Iptek dan Lingk. Hidup

4 G masih sebatas wacana

Implementasi teknologi 4G di Indonesia masih mengalami banyak hambatan. Bukan hanya regulasi, pilihan frekuensi, dukungan ekosistem, refarming, dan lainnya menjadi ganjalan. Mengapa?

Belum ada tidakan konkret dari pemerintah karena sampai kini LTE menjadi wacana. Di tengah dominasi komunikasi data (data sentris), penerapan teknologi yang dapat mengatasi kelemahan dalam kecepatan, efisien penggunaan spektrum, dan peningkatan kapasitas untuk pengguna mobile teknologi long term evolution (LTE/4G) dipercaya menjadi solusi.

Teknologi LTE mendesak untuk diimplementasikan karena jika tidak Indonesia akan tertinggal dengan negara lain. Teknologi ini dipercaya akan membawa dampak ekonomi yang luas jika dipakai untuk keperluan produktif.

Alcatel Lucent 9900 Wireless Network Guardian menyebutkan jaringan LTE memiliki kecepatan 7 kali lebih cepat dibandingkan 3G. Penggunaan data per pelanggan setiap hari dapat mengalami peningkatan 168 persen, sinyal lebih kuat, dan waktu sesungguhnya yang digunakan telepon nirkabel (airtime) meningkat 26 persen.

Padahal, menurut data Alcatel Lucent, dengan LTE, pengguna dapat menikmati sebanyak 46 megabit per hari. Bandingkan dengan 3G yang pengguna hanya dapat menikmati 17 megabit per hari. Aplikasi video misalnya dengan 3G hanya mampu sampai 14,5 megabit per hari, sementara LTE 21,4 megabit per hari.

“Di era data centric seperti sekarang pengguna membutuhkan lebih banyak data untuk berkomunikasi,” ujar Direktur Urusan Publik Alcatel Lucent Indonesia, Guillaume Mascot, pada sebuah diskusi soal LTE di Jakarta, Selasa (16/7).

Mascot menambahkan pada sisi konsumer LTE memungkinan aplikasi untuk kendaraan, multipihak dalam percakapan video, game bergerak, monitor video secara bergerak, dan lainnya. Dari sisi enterprise memungkinkan keamanan data service, dilakukan percakan video secara bersama dari berbagai tepat, penyurvaian (surveilance), mendukung machine to machine M2M, dan lainnya secara lebih baik.

LTE dengan rentang bandwith 1,4 MHz hingga 20 MHz memberikan pilihan efisiesi bagi operator. Dengan teknologi MIMO maka LTE dapat dapat menghasilkan frekuensi yang efisien yaitu dengan mengirimkan informasi yang sama dari dua atau lebih pemancar terpisah kepada sejumlah penerima.

Ketum Masyarakat Telematika, Setyanto P Santoso, mengatakan idealnya di tengah komunikasi data yang meningkat penggunaan internet 60% adalah fixed broadband dan 40% nirkabel. Pembangunan fixed broanband masih minim dan selama ini hanya Telkom yang melakukan atas biaya sendiri.

Di tengah dominasi akses nirkabel untuk mengatasi masalah konektivitas maka LTE menjadi jalan prioritas kalau operator ingin meningkatkan kecepatan, kapasitas data, dan efisiensi spektrum. “LTE menjadi obat penawar bagi operator di tengah trafik yang terus meningkat, namun pendapatan cenderung menurun,” ujarnya pada kesempatan yang sama.

Dengan teknologi yang ada operator seluler tidak mampu mengatasi beban trafik jaringan yang meningkat pesat padahal jumlah pengguna internet, menurut Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), baru 63 juta dari 247 juta penduduk. Di tengah minimnya infrastruktur broadband dari serat optik maka LTE menjadi keharusan untuk segera diimplementasikan.

Siapkan Perangkat
VP Network Planning & Deploymen Telkomsel, Hanang Setiohargo, menuturkan LTE harus segera diimplemetasikan. Saat ini, dari 121 juta pelanggan Telkomsel, 430.000 pelanggan telah menggunakan perangkat yang bisa digunakan untuk LTE.

Jika LTE diimplementasikan maka trafik data Telkomsel akan naik 40 kali lipat dari saat ini atau mencapai 70 petabit per tahun. Pada 2022 diperkirakan trafik data Telkomsel akan mencapai 1.800 petabit per tahun. “Kita harapkan implementasinya secepatnya dilakukan,” ujar dia.

Menurut Head of Technology Planning XL, Rahmadi Mulyohartono, LTE sebenarnya kurang didukung dengan perangkat. Saat ini teknologi handset yang dimiliki oleh pelanggan kebanyakan masih 2G. Banyak ponsel yang masuk ke Indonesia dengan teknologi 2G yang kurang mendukung penetrasi 3G apalagi 4G.

Bahkan, jaringan 3G yang dimiliki oleh XL saat ini baru terpakai antara 20-30 persen saja. Namun, dengan harga perangkat seluler yang semakin murah, Rahmadi yakin tidak lama lagi penetrasi 3G akan meningkat tajam.

Implementasi LTE mudah. Perlu menyiapkan banyak hal agar teknologi ini dapat segera diterapkan. Staf Ahli Menkominfo, Kalamullah Ramli, mengatakan implementasi LTE perlu lebar pita 20 MHz untuk masing-masing operator.

 

Padahal, katanya, pada spektrum 1.800 MHz hanya ada dua operator yang memiliki kriteria tersebut yaitu Indosat pada 20 MHz dan Telkomsel 22,5 MHz. “Masalahnya keduanya pun tidak contiguous jadi terhambat juga,” ujarnya.

Kalamullah menambahkan spektrum 700 MHz dapat menjadi solusi telekomunikasi di perdesaan, sedangkan 2,6 GHz dapat menjawab kebutuhan layanan broadband di perkotaan. Oleh karenanya, perlu dipikirkan apa yang sebaiknya digunakan sekarang ini.

Namun di tengah rakusnya (greedy) penggunaan data, terutama aplikasi video dan game, membuat terjadi krisis spektrum. Menurut Direktur Telekomunikasi Kominfo, Ismail, LTE tidak dapat mengatasi keterbatasan semakin tingginya penggunaan spektrum dan cara mengatasinya adalah dengan rencana pembangunan (broadband plan).

LTE sebagai bagian dari pembangunan jaringan broadband saat ini sedang disusun regulasinya. Pemerintah saat ini sedang menyusun regulasi dengan mempertimbangkan biaya migrasi serta kesiapan terkait dengan keamanan jaringan, meski tidak mau menyebutkan kapan akan selesai.

Selain itu, sistem keamanan telekomunikasi yang sudah menggunakan full IP (internet protocol) adalah hal penting karena komunikasi sekarang menggunakan IP yang berpotensi terkena serangan penjahat cyber. Jaringan kabel laut ke Singapura yang sering hilang dicuri harus dicarikan alternatif.

 

Jangan sampai ketika kabel ini terputus maka jaringan di Indonesia bisa mati semua dan ini sangat berbahaya. “Telekomunikasi sudah sama kritis seperti air minum dan perbankan,” katanya. (hay/E-6)

Perlu Dukungan Teknologi Perangkat Bergerak
Salah satu masalah dalam pelaksanaan teknologi generasi 4 (4G) yang disebut dengan Long Term Evolution (LTE) adalah pilihan frekuensi yang pas. Setiap pilihan memiliki kelebihan dan mengandung konsukuensi tersendiri sehingga perlu dicarikan solusi yang paling menguntungkan.

Chief and Strategy Planning Officer Indosat, Prasant Gokarn, menjelaskan frekuensi 2.300 Mhz saat ini telah siap diimplementasikan. Frekuensi ini juga memiliki kapasitas besar sehingga cocok dipakai untuk wilayah perkotaan.
Namun, frekuensi 2.300 Mhz, menurut Prasant, mengandung kelemahan. Frekuensi ini tidak didukung dengan ekosistem dunia. Selama ini, frekuensi 2.300 MHz dimanfaatkan untuk teknologi Wimax yang aksesnya menggunakan dongle atau modem, bukan ponsel pintar.

“Oleh karena itu, perlu banyak belajar dari penerapan negera lain. Pasalnya, kalau tidak dudukung dengan perangkat handset, maka pemilihan frekuensi ini hanya akan sia-sia,” ujar Prasant di Jakarta, Selasa (16/7).
Frekuensi 1.800 Mhz, menurut Prasant, sangat potensial untuk dipakai. Apalagi frekuensi ini didukung oleh ekosistem LTE di dunia. Sebanyak 38 jaringan di dunia dan dan 26 ponsel pintar di dunia telah menggunakan frekuensi ini.

Sayangnya, frekuensi 1.800 MHz masih digunakan untuk teknologi 2G oleh lima operator seluler, yakni Telkomsel, Indosat, XL Axiata dan Axis Telecom Indonesia (Axis), serta PT Hutchison CP Telecommunications sehingga perlu penataan ulang.

Untuk 700 MHz yang saat ini dipakai TV analog akan menjadi digital dividen yang berpotensi dipakai LTE. Frekuensi 700 Mhz memiliki kelebihan dalam jangkauan namun lemah dalam kapasitas. Frekuensi ini cocok untuk telekomunikasi masyarakat desa dan pulau dengan penduduk yang masih jarang, misalnya di Papua, Kalimantan, Nusa Tenggara, dan Maluku.

Untuk pembangunan infrastruktur frekuensi 700 Mhz, kata dia, tidak perlu alokasi belanja modal yang besar karena jumlah base transceiver station (BTS) hanya enam kali lebih sedikit dibandingkan dengan frekuensi umumnya.

Kepala Subdit Alokasi Spektrum Dinas dan Bergerak Kemkominfo, Denny Setiawan, mengatakan yang paling ideal dipakai untuk LTE adalah 1.800 Mhz. Frekuensi ini didukung dengan ekosistem perangkat dan aplikasi sehingga sangat layak untuk dipilih meski tidak saling berdampingan (contiguous).

Jika siap, dalam aturan implementasi LTE nantinya harus memenuhi syarat Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) 30% untuk tahun pertama. Lima tahun selanjutnya harus memenuhi TKDN sebanyak 50 persen untuk perangkat keras. “Syaratnya harus berbahasa Indonesia dan hardware harus bagus,” ujar Denny. (hay/E-6; http://koran-jakarta.com/index.php/detail/view01/124338) – FatchurR

Tulisan Lainnya :

  • Tidak ditemukan tulisan
Tags

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *




Enter Captcha Here :

Back to top button
Close
Close