Psikologi

Perlunya cerdas EQ

Semakin hari dunia terasa semakin tua dan makin penuh ketidakpastian, termasuk masalah MP yang rendah. Ini membuat tidak sedikit yang stres dan tidak tahan menghadapinya. Mengantisipasinya, perlu kapasitas pribadi yang memadai untuk bisa menghadapi kondisi sesulit apa pun menjadi lebih baik.

 

Saya ingin mengetengahkan tentang EQ (Emotional Quality – bukan Emotional Quotient). Saat situasi tidak pasti ini emosi sering menjadi mudah meledak dan labil, karena itu dibutuhkan orang yang punya kualitas emosi prima untuk membuat suasana kondusif. Sebagai penyeimbang, dibutuhkan pula SQ (Spiritual Quality).

 

Anthony Robbins dalam buku best sellernya yang berjudul Awaken Giant Within menuliskan tentang 5  pokok permasalahan hidup yaitu : Mengendalikan emosi; Mengendalikan fisik; Mengendalikan hubungan; Mengendalikan keuangan dan Mengendalikan waktu

 

Tulisan ini membahas lebih dalam tentang mengendalikan emosi. Sering kali orang menjadi salah kaprah tentang EQ dan SQ yang tinggi. Sebagian berpendapat, orang yang EQ tinggi berarti orang itu tidak pernah marah. Padahal pendapat ini keliru besar.

 

EQ dan SQ tinggi dan rendah dapat dilihat ketika suasana memanas, orang yang bisa dengan mudah mengatakan ”Anjing! Goblok ! Stupid! dan kata-kata ’kebun binatang’ lainnya bisa dipastikan memiliki kecerdasan emosi yang rendah.

 

Yang EQ dan SQ tinggi, ketika marah, dia dapat mengontrol perilaku dan kata-kata yang dikeluarkan sehingga mengena pada masalah yang akan dibereskan. Misalnya dengan kata-kata ”Saya tidak suka dengan sikap kamu ketika menghadapi pelanggan tadi ….seharusnya….,”

 

Jadi jelas, orang yang ber EQ-tinggi bisa marah. Hanya kemarahan itu diungkapkan pada konteks untuk menegur dan memperbaiki yang tidak tepat menjadi lebih baik. Sementara yang berEQ rendah mudah meledak, kata-katanya tidak terkontrol, cenderung melukai hati orang lain dan menimbulkan dendam.

 

Bila Anda menyimak berita seorang guru OR di sebuah SMTP di Sukabumi yang tega menusuk muridnya hingga muridnya ini meregang nyawa dalam perjalanan ke rumah sakit. Ini karena sang guru tidak dapat mengendalikan diri akibat sering menerima ejekan dari muridnya itu yang menjadi tetangganya.

 

Seandainya, guru ber-EQ dan SQ cerdas tak harus sakit hati dan melampiaskan dengan membabi buta, guru ini bisa saja memanggil muridnya, membereskan masalah, dan menyadarkan sang murid, kata-kata yang dilontarkannya tidak pantas dan menyakitkan. Seorang yang EQ dan SQ-nya cerdas akan :

 

ü  Selalu bersemangat termasuk ketika lingkungan pekerjaannya sedang mengalami demotivasi atau berprinsip RMS (Rajin Malas Sama saja) atau prinsip yang penting kerja dan akhir bulan gajian.

ü  Selalu berpikir progresif supaya pikiran dan perasaannya tidak memiliki kebuntuan dan kejenuhan.

ü  Proaktif melakukan hal2 bermanfaat bagi diri, rekan sekerja, atasannya atau sesama pensiunan.

 

ü  Bersikap positif, tidak mudah sakit hati kepada siapapun yang bertindak berlebihan dan cenderung melukai. Napoleon Hill pakar motivasi mengatakan, ”Tak seorang pun yang bisa menyakiti Anda jika tidak Anda izinkan.” Pengertiannya, ketika Anda ditegur keras oleh siapapun, maka Anda hanya akan mengambil poin pembelajarannya bukan makian-makin kasar yang dilontarkannya.

 

ü  Selalu mengisi hari-harinya bukan hanya untuk mengumpulkan harta duniawi saja tetapi juga mengumpulkan pahala untuk bekal di kehidupan nanti.

 

Pengalaman di lapangan, acap front-liner, sales people belum memiliki aspek itu secara memadai hingga mudah burn-out, mudah tersulut emosinya menghadapi pelanggan yang sulit. Keadaan akan menjadi lebih mudah ketika saya mengajak mereka melakukan refleksi diri dan latihan mengembangkan empati.

 

Saya mengajak mereka membalancing pikiran, fisik, dan kerohanian lebih dulu dan baru dibekali ilmu berempati. Mereka lebih mudah memahami, pelanggan yang marah ketika berhadapan dengan mereka bisa jadi karena bermasalah sebelum berhubungan dengan mereka, sehingga ketika ada sedikit saja masalah yang tidak berkenan bisa membuat mereka meledak.

 

Dengan latihan empati, mereka bisa menerima reaksi pelanggan, dan tidak menjadikan mereka reaktif melainkan responsif berfokus pada solusi terbaik bukan fokus pada makian dan sikap customer para pelanggannya, bahkan beberapa menjadikan hal itu tantangan ketika saya katakan ” kecerdasan emosi Anda jempolan, pahala Anda banyak ketika bisa membuat pelanggan yang marah mereda kemarahannya bahkan bisa keluar dari ruangan Anda dengan senyum manis”.

 

Hasilnya para front liner dan sales people yang mau mengembangkan EQ sungguh-sungguh menjadi lebih ’happy’ menjalankan pekerjaan mereka. Dengan EQ yang cerdas hubungan antar departemen pun menjadi lebih harmonis sehingga suasana kerja lebih menyenangkan dan produktivitas lebih meningkat.

 

Saya berharap Anda bisa mengambil makna pembelajarannya, mari kita menjadikan setiap hari yang kita jalani sebagai anugerah Tuhan, dan mengisi dengan hal-hal yang berkualitas, supaya hidup menjadi lebih hidup. (Liliana Wahyudi adalah seorag Trainer Soft Skills yang mulai menekuni dunia pelatihan sejak tahun 1997. Ia dapat dihubungi di email : lilianawhyd@yahoo.com /lilianaw@cienliliana.com

atau website: www.cienliliana.com dan http://www.andaluarbiasa.com/eq-di-dunia-kerja)-FatchurR

Tulisan Lainnya :

  • Tidak ditemukan tulisan
Tags

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *




Enter Captcha Here :

Lihat Juga
Close
Back to top button
Close
Close