Selingan

Drama Remaja Terperangkap Dalam Gua

(disway.id; by Dahlan Iskan)-Ini seperti kisah2 petualangan remaja ala Enid Blyton. Anak2 remaja masuk gua. Terjebak di dalamnya. Ber-hari2. Orang tua mereka cemas. Pahlawan tidak segera datang.

 

Tapi ini sungguhan. 12 remaja 2 minggu terjebak di gua beneran. Terperangkap. Lebih 1.000 wartawan beneran berkumpul di depan gua. Sejak hari2 sebelumnya. Tagihan tilpon saya pasti membengkak. Kisah ini terlalu dramatik untuk dilewatkan. Saya harus menuliskannya. Dari jarak jauh. Dari Samarinda.

 

Drama ini bermula (23/6/18). Hari Sabtu. Saat Korsel lawan Mexico. Di babak penyisihan Piala Dunia Rusia. Saat itu satu tim sepakbola remaja di pedalaman Thailand giat berlatih. Kampung mereka di pegunungan. Sulit dijangkau. Di perbatasan antara Thailand-Myanmar. Dekat kampung mereka ada gua terkenal: Tham Luang.

 

Panjangnya 10 km. Bercabang. Berbelok. Mulut guanya kecil. Di dalam melebar-menyempit. Dasar gua naik-turun. Pelatih 12 anak itu lagi absen. Hari itu tim diasuh asisten pelatih umur (25): Ekapol. Nama panjangnya sulit : Ekapol Chanthawong. Sebelum sesi latihan Ekapol mengajak anak asuhnya rekreasi sambil bertualang: masuk gua. Ini penting. Untuk pembentukan kekuatan mental  pemain sepakbola.

 

 

Salah seorang remaja itu, Pheeraphat, dipesani khusus oleh orangtuanya: habis latihan agar cepat pulang. Malam itu malam HUT nya yang penting: sweet seventeen. Umurnya (16). Tapi dihitung 17 untuk tahun Thailand. Yang punya kalender sendiri.

 

Orang tua Pheeraphat sudah masak2. Dan beli kue ultah. Juga mengundang kerabat. Tapi sampai matahari tenggelam Pheeraphat belum pulang. Tamu mulai berdatangan. Kepanikan  muncul. Ditelepon tidak ada nada sambung. Sesama ortu saling terhubung. Sama2 bingung. Sama2 gagal kontak. Satu2nya anggota tim yang bisa tersambung mengecewakan: hari itu ia tidak ikut latihan.

 

Pelatih utama tim sepakbola desa itu ikut panik. Tapi gagal mengontak asistennya. ”Sejak pagi saya  berpesan padanya agar hati2. Agar naik sepedanya di posisi paling belakang. Untuk bisa mengawasi anak asuh,” ujar sang pelatih pada para orang tua.

 

Sampai tengah malam tak ada kabar. Usia anak2 itu antara 11-16 tahun. Kepanikan kian tinggi. Hujan deras tidak henti2nya. Pegunungan itu kian mencekam. Bulan Juli-Agustus itu musim moonson. Kita, di negara tropis, hanya mengenal musim kemarau dan musim hujan. Dunia belahan utara dan selatan mengenal empat musim: dingin, semi, panas, gugur.

 

Tapi di belahan dunia tertentu mengenal musim moonson: India, Pakistan, Bangladesh, Myanmar, Thailand, Kamboja, Vietnam, Tiongkok bagian selatan. Yakni di wilayah antara dua musim dan empat musim. Di musim moonson seperti ini hujan, badai, banjir dan taifun hampir terjadi tiap hari. Simaklah berita tv. Selalu ada banjir besar di negara2 itu.

 

Musim moonson itu paling tidak enak di wilayah2 itu. Kebalikan dari kenyamanan di Sumba. Bukan saja terlalu basah. Tapi udaranya humid. Sumuk. Kemringet. Hen men. Swety. Jangan ke Thailand dan sekitarnya di musim seperti ini. Ke Sumba saja.

 

Sampai sekian hari itu tak ada yang tahu anak mereka terjebak di gua. Tidak ada yang mendengar rencana ke gua. Tidak ada yang menyangka anak mereka diajak ke gua di musim moonson.

 

Keesokan harinya keberadaan mereka masih gaib. Hujan masih tercurah dari langit yang hitam. Hari-hari berikutnya tetap gaib. Satu negara iikut heboh. Mistis ikut mewarnai. Akhirnya ada yang menemukan sepeda mereka. Di mulut gua. Yang tergenang air.

 

Hampir dipastikan 12 remaja dan satu asisten pelatih itu ada di dalam gua. Jadi masihkah mereka hidup? Bagaimana cara memasuki gua yang mulutnya tertutup air? Apakah mereka punya makanan? Seberapa jauh mereka memasuki gua?

 

Diskusi publik beralih: dari di mana mereka ke bagaimana cara menolong mereka. Tiap hari berita di Thailand didominasi drama gua ini. Seperti tidak ada piala dunia di sana. Tim Prancis, tim Inggris kalah populer dengan tim sepakbola desa pegunungan ini.

 

Ketika drama ini jadi berita internasional tim penyelamat dunia turun tangan. Memperkuat tim penyelamat bentukan pemerintah. Anggota tim umumnya penyelam. Dari angkatan laut. Dan profesional. Seorang mantan penyelam AL Thailand jibaku. Akan masuk ke mulut gua itu. Pemerintah mengijinkan. Atas dasar reputasi orang ini.

 

Nama: Saman Kunont; Umur: (38); Prestasi: Juara 4 kali lomba petualang. Selalu ikut kejuaraan petualangan. Peraih tropi menyeberangi sungai Kwai. Dengan oksigen cukup Saman memasuki air di mulut gua. Membawa banyak oksigen untuk para remaja itu.

 

Satu hari ditunggu. Tidak ada kabar dari Saman. Ternyata dia meninggal. Kehabisan oksigen. Drama pun bertambah seru. Satu pahlawan telah ikut jadi bintang. Penyelamat dari berbagai negara tertantang. Mereka berdatangan. Terkumpul tim penyelamat dari 9 negara: Tiongkok, Australia, Inggris, Russia, AS dsb. Bahkan bos besar Tesla ikut turun tangan: Elon Musk. Ia menawarkan alat pendeteksi.

 

Bagaimana keadaan alam di dalam gua. Juga menawarkan mega baterai. Hari silih berganti. Jalan keluar tidak segera ditemukan. Publik gemes. Orang tua mereka pada lemes. Akhirnya didatangkan pompa raksasa. Untuk menguras air di mulut gua. Pompa bekerja 24 jam sehari. Air yang dipompa kelua2 128 juta liter. Mulut gua tidak juga terbuka. Hujan moonson tidak kunjung berhenti.

 

Maka muncul ide melakukan pertolongan dalam bentuk lain: mengebor gunung di atas gua itu. Tujuannya: agar ada udara masuk. Siapa tahu mereka kekurangan oksigen. Yang akan membuat mereka mati lemas. Satu tim pendahuluan mencari lokasi pengeboran. Mereka menaiki terjalnya gunung. Kendaraan mereka tergelincir. Masuk jurang. Semua mengalami cedera. Meski tidak ada yang tewas.

 

Pada hari ke-10 datang pahlawan baru: 2 penyelamat dari Inggris. Nama mereka: Richard Stanton dan John Volanthen. Umur (50) dan (40). Yang satu petugas pemadam kebakaran. Satunya lagi teknisi internet. Tapi keduanya kompak: lebih menyukai petualangan dan penyelamatan.

 

*Keduanya menjauh dari wartawan. Ketika banyak yang ingin populer, keduanya tidak mau diwawancara. ”Saya ke sini untuk berbuat. Bukan untuk bicara,”* katanya singkat. Lalu menyelam.

Memasuki mulut gua. Lenyap ke dalam kegelapan. Berhasil. Keduanya menemukan 12 remaja itu. Dan asisten pelatih mereka.

 

Mereka itu terjebak di rongga ketiga di gua itu. Duduk2 di atas tanah yang agak tinggi. Dikelilingi genangan air. Luas tanah gundukan itu sekitar 10m2. Sangat sempit. Gelap. Pengap. Mereka hidup. Semua. segar bugar tidak kelihatan lemah. Atau frustrasi. Atau panik. Padahal 9 hari sudah. Terjebak di dalam gua. Tanpa tahu apakah akan ada jalan keluarnya.

 

Dua orang itu membawa makanan. Juga membawa harapan. Keberadaan mereka direkam. Masing-masing menyampaikan pesan kepada orang tua. Dalam bentuk rekaman video. Mereka juga diminta menulis surat. Untuk masing2 keluarga. Tapi umumnya menulis pendek. Mengabarkan keadaan mereka baik2.

 

Sang asisten pelatih menulis agak panjang: berjanji akan terus bersama anak asuhnya, memperhatikan mereka dan yang utama minta maaf pada ortu mereka. Semua itu dibawa ke luar gua. Kegembiraan lantas melanda seluruh negara. Hujat dan caci  berganti puja dan puji.

 

Publik sepakat: mental anak2 itu kuat berkat asisten pelatih itu. Asisten itu yang terus mengajarkan optimisme pada anak asuhnya. Mengajarkan sabar. Mengajarkan tenggang rasa. Membagi makanan yang ada se-hemat2nya. Secara merata. Agar tidak ada yang rebutan makanan. Atau yang kuat dapat makanan lebih banyak.

 

Makanan itu terbatas. Hanya yang dibeli untuk HUT teman mereka: Pheeraphat. Sebelum masuk gua asisten beli makanan kecil untuk HUT itu. Asisten pelatih ini bukan pemuda biasa. Ia ditinggal mati ayahnya. Saat umur (10). Lalu mengabdi di jalan Tuhan: sekolah bikhu Budha dan tumbuh jadi bikhu remaja.

 

Tapi ibunya sakit keras. Ia harus merawat ibunya. Ia pamit meninggalkan pagoda. Untuk sembahyang yang sebenarnya: melayani ibunya. Sampai ibunya meninggal dunia. Lalu jadi pembina remaja di kampungnya. Publik percaya di dalam gua itu sang asisten terus menguatkan anak2nya.

 

Tim penyelamat Inggris itu justru melihat sang asistenlah yang fisiknya lemah. Diduga ia paling sedikit ambil jatah makannya. Selama 9 hari itu sang asisten lebih banyak puasa. Minggu kemarin ribuan orang berkumpul di depan gua. Wartawannya lebih seribu orang. Sudah 2 hari ini tidak ada hujan. Hanya mendung menggelayut seperti tersangkut jaring superman.

 

Kemarin adalah hari terbaik untuk penyelamatan akhir. Kalau tidak, mendung itu akan runtuh. Musim moonson belum lewat. Air dalam gua bisa-bisa naik lagi. Mengancam daratan kecil yang dihuni para remaja itu.

 

”Mereka berada 1,5 km dari mulut gua,” ujar penyelam Inggris itu. ”Saya harus menyelam di air separo dari jarak itu,” tambahnya. Kini semua selamat (Muchtar AF; sumber dari : dis; http://disway.id/drama-remaja-dalam-gua/)-FatchurR

Tulisan Lainnya :

  • Tidak ditemukan tulisan
Tags

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *




Enter Captcha Here :

Lihat Juga
Close
Back to top button
Close
Close