Wayang-Gatutkaca(25 )-Buah rayuan
// Tidak diceritakan ramainya resepsi perkawinan akbar Gatutkaca dengan Dewi Pergiwa. Tidak juga dikisahkah bagaimana mereka berbulan madu, sebab hal itu merupakan privasi mereka. Kita lanjutkan saja dengan kisah tentang kejadian-kejadian penting di dalam kehidupan Gatutkaca //
Alkisah sebagai pembuka cerita. Di negara Astina, sang permaisuri Dewi Banowati minum teh pagi di taman Hastinapura, ditemani dayang2. Pada saat itu suami dan kerabat kerajaan Hastina beraktivitas se-hari2 di istana kerajaan dan Dewi Banowati tidak harus hadir di pertemuan di sana. Maka dia habiskan waktunya di Taman Keputren Kerajaan Hastina Pura.
Dewi Banowati merupakan anak ketiga Prabu Salyapati, raja dari kerajaan Mandaraka. Dia mempunyai dua kakak, Dewi Erawati yang sekarang menjadi permaisuri Kerajaan Mandura, istri sanag raja, Prabu Baladewa dan Dewi Surtikanti yang menjadi istri Adipati Awangga, Karna. Dewi Banowati juga mempunyai dua adik, Burisrawa dan Rukmarata.
Permaisuri kelihatan masih cantik, sekalipun punyai anak dewasa : Lesmana Mandrakumala dan Dewi Lesmanawati. Ya, dia rajin menjaga kecantikannya. Dia rajin memilih dan menakar asupan makanan, banyak makan buah dan sayuran, serta rajin ber-OR.
Sang Dewi juga rutin ke salon memelihara kecantikan tubuh, dari ujung kaki sampai ubun2. Apalagi uang ada, kartu kredit tanpa limit. Biaya ke salon, pakaian bagus, perhiasan dan segalanya terkait kecantikan dan penampilan tidak menjadi masalah. Kecantikan Dewi Banowati sulit digambarkan, saking cantiknya.
Kata dalang, ibarat “turah rupa kurang candra”, artinya kalau mau diibaratkan, masih ada sisa kecantikan yang tidak bisa diibaratkan. Pengibaratannya belum pas, belum sepadan dengan kecantikan Banowati. Maka tak heran, sejak muda remaja, banyak pria, dari kesatria sampai anak raja ter-gila2 padanya.
Dia cantik, riang, centil, manja, membuat gemas lelaki2. Hidung bak bawang putih sebilah, bibir bak delima merekah, rambut hitam lebat bak kembang mayang, lengan seperti gendewa tepentang. Lirikan matanya menusuk kalbu, senyumnya merambah sukma (bahasa Jawanya “ngujiwat”). Pengibaratan (Jawanya “men-candra”) kecantikannya tak ada habisnya. Maka sudahi saja ya soal ini. Harap maklum.
Cuaca pagi itu cerah. Dewi duduk di teras, memandangi taman bunga, membuat hati merekah. Taman keputren Hastina Pura (Taman Kadilengleng), itu indah. Itu berkat sentuhan Dewi banowati yang bisa memerintah abdinya merawat taman dengan baik. Kombinasi warna tanaman, batu, jalan, membuat siapapun tidak bosan tinggal di taman itu.
Kupu2 warna-warni yang terbang, seakan menari, menemani Dewi. Burung berkicau menyambut siang, semua bernyanyi riang. Seleret awan berarak, membuat suasana makin semarak. Dewi menikmati seruputan teh pagi dan camilan ketika tiba2 emban (pelayan) lapor ada tamu mau menghadap.
Tamu itu diminta ke teras Taman Kadilengleng, karena dia saudara, terhitung kemenakan sendiri. Tamu itu pemuda Gatutkaca. Setelah basa-basi, menanyakan keadaan, Dewi Banowati tanya ke Gatutkaca apa keperluannya datang ke Taman Kadilengleng. ” Begini Uwa Dewi Banowati. Saya mengagumi kecantikan Uwa Dewi”, jawab Gatutkaca.
” Ha, kamu jangan memuji uwamu yang tua ini. Kamu kan punya istri cantik, muda, yaitu Pergiwa”.
” Benar Uwa Dewi. Justru saya ke sini untuk menanyakan bagaimana Uwa Dewi merawat kecantikan sampai tetap cantik walau usia tidak muda lagi. Nanti akan saya sampaikan ke Pergiwa”.
” Ah, kamu bisa saja”, jawab Dewi Banowati tersipu. Betapapun wanita senang jika dipuji kecantikannya.
” Betul Uwa Dewi, seyum Uwa Dewi itu kata orang menawan. Ternyata benar, apalagi kalau tersipu malu seperti barusan. Saya tergetar lho Uwa Dewi”.
” Gatutkaca jangan begitu, tidak baik memuji wanita yang bersuami, apalagi kamu juga punya istri”.
” Tapi benar kok Uwa Banowati. Badan Uwa masih singset, membuat semua orang kepingin menowel”, kata Gatutkaca sembari tangannya menowel lengan Dewi Banowati.
” Gatutkaca. Tidak baik kamu menowel Uwamu ini, apalagi di sini banyak orang, banyak pelayan”.
” Kalau sedikit kan gak mengapa Uwa”, jawab Gatutkaca tangannya menowel lagi lengan Dewi Banowati.
“Ah”, Dewi Banowati agak menjerit. Dia lalu berdiri dan bergeser menjauhi Gatutkaca.
” Kalau marah Uwa Banowati malah tambah cantik”, kata Gatutkaca senyum. Tangannya meraih bawah dagu Dewi Banowati.
“Aih”, Dewi Banowati terkaget, kepalanya sontak mendonga dan menjerit lebih keras.
” Ingat kamu sudah beristri, saya juga bersuami. Ingat Gatutkaca”, kata Dewi, agak meninggi. Dia selangkah2 menjauhi Gatutkaca. Namun Gatutkaca juga maju selangkah2 mendekati Dewi banowati.
” Uwa Banowati yang cantik, bagaimana kalau saya ajak terbang dan kita bisa berkeliling melihat keindahan alam”, kata Gatutkaca merayu Sang Dewi.
” Gatutkaca. Jangan kurang ajar ya”, kata Dewi Banowatai mulai marah.
” Sebentar kok, satu jam saja. Tidak akan ada yang lihat kita ber-2, kita sembunyi di balik awan tebal”, jawab Gatutkaca bergerak maju seakan mau menangkap Dewi Banowati untuk dibawa terbang.
Dewi Banowati melihat kenakalan Gatutkaca dan takut benar2 dibawa terbang segera berteriak.
” Pengawal!”, teriaknya
” Tangkap Gatutkaca yang melanggar norma kesopanan”, teriaknya ke pengawal2 yang bersiap di pos jaga dan tidak berani masuk ke lingkungan keputren kecuali dipanggil . Mereka berdatangan ke taman keputren, baik yang dinas dan yang istirahat sambil nonton TV atau main di “gadget” atau “HP” mereka.
Mereka mengepung Gatutkaca untuk menangkapnya. Seketika Gatutkaca memukul salah satu pengawal yang kurang sigap sampai terjengkang ke belakang, dan lari secepat kilat melewati pengawal itu, lalu melompati pagar Taman Kadilengleng, meninggalkan mereka terpana, tidak menyangka akan dapat kejadian yang cepat. Mereka terbengong, lupa minta tolong.
Ganti cerita lagi
Di negara Amarta, Prabu Yudistira duduk di singgasana, memimpin sidang kabinet paripurna  Amarta. Hadir di sana adik2nya, pandawa, yaitu Bima, Arjuna, Nakula dan Sadewa. Putra2 Pandawa juga hadir : Gatutkaca, Abimanyu, dan banyak lagi. Tamu dari negara sahabat juga dating : Prabu Kresna dari Dwarawati dan Prabu Baladewa dari Mandura atau Madura.
Sidang membahas bencana alam yang ber-tubi2 menghantam Amarta, dari gempa, banjir, kekeringan, kelaparan, tsunami, kebakaran hutan, dsb. Mereka berusaha memahami kenapa peristiwa ini terjadi dan mencari solusi apa yang harus dilakukan untuk menanggulanginya.
Tiba2 datang telepon dari Prabu Duryudana, Raja Astina, yang mengatakan Gatutkaca lancang mencoba merayu Dewi Banowati. Mula2 semua yang hadi di ruangan tak percaya, karena Gatutkaca terkenal baik budi pekertinya. Tapi ketika dikirimkan rekaman kamera tersembunyi atau ‘ televison candid camera’ atau CCTV dari keputren Astina, mereka jadi percaya.
Bima, ayah Gatutkaca yang mudah marah, menendang dan menghajar Gatutkaca yang membuat malu keluarga. Gatutkaca tak melawan, hanya mohon ampun dan membantah telah berbuat tak senonoh. Â Kresna penasehat Pandawa mencegah Bima menghajar Gatutkaca. ” Gatutkaca. Apa benar kamu telah berbuat tidak senonoh seperti yang ada di CCTV itu?”, tanya Kresna.
” Tidak Uwa Kresna, mana berani saya berbuat seperti itu”, jawab Gatutkaca.
” Apa benar kamu tidak berbuat?”, tanya Kresna.
” Benar Uwa Prabu”.
” Apa bisa dipercaya omonganmu?”.
” Saya berani sumpah Uwa Prabu. Kalau saya berbuat seperti itu saya siap menerima hukuman dan kutukan apapun dari dewa, disambar petir saya bersedia”.
” Hm”, Kresna begumam, lalu lanjutnya.
” Kalau kamu tidak bersalah, bisa jadi ada orang lain yang berpakaian seperti kamu. Mengenai hal ini saya pasrahkan kepadamu Gatutkaca”.
Gatutkaca menghaturkan sembah, memohon restu dan segera melesat ke udara meninggalkan mereka semua. Bersambung Jum’at depan…..; (Widharto KS-2017; dari grup FB-ILP)-FR