IslamKristiani dan Hindu

Gereja dan Masjid berdampingan di Solo

(benarnews.org)-Toleransi antar-umat beragama kental di Kota Solo. Di satu sudut kota yang pernah diberi sebutan “Kota Bersumbu Pendek” itu, dua rumah ibadah dari agama berbeda berdiri kokoh berdampingan sejak 71 tahun silam.

 

Gereja Kristen Jawa (GKJ) Joyodiningratan dan Masjid Al Hikmah hanya dipisahkan tembok setinggi dua meter, namun keduanya pada alamat yang sama, yaitu Jalan Gatot Subroto No. 222 Kratonan, Serengan, Solo. Batas pagar tembok hanya bagian luar saja. Ketika memasuki areal gereja, tampak kedua bangunan itu menempel, berbatas satu lapis batu-bata.

 

Malah, rumah yang ditinggali Pendeta Nunung Istining Hyang menempel dengan bangunan inti masjid.

“Sedekat ini, tentu semua saling mendengar aktivitas masing2” tutur Nunung saat ditemui BeritaBenar di kantornya.

 

Bukan hal baru hari Minggu pada bulan Ramadhan, jemaat gereja mendengar lantunan ayat2 Al-Quran saat2 mereka sedang misa kebaktian. Sama halnya dengan jamaah masjid, mereka juga cermat memilah aba2 dalam shalat di antara dengungan lantunan pujian dari gereja.

 

“Mereka mulai dulu, selesainya kita lebih dulu, tapi tidak ada masalah. Sudah biasa” tutur Maulana, warga setempat yang merupakan jamaah tetap Masjid Al Hikmah. Senada dikatakan Yanu, yang 5 tahun terakhir jadi jemaat GKJ Joyodiningratan. Waktu pertama ikut misa kebaktian, dia bingung saat mendengar suara azan. Tapi, lama kelamaan terbiasa.

 

“Semua terbiasa, mungkin karena itu saya jadi ikut biasa saja” ungkapnya. Misa kebaktian Minggu di GKJ ini yang memiliki 700-an jemaat  dijadwalkan 4x, yaitu masing2 2x pada pagi dan petang. Waktu terpagi pukul 06.30 WIB dan termalam pukul 18.30 WIB berakhir pukul 20.00 WIB.

 

Misa kebaktian Minggu selalu bersamaan pelaksanaan ibadah shalat Isya. Itu terjadi tiap pekan, bukan hanya di bulan Ramadhan. “Ibadah rutin yang bersamaan tak perlu pemberitahuan. Berbeda kalau ada event khusus yang mendatangkan banyak jemaat gereja atau masjid,” terang Nunung.

 

Saling berkoordinasi

Dalam setahun, ada kegiatan khusus / peringatan hari besar keagamaan. Kedua pihak saling menandai kapan momen digelar. Mereka saling memberitahu dan berkoordinasi. “Pemberitahuan dilakukan jauh2 hari. Tak mesti dengan surat, cukup kita datang dan berbicara” tutur takmir Masjid Al Hikmah, Muhammad Nasir Abu Bakar.

 

Khususnya ketersediaan lahan parkir terbatas. Jika gereja punya acara, jemaat diperbolehkan memarkir kendaraan di area masjid, juga sebaliknya. Pernah suatu ketika pengurus masjid terlambat memberitahu mengenai pengajian Minggu malam, yang bersamaan  misa. Tapi gak masalah. Kedua kegiatan digelar pada waktu yang disepakati. Mereka saling membantu mengurus parkir yang melebihi kapasitas.

 

Pengurus masjid memundurkan acara inti pengajian sampai peribadatan di gereja selesai. “Mereka mematikan sound-nya. Mereka datang tepat waktu, tapi acara dimulai saat jemaat pulang” kenang Nunung. Pada Idul Adha hewan kurban diparkir di areal gereja sebelum disembelih dan dibersihkan disana karena faktor ketersediaan air dan lokasi lebih lapang.

 

Areal masjid 320 m2 hampir seluruhnya sudah bangunan sehingga nyaris tidak memiliki halaman. Gereja berdiri di lahan 1.300 m2 dibagi untuk kantor, tempat peribadatan dan TK. “Semua kita tahu batas toleransi. Kita saling bantu dan mendukung. Tapi masalah ibadah, dilakukan sesuai keyakinannya” ujar Nunung. Pihak gereja dan masjid sering bekerjasama dikegiatan sosial, penggalangan dana kemanusiaan. Mereka saling bantu terkait parkir bila satu pihak mengadakan acara keagamaan besar.

 

Kerukunan bersama

Menurut Nasir, tanah yang ditempati GKJ Joyodiningratan dan Masjid Al Hikmah awalnya milik Ahmad Zaini. Ia punya tanah 1.600 m2. Seluas 1.300 m2 dibeli GKJ yang saat itu berlokasi di Danukusuman, Serengan, Solo. “Pemilik minta disisakan sedikit untuk membangun masjid” jelasnya.

 

Gereja dibangun 1939. Tempat shalat pada 1947. Keduanya bangunan kecil. Kala itu,  surau. Masjid dibangun 1990-an, hampir bersamaan dengan renovasi gereja. “Pernah beberapa kali ada pihak tidak bertanggung jawab memprovokasi karena masjid dan gereja berdampingan. Tapi usaha itu gagal karena kerukunan kedua pihak kokoh dan kami saling menghormati” kenang Nasir.

 

Suatu ketika, pernah khatib berkhutbah Jumat menganggap Kristen itu agama sesat. Pendeta menemui pengurus masjid usai shalat dan menyampaikan agak terganggu dengan materi khutbah. Pengurus masjid minta maaf dan sejak itu menyeleksi khatib yang diundang.

 

“Hubungan yang harmonis seperti ini indah, jangan sampai rusak” tutur Nasir. (Kusumasari; Ayuningtyas; Bahan dari : https://www.benarnews.org/indonesian/berita/gereja-masjid-berdampingan-di-solo-07012016173111.html)-FatchurR

Tulisan Lainnya :

  • Tidak ditemukan tulisan
Tags

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *




Enter Captcha Here :

Back to top button
Close
Close