Mengenal The Innovator’s Dilemma
The Innovator’s Dilemma adalah judul buku legendaris yang ditulis Prof Clayton Christensen, guru besar ilmu Strategi dari Harvard Business School. Innovator dilemma adalah saat market leader gamang, ragu atau enggan melakukan inovasi radikal.
Kegamangan ini bisa dipicu oleh rasa cinta dan rasa percaya diri yang berlebihan. Atau juga bisa dipicu oleh ketakutan bahwa inovasi ini kelak justru akan mengkanibal produk mereka sendiri.
Inovasi dibagi menjadi dua tipe.
Pertama inovasi yang sustain, yaitu inovasi berkelanjutan. Tipe ini banyak dilakukan market leader. Kedua adalah inovasi-disruptive bisa diartikan inovasi yang mendobrak. Kata-kata disruptive/ mendobrak ini sifatnya relatif. Bagi organisasi, mungkin bagi suatu perusahaan tertentu inovasi yang dilakukan bersifat sustain tapi bisa bersifat disruptive untuk inovasi yang sama bagi perusahaan lain.
Banyak bisnis yang terlalu mencintai produknya secara berlebihan dan arogan. Rasa cinta yang berlebihan ini acap membuat mereka terpelanting dalam bibir kematian. Sejarah mencatat, Nokia dulu menyebut Android sebagai semut kecil merah yang mudah digencet dan mati.
Arogansi dan rasa percaya diri yang berlebihan membuat Nokia terjebak dalam innovator dilemma. Sejarah mencatat, yang kemudian mati justru Nokia. Kodak menyebut kamera digital hanyalah tren sesaat, dan kamera produksi mereka akan terus bertahan. Kodak terjebak halusinasi dan innovator dilemma yang akut. Akibatnya, Kodak pun mengakhiri sejarah kejayaannya.
Intel dan Micorosoft (dominasi yang dulu dikenal dengan duo Wintel) terlalu menikmati kekuasannya dalam dunia PC dan Laptop, dan pelan-pelan terjebak innovator dilemma. Mereka terbuai dengan kekuasaannya, dan lengah betapa dramatis kecepatan kemajuan era mobile computing.
Kini era PC/Laptop sudah hampir berakhir, diganti era mobile smartphone. Dan hegemoni Microsoft serta Intel kian menjadi tidak relevan dalam era smartphone. Intel dan Microsoft lalu hanya duduk saling bertatapan mata, diam dan termangu. Dalam rasa penyesalan yang pedih dan pahit. Namun dalam bisnis, penyesalan tidak pernah mendapat tempat terhormat.
Ada dua fenomena yang layak di-stabilo berkaitan dengan narasi tentang INNOVATOR DILEMMA ini.
Innovator Dilemma # 1 : Too Much Love Will Kill You.
Terlalu bangga dan mencintai produkmu sendiri secara berlebihan, bisa membuatmu lengah dan lalu pelan2 terpelanting mati. Boleh saja Anda bangga dan mencintai keunikan produk perusahaan Anda atau dimana Anda bekerja. Bangga dengan originalitas dan kreativitas produk yang dihasilkan.
Namun kreativitas kita hari ini, akan dengan mudah digilas oleh kreativitas pesaing di hari esok. Either innovate or die. Pizza hut terus menerus mengenalkan menu baru tiap 6 bulan. Sabun Lifebouy ber-kali2 me-rejuvenasi. Facebook dan Bukalapak juga selalu melakukan evolusi. Dan kondom cap Durex kini juga ada yang rasa Jeruk dan Lemon.
Innovator Dilemma # 2 : Serangan Muncul dari Arah yang Tak Terduga.
Disruptive innovation ternyata acap datang bukan dari rival sesama industri. Namun dari new player yang entah darimana tiba-tiba mendadak muncul. Nokia kolaps dihantam iPhone di tahun 2007, padahal produsen iPhone bukan perusahaan telco, namun dari industri komputer.
Koran dan majalah mati bukan karena sesama rivalnya, namun karena Facebook dan Social Media (remaja dan anak muda tak lagi kenal koran/majalah kertas. Mereka lebih asyik main Path, IG atau FB. Pelan tapi pasti industri koran dan majalah akan mati).
TV seperti RCTI, Trans dan SCTV kelak akan kolaps bukan karena persaingan sesama pemain di industri yang sama, tapi dari makhluk alien bernama Youtube. Di AS, jumlah pemirsa TV dikalangan anak muda dan remaja, turun drastis. Dan semua lari ke Youtube. Ini kelak akan terjadi di tanah air.
Industri taksi seperti Bluebird goyah bukan karena pesaing sesama taksi, namun dari layanan taksi independen berbasis aplikasi. Dan kini produsen Toyota, BMW dan Mercedes Benz takut bukan karena persaingan sesama mereka. Namun karena kehadiran TESLA, yang entah dari mana tiba-tiba melakukan inovasi radikal dengan produk mobil berbasis elektrik.
(Mobil seri Tesla3 terjual hingga 300 ribu hanya dalam dua hari, padahal unitnya baru dirilis 2018. Jadi inden-nya dua tahun.)
Pelajarannya.
Musuh yang menakutkan ternyata bisa datang dari arah yang sama sekali tak terduga. Mereka datang dari industri lain, lalu tiba-tiba merangsek masuk dan membuat pelaku lama goyah dan acap terbengong-bengong.
Pada akhirnya, laju bisnis tetap akan terus berjalan. Sebagian mampu melakukan constant innovation dengan cemerlang. Sebagian lain terjebak dalam innovator dilemma yang membuat mereka rabun.
Sebagian terus menari dan berdansa dengan beragam produk inovatif. Sebagian lain, tergeletak mati dalam taman kuburan sunyi. Dalam senyap dan keheningan. Innovation’s Dilemma, dapat menimpa perusahaan2 apa saja, termasuk perusahaan2 UKM, milik kita atau yang berada di sekitar kita. (Pras; Disarikan dari : http://strategimanajemen.net/2016/04/11/innovator-dilemma-jebakan-inovasi-yang-membuat-sebuah-bisnis-terpelanting-mati/#sthash)-FR.