Psikologi

Dia bukan pengemis

(Kisah nyata)-Suatu malam sesudah maghrib, aku mengendarai mobil ke rumah. Tiba2 migren nyeri menyerang kepala hingga aku menepikan mobilku. Berhenti sejenak nunggu rasa nyeri berkurang, aku berusaha mengalihkan pikiran dengan melihat sekeliling.
Tiba2 kaca mobilku diketuk anak. Anak laki2 kira-kira umur 12 tahun.
“Bu… Ibu mau parkir? Saya bantuin untuk parkir mobilnya ya….” katanya…
“Belum sekarang, saya mau istirahat dulu,” jawabku.
“Kalau gitu apa Ibu punya uang 2000 ?” tanya anak itu.

Karena aku sedang tidak mau diganggu, aku buru2 serahkan uang itu. Aku pikir anak ini cuma minta2. Aku amati anak itu. Dia dekati tukang gorengan lalu membeli beberapa. Gorengan itu dia berikan pada sesosok orang tua yang duduk di bawah tiang listrik. Ketika dia melewati samping mobilku, aku buka kaca dan memanggilnya.

“Eh… mas .. . sini… Itu siapa?” tanyaku.
“Gak tau bu… Bapak2 tua… Saya juga baru saja ketemu…” jawabnya…
“Loh, tadi kamu minta uang ke saya beli gorengan,  kenapa diberikan ke bapak itu ?”

“Saya tadi duduk di situ, ngobrol sama bapak itu. Dia katanya puasa… Tadi saya lihat buka puasanya cuma minum…. Katanya uangnya habis. Hari ini saya nggak jualan koran… Tanggal merah bu..  Jadi gak punya uang.. . Saya cuma ada 1000, kalau beli gorengan cuma dapat 1 kasihan gak kenyang”.

 

Lanjutnya “Makanya saya minta ibu 2000. Biar dapat 3; Ibu mau parkir sekarang ? Saya bantuin parkir ya bu… Ibu kan udah bayar. Kalau saya bukan tukang parkir,” katanya tertawa sambil garuk garuk pipinya.
Aku terdiam. Tadi aku pikir anak ini pengemis seperti anak2 yang biasa mangkal di jalan. Aku salah besar. “Terus uang kamu habis dong, mas ?” tanyaku.

“Iya bu… Nggak apa-apa… Besok bisa jualan koran… Insya Allah ada rejekinya lagi.”
“Kalau gitu Ibu ganti ya uangnya mas … Sekalian sisanya buat jajan…” kataku sambil menyerahkan lembaran uang Rp 20.000,-.

“Nggak usah Bu… Jangan… Ibu saya sebetulnya melarang saya minta2. Makanya saya tawarin ibu parkirin mobil ibu. Soalnya tadi saya kasihan bapak itu. Cuma saya nggak punya uang,”  katanya lagi…
“Eh… ibu minta maaf ya tadi salah sangka. Kirain kamu tukang minta2” kataku merasa bersalah.
“Saya yang minta maaf, Bu… Saya jadi minta uang duluan sama Ibu.. Padahal saya belum kerja.”

“Sama-samalah… Ini ambil uangnya… Ini kamu nggak minta, Ibu yang beri…” kataku.
“Nggak, Bu. Makasih. Ibu mau parkir sekarang ?” tanyanya lagi.
“Nggak… Ibu nggak usah dibantu parkir,” kataku.
“Beneran, Bu ? Soalnya saya mau jemput adik saya ngaji. Takut nangis kalau kelamaan telat jemputnya”

“Udah, sana jemput aja adiknya…” kataku tersenyum.
“Makasih ya, Bu…” katanya setengah berlari meninggalkan saya yang termangu.
Saya menoleh ke tiang listrik, bapak tua itu sudah pergi. Saya lihat dari spion mobil, anak itu berjalan setengah berlari.

Subhanalloh…….
Sahabat, di luar sana banyak orang tidak seberuntung kita, tapi mereka memikirkan sesama, masih berusaha bersedekah dan yakin akan jaminan rizki dari Allah. Terima kasih nak. Kamu  hari ini telah memberikan pelajaran akhlaq yang luar biasa utk ibu … Semoga hidupmu berlimpah berkah dan rezeki.

Saya starter mobilku dan melaju pelan-pelan menuju rumah. Aku sediiih dan menangis,  kerena belum bisa berbuat banyak untuk sesama. Yaa Allah, ampunilah hambamu ini. (Hanny Purwanto; dari grup WA-72; sumber Diceritakan oleh : Tanti, seorang karyawati ; https://plus.google.com/113691748411200475815/posts/fHYLYF7ao7H )-FR

Tulisan Lainnya :

  • Tidak ditemukan tulisan
Tags

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *




Enter Captcha Here :

Lihat Juga
Close
Back to top button
Close
Close