Opini dan sukses bisnis

Saatnya investor lokal masuk pasar

Jakarta – Ketidakpastian global mengempaskan harga saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) dan nilai tukar rupiah. Selama Januari-21 Agustus 2015, indeks harga saham gabungan (IHSG) terpangkas 17,05 persen atau 21,5 persen sejak menyentuh rekor tertinggi 7 April lalu.

 

Nilai kapitalisasi pasar tergerus Rp 1.076 triliun sejak 7 April. Dana asing pun keluar dari pasar saham domestik seperti terlihat pada nilai jual bersih investor asing (foreign net sell) saham yang sudah mencapai Rp 4,38 triliun secara year to date (ytd).

 

Seiring maraknya dana asing yang keluar dari pasar saham domestik dan anjloknya IHSG, nilai aset saham investor asing juga turun. Data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) menunjukkan, nilai aset saham investor asing per Januari 2015 mencapai Rp 1.882 triliun, pada Juli menjadi Rp 1.758 triliun (turun Rp 124 triliun). Sedangkan nilai aset saham investor lokal turun Rp 55 triliun dari Rp 1.045 triliun menjadi Rp 990 triliun. Jika dihitung sejak Maret 2015 sebagai puncak tertinggi nilai aset saham investor asing yang mencapai Rp 2.021 triliun, berarti nilai saham asing turun Rp 263 triliun.

 

Penurunan nilai aset terjadi pula pada industri reksa dana sejak tiga bulan lalu yang merupakan puncak tertinggi nilai aktiva bersih (NAB). Pada Mei 2015, NAB industri reksa dana mencapai Rp 254,59 triliun, pada Juli turun menjadi Rp 249,38 triliun atau tergerus Rp 5,2 triliun dalam dua bulan.

 

Kendati demikian, NAB secara ytd naik Rp 14,36 triliun. Produk reksa dana saham berkontribusi paling besar terhadap komposisi NAB reksa dana dengan porsi 38 persen.

 

Di tengah maraknya investor asing melego saham, investor domestik masih rajin berburu portofolio. Terbukti saat investor asing mencatatkan penjualan bersih (net sell) senilai Rp 770,1 miliar (beli Rp 1,72 triliun, jual Rp 2,49 triliun) pada perdagangan akhir pekan lalu, investor domestik malah membukukan pembelian bersih saham Rp 770 miliar dengan rincian beli Rp 314 miliar dan jual Rp 237 miliar.

 

Sementara itu, kepemilikan asing di surat berharga negara (SBN) masih positif Rp 70,28 triliun secara year to date. Pada awal Januari 2015, kepemilikan asing di SBN mencapai Rp 461,88 triliun atau 38,11 persen dari total SBN senilai Rp 1.212 triliun.

 

Pada 20 Agustus, kepemilikan asing naik menjadi Rp 532,16 triliun atau 38,26 persen dari total SBN senilai Rp 1.390,95 triliun. Namun, selama Agustus terjadi penarikan dana asing di SBN senilai Rp 833 miliar dari Rp 540,49 triliun (11 Agustus) menjadi Rp 532,16 triliun (20 Agustus).

 

Para pelaku pasar umumnya menyatakan, valuasi saham di bursa domestik sudah cukup murah. Price to earning ratio (PER) BEI saat ini sekitar 14 kali dibanding awal tahun 16-18 kali. Saatnya pemodal lokal masuk pasar untuk mengoleksi saham emiten berkinerja dan berprospek bagus.

 

Lagi pula, investor asing kemungkinan belum benar-benar hengkang dari Indonesia. Hal itu terkonfirmasi oleh kepemilikan asing di SBN yang masih positif.

 

Penurunan IHSG sebesar 17,05 persen sejak awal tahun (ytd) merupakan yang terparah di regional. Pelemahan tersebut mengakibatkan kapitalisasi pasar di BEI kini tinggal Rp 4.490 triliun, atau menyusut Rp 1.076 triliun dibanding ketika IHSG menyentuh titik tertinggi pada 7 April 2015 dengan kapitalisasi pasar Rp 5.566 triliun.

 

Di kawasan regional, sejak Januari-21 Agustus (ytd), indeks Straits Times Singapura terpangkas 11,71 persen, bursa Malaysia (FTSE) terperosok 10,59 persen, indeks Thailand negatif 8,81 persen, dan indeks Hang Seng minus 5,06 persen. Sedangkan indeks Nikkei 225 masih menikmati gain 11,4 persen (ytd) dan indeks Shanghai mencatat kenaikan 8,44 persen.

 

Berdasarkan data BEI, sebanyak 36 saham atau 80 persen saham LQ45 terkoreksi (ytd), dengan penurunan 3-60 persen. Saham perbankan terpangkas cukup dalam, seperti BNI (BBNI) merosot 29,5 persen, Bank Mandiri (BMRI) turun 21 persen, BRI (BBRI) terpangkas 18,5 persen, dan BTN (BBTN) anjlok 15,4 persen.

 

Saham konstruksi juga tertekan. Adhi Karya (ADHI) anjlok 45 persen (ytd), Wijaya Karya (WIKA) terperosok 28,4 persen, Jasa Marga (JSMR) terpangkas 26,6 persen, serta Wijaya Karya Betok (WTON) terkoreksi 26,2 persen.

 

Saham-saham berbasis komoditas pun tak luput dari koreksi. Bukit Asam (PTBA) anjlok 55,4 persen, Adaro (ADRO) merosot 53 persen, PP London Sumatra (LSIP) turun 47 persen, Indo Tambangraya (ITMG) terpangkas 43 persen, dan Astra Agro (AALI) minus 32 persen. (Harso Kurniawan/Hari Gunarto/FMB; Investor Daily dan http://m.beritasatu.com/pasar-modal/301284-saatnya-investor-lokal-masuk-pasar-1.html)-FatchurR

Tulisan Lainnya :

  • Tidak ditemukan tulisan
Tags

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *




Enter Captcha Here :

Back to top button
Close
Close