Tauco (FE 112)
Tidak banyak orang yang menyukai bahkan merindukan masakan dengan Tauco. Kami penyuka Tauco ini kadang merasa orang yang terpinggirkan (berlebihan mungkin ya?). Jadi saya sangat terkejut ketika ada Soto Tauco, perlu dicoba nich ….
Soto Tauco ini sosoknya, warnanya, mirip Tom Yam, tapi rasanya jelas beda. Saya memilih lontong sebagai pasangannya, sebab kalau nasi, bisa tidak terkontrol karbo hidratnya. Rasanya cukup ngangeni dan tampaknya saya akan mencoba lagi, suatu waktu, dengan grup kuliner Jogja tentunya.
Tempatnya di ujung barat Jogja, Godean. Jogja bagian Barat ini memang banyak masakan yang enak dan eksotik, ada sate kambing muda jalan Wates, ada Mie-Ayam goreng, ada ayam Goreng mBah Cimpluk. Meskipun tempatnya nylempit, jalan tanah hanya cukup satu mobil tapi kapasitasnya lebih dari 100 tempat duduk.
Ada, maaf, “Soto Jiancuk” (saya tidak bohong, tapi saya belum mencobanya), ada tempat wisata jajanan kampung, yang tempatnya di tengah sawah, dekat tempat bersarangnya ratusan burung2 bangau dan tamu boleh berwisata dengan gerobak sapi menyusururi jalan desa, suara genta di lehernya khas ….kluntung ….. kluntung ….. kluntung …..
Kembali ke Tauco. Tauco bisa di bubuhkan ke masakan tumis apapun, tapi paling cocok (menurut saya) ke masakan tahu dan irisan cabe hijau yang banyak. Saat di Bandung sebelum tahun 2005, belum ada jalan Tol Panci, saya selalu menyimpan Tauco Cianjur asli yang dijual di botol panjang dengan tempelan merk sederhana berwarna putih.
Setelah ada jalan Tol, semua oleh-oleh Cianjur itu lenyap tidak berbekas. Memang sekarang ada Tauco buatan pabrik besar, tapi rasanya jauuuuh beda.
Ketika membayar, Saya tanya ke kasir Soto Tauco ini, -“Bu, Tauconya beli dimana?”
-“Di Tegal Pak”
-“Di Jogja nggak ada yang jual?”
-“Nggak ada pak, harus dari Tegal”
Waduh…………? (Sadhono Hadi; dari grup WA-VN)-FR