Islam

Hijrah ke Abissina(2)

005b Tahun 615 M, Abissinia (sekarang Ethiopia) adalah kerajaan Nasrani yang beriklim hangat, berkat lindungan penggunungan yang memanjang dari Timur Laut sampai Barat Daya negeri dari sengatan hawa panas padang pasir Mesir. Sehangat iklim negaranya, rajanya Najasyi (Negus) juga ramah menerima pengungsi muslim dari Mekah yang di kejar-kejar penguasa Quraisy penyembah berhala.

 

Utusan dari Mekah, ahli strategi dan diplomasi Amir bin Ash dan Abdullah bin Abi Rabi’ah, berusaha
menyeret kembali pelarian Mekah ini kembali untuk dipaksa menyembah Latt dan Uzza. Sejarah merekam sebuah catatan diplomasi antara diplomat kawakan Amir bin Ash yang membawa persembahan barang-barang berharga saat menghadap Raja Negus dengan Ja’far wakil pengungsi.

“Paduka Raja, mereka datang ke negeri paduka ini adalah budak2 kami yang hina kelakuannya ini. Mereka tidak punya malu, meninggalkan agama nenek-moyang kami yang selama ini melindungi dan memberi ketentraman kepada mereka”.

 

“Mereka kini menganut ajaran baru yang tidak dikenal, padukapun tidak mengenal ajaran mereka yang baru. Ijinkanlah kami membawa mereka kembali ke-orang tua, keluarga mereka untuk kembali dijernihkan otak mereka yang sudah tercemar”

Raja yang adil itu bertanya kepada kaum pengungsi, “Sesungguhnya agama apakah yang sampai tuan-tuan meninggalkan negri tuan, jauh-jauh menempuh gunung batu, padang pasir dan menyeberang Laut Merah yang dalam. Tuan-tuan pun tidak menganut agama seperti yang saya anut, agama lain seperti orang-orang di kawasan Timur (maksud Raja agama Majusi)?”

Wakil dari para pengungsi Ja’far bin Abi Thalib, sepupu Nabi. Penampilannya yang sederhana kontras dengan utusan dari Mekkah. Jangankan hadiah yang berharga, barang-barang pribadipun mereka tinggalkan di Mekah, masih beruntung para pengungsi ini tidak tertangkap oleh para pemburunya. Ja’far menjawab,

“Paduka Raja, kami sebelumnya adalah masyarakat bodoh. Berhala kami sembah. Bangkai kami makan. Anak perempuan kami kubur hidup2. Kaum yang kuat menindas yang lemah. Hidup bertetanggapun tidak merasa aman. Penyiksaan bahkan pembunuhan atas orang yang papa bukanlah perbuatan yang dosa.

Kemudian Tuhan mengutus seorang rasul. Rasul ini adalah orang kami sendiri yang sudah kami kenal sejak lama. Ia seorang yang jujur. Bersih. Ia seorang pedagang yang tidak pernah berbohong dapat dipercaya dan bersih. Ia mengajak kami meninggalkan kekerasan.

 

Mengajak jujur dan tidak berdusta. Melarang kami memakan harta anak Yatim. Menghormati wanita baik-baik dan tidak mencemari. Menghormati dan berbuat baik kepada tetangga. Kami diminta hanya menyembah Allah Yang Esa. Meminta kami shalat, membayar zakat dan puasa”

Ja’far masih menyebutkan lagi perintah dan larangan Allah lain, melanjutkan. “Mohon ampun Paduka, kami mengungsi kemari karena kami dipaksa untuk kembali menganut ajaran moyang kami. Kami disiksa, bahkan sudah ada yang terbunuh karena kami tidak mau menuruti perintah mereka”.

Raja sangat terkesan, karena ajaran itu tidak jauh dengan ajaran yag dia anut, beliau bertanya, “Adakah salah satu ajaran yang dapat tuan bacakan disini?”
Atas tuntunan Allah SWT, Ja-far memilih surat Maryam (QS 19:1-33). Ja’far yang cerdas ini membacakan surat dari Kitab Suci Al Qur’an, bagian yang menyebutkan sejarah kelahiran Nabi Isa, uraian tentang keluarga dan kesucian Maryam bahkan sampai kebangkitan kembali Nabi Isa.

Raja dan pemuka2 istana terkejut. Itu disebutkan dalam Injil,“Kata-kata itu dari sumber yang sama yang dibawakan Yesus Kristus, juga dari sumber Cahaya ( Tuhan yang dilihat) dari Musa. Tuan-tuan utusan dari Mekah, kami persilahkan pulang dan kami tidak mungkin menyerahkan mereka kepada Tuan.

Gagal-lah misi dari Amir dan Abdullah. Mereka kembali kepenginapan. Abdullah sudah menyerah dan mengajak pulang, namun Amir adalah ahli diplomasi tidak bisa disebut kawakan bila tidak menemukan celah untuk menghancurkan pertahanan Ja’far. Esoknya ia kembali menghadap Raja dan dengan sangat licik ia meluncurkan panah tajam, hal yang paling peka antara hubungan Islam dengan Kristen,

“Paduka, kaum muslimin itu mengeluarkan tuduhan yang luar biasa kepada Isa anak Maryam. Tanyakan kepada mereka pendapat mereka tentang hal itu”
Ja’far sadar bahwa nyawanya tergantung pada ujung lidahnya, Ia tidak menghindar dan menjawab, “Tentang dia pendapat kami seperti yang diajarkan oleh Nabi kami sebagai berikut,-Dia adalah hamba Allah. Dia Utusan-Nya. Ruh-Nya dan Firman-Nya disampaikan kepada Perawan Mariam”.

Mengagumkan. Alih-alih Raja tidak berkenan, beliau malah kemudian bangkit, mengambil sebatang tongkat kemudian digariskannya keatas tanah, sambil berkata, “Perbedaan antara agama Tuan dan agama kami, sebenarnya tidak lebih dari lebar garis ini”

Tuan-tuan dari Mekah pulanglah. Bawalah kembali hadiah-hadiah berharga yang Tuan bawa. Biarlah para pengungsi ini dalam lindungan kami. (Sadhono Hadi;l Sumber: Sejarah Hidup Muhammad, Muh.Husein Haekal; Al Sira Al Nabawia, E.Dinet dan H.Sulaiman bin Ibrahim;)-FR

Tulisan Lainnya :

  • Tidak ditemukan tulisan
Tags

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *




Enter Captcha Here :

Back to top button
Close
Close