsaimin RA berkata, “Yakni, jiwanya ketika di dalam kubur tergantung pada utang dirinya sea-akan2 –wallaahu a’lam- merasa sakit karena menunda penyelesaian utangnya. Dia tidak merasa gembira dan tidak lapang dada dengan kenikmatan untuknya karena dirinya masih mempunyai kewajiban membayar utang. Oleh karena itu kita katakan: Wajib atas para ahli waris untuk segera dan mempercepat menyelesaikan utang-utang si mayit. [3]

Masalah utang dibenarkan dalam syari’at Islam. Sebagai Muslimin kita wajib hati2, karena banyak orang yang meremehkan utang, padahal utang adalah masalah besar, menyangkut agama, kehormatan, rumah tangga, dan dakwah. Bagi yang tidak membayar atau tidak melunasinya diancam tidak masuk Surga.

Nabi SAW selalu berdo’a agar telindung dari utang. Dari ‘Aisyah RA bahwa Rasûl SAW berdo’a dalam shalatnya: Ya Allâh aku berlindung kepada-Mu dari adzab kubur, aku berlindung kepadamu dari fitnah al-Masih ad-Dajjal, dan aku berlindung kepada-Mu dari fitnah hidup dan fitnah mati. Ya Allâh, aku berlindung kepada-Mu dari dosa dan utang

Ada seorang yang bertanya kepada beliau, “Mengapa engkau sering kali berlindung kepada Allâh dari utang?” Beliau menjawab :  Apabila seseorang terlilit utang, maka bila berbicara ia akan dusta dan bila berjanji ia akan pungkiri [4]

Dari Abu Hurairah RA bahwa Rasûl SAW berdiri di hadapan para Shahabat dan berbicara kepada mereka bahwa jihad di jalan Allâh dan iman kepada Allâh adalah amal yang paling utama. Lalu seorang laki-laki berdiri dan berkata :

Wahai Rasûl. Bagaimana menurutmu jika aku gugur di jalan Allâh, apakah dosa2ku akan terhapus?” Rasûl SAW menjawab, “Ya, asalkan engkau gugur di jalan Allâh dalam keadaan sabar dan mengharapkan pahala, maju ke medan perang dan tidak melarikan diri.”

 

Rasûl SAW berkata, “Apa yang engkau katakan tadi?” ia mengulanginya, “Bagaimana menurutmu jika aku gugur di jalan Allâh, apakah dosa2ku terhapus?” Rasûl SAW menjawab, “Ya, asalkan engkau gugur di jalan Allâh dalam keadaan engkau sabar dan mengharapkan pahala, maju ke medan perang dan tidak melarikan diri, kecuali utang, karena itulah yang disampaikan Malaikat Jibril kepadaku.”[5]

Dari Muhammad bin Jahsy RA, ia berkata, “Pada suatu hari kami duduk bersama Rasûl sedang menguburkan jenazah. Beliau menengadahkan kepala ke langit kemudian menepukkan dahi beliau dengan telapak tangan sambil bersabda :

‘SUBHÂNALLÂH, betapa berat ancaman yang diturunkan.’ Kami diam namun kami terkejut. Keesokan harinya aku bertanya kepada beliau, ‘Wahai Rasûl! Ancaman berat apa?’ Beliau menjawab,

 

‘Demi Allâh yang jiwaku di tangan-Nya, seandainya seorang laki2 terbunuh fii sabiilillaah kemudian dihidupkan kembali kemudian terbunuh kemudian dihidupkan kembali kemudian terbunuh sementara ia punya utang, maka ia tidak akan masuk surga hingga ia melunasinya.’” [6] –(Agus Suryono; dari grup FB-ILP; Sumber: https://almanhaj.or.id/3350-ruh-seorang-mukmin-tertahan-pada-hutangna)-FR

Tulisan Lainnya :

  • Tidak ditemukan tulisan
Tags

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *




Enter Captcha Here :

Back to top button
Close
Close