Romansa Inang Inang
(m.mediaindonesia.com)-MEMBAHAS Belitung nan eksotis, tak adil nian hanya tahu pariwisatanya yang bikin laris. Nyatanya, banyak keindahan seni yang tak boleh luput dari mata para turis.
BILA berbicara Pulau Belitung pada teman dan famili, terbesit di benak kita tempat terkenal sekaligus fenomenal karena jadi lokasi film Laskar Pelangi, atau keelokan2 pantai nan aduhai dibalut alunan sunyi.
Pulau yang menyimpan eksotisme ini memiliki kesenian indah, tak kalah dengan pesona alam yang jadi andalan. Kesenian gambus salah satu kesenian khas di Kab-Belitung Timur, (di Desa Batu Penyu). Ada 4 macam kesenian gambus di Desa ini, yakni Gambus Sayang De Sayang, Gambus Kijang Lage, Gambus Inang-Inang, dan Gambus Kreasi.
Gambus Inang2 unik ketimbang kesenian gambus lain karena berbentuk vokal dengan iringan alat musik gambus dan dimainkan 2 orang bersamaan pada satu alat musik gambus. Permainannya dengan cara dipetik dan dipukul berbarengan. Pemain sebagai pemetik gambus juga sebagai penyanyi, yang satu lagi sebagai pemukul gambus menggunakan penyaca.
Penyaca ialah alat pukul terbuat dari rotan dan dibentuk ujungnya menggunakan api dan berbentuk setengah oval. Penyaca terbuat dari rotan karena memiliki tekstur lentur dan ringan sehingga ketika dipukul menghasilkan suara bagus. Senar yang dipukul dengan penyaca bertujuan menggandakan suara senar dan memberi pola ritmis pada permainan Gambus Inang2.
Alasan kesenian Gambus Inang2 dimainkan 2 orang bersamaan ialah menuntut kekompakan kedua pemain. Pak Yuhansyah, pemukul senar Gambus Inang2 (lahir, 25/11/1964), mengatakan, tiap peran dalam permainan Gambus Inang2 penting. Terutama menyanyikan lagu Inang2.
Sebagai bentuk kesenian rakyat, Gambus Inang2 menggambarkan kehidupan zaman dulu. Lirik bahasa Belitung asli mengandung ungkapan perasaan terdalam dan irama yang dimainkan pelan, halus, mengalun, dan sendu. Berikut lirik dari lagu Inang2 yang sudah diterjemahkan.
Inang-inang….
Aduh kenapa Inang2 menangis
Inang2….
Kenapa ayahmu sendirian, ibu tidak pulang, ayahmu tidak ada yang perhatian
Nanti ayahmu dibawa pulang
Asal mula
“Kesenian Gambus Inang2 ini yang kami tahu, awalnya dari kebiasaan orang Belitung kalau di hutan rimba membuat ladang karena sepi sekali. Diawali dari keluarga, sepasang suami istri yang tiap hari aktif di ladang. Suatu hari, istrinya ini sering berdiam diri di tepi ladang tanpa minta izin suaminya. Jadi, suaminya ini sering merasa kehilangan istrinya karena tak tahu pergi ke mana,”
cerita dari Pak Yuyu, sapaan Pak Yuhansyah, ketika dihubungi Media Indonesia. Suatu hari si istri mendengar alunan syahdu dan mendayu ketika berdiam diri. Ia suka alunan itu walau entah siapa yang memainkannya, seperti mistis. Sang suami yang memperhatikan sejak lama ke mana perginya istri, tahu istrinya sering berdiam diri di tepi ladang dengan pohon besar untuk bersandar.
Suami sadar istrinya menyukai alunan itu dan ia membuatkan alat musik (gambus) untuk menyeimbangi dan mempelajari dari alunan mistis itu. Ia akhirnya memainkan alunan mistis itu kepada istrinya agar sang istri tidak pergi berdiam diri lagi. Alunan syahdu dan mendayu itu ada yang berbentuk suara “he, he, he, he”. Suara itulah asal muasal irama Gambus Inang2.
Usut punya usut, inang2 juga asal dari kata inang (bahasa Belitung artinya pengasuh). Hal itu berkaitan sejarah Gambus Inang2. Karena suami begitu perhatian pada istrinya agar tak berdiam diri lagi, ia ingin merawat istri agar tak menyendiri dengan memainkan alunan syahdu dan mendayu. Kesenian Gambus Inang2 juga sebagai bentuk ungkapan hati laki-laki kepada pujaan hatinya.
Merawat tradisi
Kesenian Gambus Inang2 sampai kini, hanya Yuyu dan Sapri Sahari (satu2nya pasangan Yuyu pemetik senar dan penyanyi Gambus Inang2) yang ahli memainkannya. Sapri, 61, mempelajari vokal Gambus Inang2 secara autodidak dan mengenal kesenian ini saat usia (22).
Mereka generasi ketiga pemain kesenian Gambus Inang2 setelah Kik Gumbai dan Kik Mutot. Pada Kik Mutot-lah Sapri Sahari belajar Gambus Inang2 dan Yuyu mempelajarinya dari Sapri Sahari. Kini kondisi kesehatan beliau makin menurun dan hanya Pak Yuyu yang ‘diwariskan’ menceritakan sejarah dari kesenian ini.
Dari dulu hingga kini, kesenian Gambus Inang2 digunakan masyarakat desa sebagai sarana pertunjukan kegiatan upacara adat di Desa Batu Penyu, Belitung Timur. Salah satunya Upacara Maras Taun (selamatan tahun) yang diselenggarakan sebagai hiburan rakyat. Maras Taun dimaknai perwujudan syukur kepada Allah SWT.
Kesenian Gambus Inang2 mengalami perkembangan dan tak hanya berupa pengungkapan perasaan ke pujaan hati, tapi juga berupa petuah yang disesuaikan dengan permintaan dari acara yang didatangi.
“Dalam Gambus Inang2 ini pesan yang terkandung juga berisi nasihat dan berkaitan dengan agama. Disesuaikan misalnya di suatu tempat ingin membawakan irama ini dengan lagu2 bernuansa agama atau nasihat,” pungkas Yuyu.
Gambus Inang2 mulai diperkenalkan pada generasi muda dan dibantu penyosialisasiannya dengan dinas terkait. Tapi banyak yang belum selihai Yuyu-Sapri, dan selalu mengandalkan mereka memainkannya. Belum lagi kondisi mereka yang mulai dimakan usia.
Terakhir, kesenian tradisi yang sarat sejarah dan romansa itu perlu dijaga-dilestarikan. Khususnya pada generasi muda dengan segala sifat ketrengginasan. Jangan sampai ketika harta yang jadi warisan, justru lenyap ditelan kemusnahan, atau diklaim negara lain yang tak tahu malu dan aturan.
Saat itu tiba, malah baru merasa perlu untuk diperjuangkan. Tradisi itu kekayaan, tradisi itu kebanggaan, bukan sesuatu yang mesti ditinggalkan. (M-4; Penulis: Marwan Fitranansya; Bahan dari : http://m.mediaindonesia.com/read/detail/220417-menyelami-romansa-inang-inang)-FatchurR *