Selingan

Wayang Gatutkaca(22)-Mengunduh buah pekerti

Cantrik Janaloka mengajak semua istirahat dulu. Menata napas, mengembalikan tenaga yang terkuras selama perjalanan dan ditambah bertempur melawan harimau. Sekaligus untuk mengobati yang terluka, dengan mengambil tanaman2 obat yang tumbuh liar di hutan itu.

Cantrik Janaloka duduk selonjor di bawah pohon besar, di akar2nya yang besar, badannya disandarkan di batang pohon itu. “ Pergiwa dan Pergiwati, tolong dong saya dipijitin. Ini badan sakit semua”, kata Cantrik Janaloka.

“ Iih, minta pijit segala. Bukankah kamu yang melayani kami? Nanti Eyang Begawan Sidik Wacana bisa marah lho”, jawab Dewi Pergiwa yang lebih besar daripada Pergiwati.
“ Bukankan tadi kamu sudah berjanji mau jadi istriku?”, jawab Cantrik Janaloka.
“ Atau aku tinggal pergi saja? Nggak tanggung jawab kalau ada binatang buas datang lagi, seperti babi hutan, ular dan sebagainya”, kata Cantrik Janaloka menakuti.
Maka dengan ber-sungut2 Dewi Pergiwa memijat punggung Cantrik , sedang Dewi Pergiwati memijat tangannya. Cantrik Janaloka merasa bahagia, bisa dirawat kedua putri cantik itu. Niatnya mengantar ke ayahanda kedua putri itu bergeser, lupa tugas utamanya.

Banyak orang berjanji muluk2 mendapat kepercayaan, namun di perjalanan sering tak tahan godaan dan lupa tugas utama yang diembannya. Belum lama istrirahat, tiba2 burung2 di atas pohon beterbangan serentak. Tupai juga berlarian dan melompat dari dahan ke dahan lain. Binatang2 kecil seperti musang juga berlarian melewati mereka yang beristirahat.

Binatang2 itu ketakutan sebab ada puluhan orang lewat dan mengganggu binatang2 itu. Mereka yang  beristirahat saling berpandangan. Ada apa ini? Tak lama beberapa orang muncul dari balik gerumbul pepohonan. Dari pakaiannya yang bagus2, nampak mereka para pejabat istana. Cantrik Janaloka dan cantrik lain bersiap, mereka mengelilingi Dewi Pergiwa dan Dewi Pergiwati dalam rangka melindungi.

Orang2 yang datang itu semua berebutan mencoba melihat wajah ke-2 gadis cantik itu. Cantrik2 mereka sibakkan agar bisa memandangi kedua gadis itu lebih seksama. Para cantrik berusaha melindungi kedua gadis dengan menghalangi mereka. “ Sabar2, Ki Sanak, anda semua siapa dan apa perlunya kok menganggu kami yang istirahat”, kata Cantrik Janaloka.

Orang2 itu mengendorkan kepungannya. Salah satunya berkata. “Kami ini keluarga Kurawa dari negara Hastina Pura berpatroli keamanan. Ketahuilah hutan ini termasuk wilayah kerajaan Hastina. Artinya kalian melewati hutan ini tanpa izin. Jadi kalian harus dihukum. Ada perlu apa kalian sebenaranya? ”.

“ Perkenalkan kami dari pertapaan Andong Suwiwi. Kami mau antar ke-2 putri ini ke Kasatrian Madukara, menemui Raden Arjuna ayahnya”, jawab Cantrik Janaloka. “Karena itu kami mohon izin lewat dan mohon ditunjukkan arah ke Kesatrian Madukara”.
“ Wah2, anaknya Arjuna. Pantes cantik2”, kata salah satu dari mereka.
“ He he he, agak hitam tapi manis”, kata yang satu lagi. Orang2 itu pada memuji seraya meng-aggguk2 kan kepala dan tersenyum.Tindak tanduk mereka nampak kurang sopan dan kasar. “ He, kalian jangan ribut”, kata orang yang nampaknya dituakan. Terbukti orang2 Hastina itu seketika diam.
“ Bagus kalau kedua anak ini putrinya Arjuna”, kata orang itu.

“Perkenalkan kami ini dari Hastina pura, saya Patih Sengkuni, patih dari kerajaan besar, Hastina Pura”, katanya ke rombongan cantrik itu.
“ Kalau begitu kita boyong mereka ke Hastina dikawinkan dengan Raden Lesmana Mandrakumara yang belum punya istri”, kata orang itu (Patih Sengkuni) dari Kerajaan Hastina Pura. Yang lain mengagguk.

“ Tidak bisa!”, kata Cantrik Janaloka.
“ Kenapa tidak bisa? Mereka akan kami kawinkan dengan putra mahkota Hastina Pura. Justru kami ingin mengangkat derajat kedua purtri ini”, kata Patih Sengkuni.
“ Tidak bisa. Kedua putri ini sudah jadi istriku”, kata Cantrik Janaloka.

“ Ha ha ha . .”, para Kurawa tertawa.
“ Begini”, kata Patih Sengkuni
” Kami minta baik2 kedua putri ini. Kalau tidak diberikan, ya kami minta paksa” kata Patih Sengkuni.

Mereka terlibat adu mulut dan terjadi pertempuran antara cantrik dengan Kurawa. Karena kalah jumlah dan olah tata keprajuritan, maka kelihatan para cantrik mulai terdesak. Cantrik Janaloka yang gagah berani mempertahankan kedua putri yang kini diakuinya istrinya itu gugur tertusuk senjata tajam.

Kini cantrik2 panik, sebab ketuanya yang dibanggakan gugur. Sekalipun mereka menilai itu  mengunduh atau memanen tindakan sendiri, sebab di awal Cantrik Janaloka berjanji tidak berbuat macam2, namun dia lupa dan berpikir keuntungan diri dari tugas yang diemban. Mengunduh buah pekerti.

Saat itu Dewi Pergiwa – Dewi Pergiwati mulai ketakutan, sebab Kurawa itu omongan dan tindakannya kasar. Mereka mau dipaksa diajak ke Hastina dan akan dikawinkan putra mahkota. Tapi kesan pertama pada Kurawa itu memberi gambaran Hastinapura tentu dielola orang2 kasar seperti para Kurawa itu. Antipati telah menjalar ke tubuhnya, ke urat nadinya.

Kini, Dewi Pergiwa dan Dewi Pergiwati tidak berdaya, sebab cantrik2 nampak tak mampu melawan para prajurit dan keluarga Hastina itu. Mereka nampak makin terdesak. Maka yang bisa dilakukan menangis dan mohon pertolongan dewa.

Tawa kemenangan para Kurawa terhadap para cantrik, justru membuat hati kedua putri cantik itu semakin tercabik. Hati yang memang sejak mereka masih kecil sangat dekat dan lekat dengan para cantrik yang telah mengasuh mereka. Kalau para cantrik itu kalah dan terbunuh, bagaimana nantinya dengan nasib mereka berdua? Itu yang mereka pikirkan. Sungguh hal yang sangat menakutkan. Bersambung Jum’at depan……..;  (Widharto KS-2017; dari grup FB-ILP)-FR

Catatan : Pekerti = perbuatan

Tulisan Lainnya :

  • Tidak ditemukan tulisan
Tags

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *




Enter Captcha Here :

Lihat Juga
Close
Back to top button
Close
Close