Kesehatan

Penyakit Huntington yang gak ada Obatnya(2/2)

(republika.co.id)-JAKARTA; Saat gen penyebab penyakit dan obat2an baru kini diuji di dunia Barat, penderita huntington di Amerika Latin tertinggal dalam kemiskinan, ditinggalkan dan didiskriminasi.

 

Hingga pertemuan dengan Paus Francis (Mei 2017) dan aksi2 muncul sejak itu memunculkan lebih banyak simpati pada penderita HD agar mereka tidak dikucilkan tapi diperhatikan.

 

Penderita huntington bernasib menyedihkan karena ketidakberdayaan mereka pada penyakit genetik itu ditambah stigma padanya. Mereka tidak mampu mengendalikan diri. Mereka mengalami gerakan yang tidak terkoordinasi sehingga terlihat seperti “menari” tapi tak terkendali.

 

Penderita mengalami perlakuan diskriminasi, pengucilan dan penghinaan dan hidup kelaparan. Mereka minta bantuan makanan dan kasur. Cattaneo menemukan satu keluarga di Venezuela yang anggota keluarganya penderita huntington tinggal di rumah dengan suhu 40°C tanpa pendingin ruangan.

 

Bahkan pada kasus tertentu, penderita pernah mencoba bunuh diri, mengakhiri penderitaan mereka. Belum lagi, kasus lain, anak yang menderita huntington dikucilkan teman bermain karena takut tertular, padahal Huntington itu kelainan genetik. Stigma pada pasien harusnya hilang dan masyarakat mestinya memberikan rangkulan dan bantuan untuk mereka hidup lebih baik.

 

Sel Punca

Aktivitas penelitian Lab-Biologi Sel Punca dan Farmakologi Penyakit Neurodegeneratif di Italia didedikasikan untuk mempelajari patogenesis molekuler penyakit ini dengan perhatian khusus pada neuron striatal, populasi neuron terparah terkena penyakit huntington. Penelitian utama Elena Cattaneo tentang patofisiologi molekuler dan pengobatan pada penyakit ini.

 

Menggunakan model sel dan hewan yang tepat secara genetis, Lab itu berharap berkontribusi pada pemahaman peristiwa yang mengarah pada neurodegenerasi striatal. Upayanya bertujuan mengeksploitasi kemajuan terbaru dalam biologi sel punca embrionik dan terinduksi untuk mendapat neuron striatal berduri berukuran sedang yang mengalami degenerasi pada penyakit huntington.

 

Ia mengatakan penelitian tentang sel punca untuk degenerasi sel yang paling terbaru saat ini adalah pada penyakit parkinson. Dia mengatakan, jika pemanfaatan sel punca untuk pengobatan penyakit parkinson yang menyasar penyelesaian masalah kekurangan dopamin terbukti berhasil, maka pihaknya akan mempelajari prosedur pengobatan dengan sel punca itu untuk mengobati penyakit huntington.

 

Dia menuturkan penyakit huntington jauh lebih rumit dari parkinson. Lagipula, pemanfaatan sel punca tidak berhasil untuk semua jenis penyakit. Dia menuturkan pemanfaatan sel punca tidak memberikan keberhasilan bagi pengobatan alzheimer.

 

Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Kemen-Ristek-PT Prof Amin Soebandrio menuturkan belum menemukan kasus penyakit huntington di Indonesia. Jika ditemukan kasus penyakit huntington, maka dokter yang menangani pasien yang diindikasikan penyakit itu dapat berkoordinasi dengan Lembaga Biologi Molekuler Eijkman untuk mendalami kasus itu.

 

Gejala utama penderita Huntington, gerakan yang tidak dapat dikendalikan atau tak terkoordinasi. “Goyangnya seperti menari tidak bisa mengendalikan diri, jadi untuk pegang gelas saja susah,” ujarnya. (Red ; Ani Nursalikah; Antara dan Bahan dari : https://www.republika.co.id/berita/gaya-hidup/info-sehat/19/01/30/pm4iwf366-mengenal-penyakit-huntington-yang-belum-ada-obatnya)-FatchurR * Tamat………..

Tulisan Lainnya :

  • Tidak ditemukan tulisan
Tags

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *




Enter Captcha Here :

Lihat Juga
Close
Back to top button
Close
Close