Aku cinta Indonesia

Install Ulang Tata Kehidupan

(mediaindonesia.com)-Pandemi Covid-19 yang mengglobal berdampak pada seluruh aspek kehidupan. Bermula hanya pada aspek kesehatan, meluas ke aspek ekonomi, pendidikan, keagamaan, pemerintahan, dan pangan.

 

Sejalan dengan tugas beribadah Ramadhan, tugas kita adalah menemukan hikmah dari bencana ini. Melihat karakteristik Covid-19 dan multiplier effectnya, prasangka baik kita Tuhan sedang menguji kesabaran kita dan meminta kita untuk meng-install ulang tata kehidupan baru. Mengapa ?

 

Pertama, install ulang tata kehidupan ekologis

Bumi merasakan beban berat. Kerusakan lingkungan dimana-mana. Polusi udara, pencemaran sungai dan laut, sampah menggunung, deforestasi, dan pemanasan global telah kita rasakan. Seiring meningkatnya intensitas ekonomi maka carbon footprint juga meningkat. Lapisan ozon makin menipis.

 

Kini sebagian besar orang berdiam di rumah dan bekerja dari rumah. Akibatnya jalan sepi, pasar sepi, toko tutup, warung sepi, dan mobilitas sosial terbatas. Polusi udara teratasi, lapisan ozon membaik, langit makin bening biru, sampah berkurang, dan udara makin segar.

 

Saat bumi beristirahat seperti ini, mestinya jadi momentum kita untuk merenung: apakah ketika pandemi Covid-19 berakhir lalu alam yang tenang ini akan tetap tenang dan membuat hidup kita lebih nyaman dan sehat?

 

Semua tergantung kita, tapi Pandemi Covid-19 berpesan kita harus berubah dan mulai hidup cara baru. Pandemi Covid-19 memberi pesan bumi harus istirahat agar kondisi lingkungan pulih. Tugas kita saat ini merancang bagaimana pemulihan lingkungan terus terjaga meski Pandemi Covid-19 telah berakhir.

 

Suatu saat di Los Banos saya bertemu profesor dari Jepang yang bercerita pendidikan ekologi manusia (human ecology) di Tokyo University. Beliau mengatakan pendidikan ekologi manusia ada di fakultas kedokteran, bukan di fakultas lingkungan. Ini agak aneh. Baginya menjaga kesehatan bukan persoalan tersedia-tidaknya obat. Rezim obat-obatan adalah masa lalu.

 

Sebaliknya dia tegaskan ke depan kesehatan itu akibat kondisi lingkungan. Bagi Jepang, harmoni dengan alam dan harmoni secara sosial adalah “obat” mujarab menjaga kesehatan, karena keduanya sumber kebahagiaan. Jadi, kesehatan, kebahagiaan dan status lingkungan hidup semakin kuat tali temalinya.

 

Kedua, install ulang tata hidup sehat.

Hidup sehat kini jadi obsesi semua orang. Covid-19 telah memaksa kita mengubah cara hidup. Sebelum ini hand-sanitizer hanya digunakan saat keluar masuk ruang rawat inap RS. Cuci tangan dengan sabun sebelumnya hanya saat sebelum dan sesudah makan. Kini setiap saat orang mencuci tangan. Kini semua orang tahu apa itu hand-sanitizer dan dipakai tiap saat.

 

Masker dulu hanya untuk tenaga medis, kini digunakan semua orang. Hal ini karena kesadaran masyarakat makin meningkat tentang mobilitas virus. Kini orang berlomba mengkonsumsi makanan bergizi untuk meningkatkan daya tahan tubuh, mengingat daya tahan tubuh adalah “obat” penangkal efektif Covid-19. Orang tanpa disuruh mulai rajin berolahraga dan berjemur.

 

Praktik baru ini sebagian besar bagian dari prinsip gizi seimbang. Dulu, ahli gizi mempromosikan prinsip gizi seimbang hingga berbusa-busa. Namun kini orang dengan sendirinya menerapkan prinsip gizi seimbang meski tidak tahu yang dilakukannya implementasi gizi seimbang. Jadi Covid-19 telah memaksa kita meng-install ulang cara hidup kita dengan cara hidup sehat yang lebih baik.

 

Ketiga, install ulang tata kehidupan sosial-ekonomi.

Solidaritas sosial makin berubah. Dulu individualisme orang perkotaan menonjol. Kini empati makin meningkat. Gerakan solidaritas membantu korban ekonomi Covid-19 makin marak. Aneka program donasi melalui medsos berkembang spontan. Telah meningkat kesadaran kolektif, musibah ini harus dihadapi bersama.

 

Solidaritas sosial ini modal sosial luar biasa. Masyarakat modern telah terspesialisasi, berhubungan dengan sesama atas dasar ikatan kontraktual, kini tergerak untuk bersama-sama atas dasar ikatan moral. Jiwa kemanusiaan makin tumbuh. Tata kehidupan sosial kota telah berubah.

 

Namun yang menarik bukan semata solidaritas dalam konteks ekonomi. Bukan semata berbagi rezeki kepada golongan menengah ke bawah yang terdampak ekonomi Covid-19 tapi solidaritas berbagi nilai moral dan ilmu. Seruan moral membangun optimisme diviralkan melalui medsos. Tips untuk beradaptasi dengan situasi baru ini beredar dimana-mana. Berbagi nasehat dan berbagi ilmu tiap hari kita rasakan.

 

Keempat, install ulang tata kehidupan para pembelajar.

Kini kita berlomba berinovasi. Musibah ini mendorong pembelajar mengerahkan ilmunya  memberikan solusi. Banyak inovasi muncul, inovasi peralatan medis, inovasi pelayanan medis, dan inovasi obat-obatan. Musibah ini memberi pelajaran pentingnya mencari ilmu yang bermanfaat.

 

Di saat seperti ini taruhannya kapasitas keilmuan kita. Ilmu bukan untuk kebanggaan tapi untuk solusi. Karena itu kesadaran pembelajar makin meningkat untuk melakukan riset transformatif, yakni riset yang berdampak, dan bukan sekedar riset untuk riset. Install ulang mindset para pembelajar telah terjadi.

 

Kelima, install ulang kehidupan spiritual.

Semula Tuhan dianggap jauh dari urusan duniawi, kini orang berusaha agar Tuhan hadir sedekatnya. Kebetulan Covid-19 terjadi bulan Ramadhan, makin membuat proses install ulang spiritual kita makin sempurna. Salah satu proses refleksi spiritual penting, kita  bukan siapa-siapa. Menghadapi virus kecil saja tak berdaya. Ilmu kita hanya setetes air dari lautan luas. Disini kesadaran spiritual  tumbuh.

 

Semua tidak mungkin terjadi tanpa kehendak Tuhan. Kapan pandemi berakhir mesti dengan campur tangan Tuhan. Namun intervensi Tuhan memulihkan keadaaan juga melalui proses obyektif. Tuhan meminta kita tidak sombong dengan ilmu yang kita miliki, sehingga kita dengan rendah hati belajar dan belajar untuk menemukan cara pengobatan dan pencegahan Covid-19.

 

Tuhan minta kita saling menolong. Tuhan telah minta kita untuk menjaga alam. Tuhan minta kita untuk mensyukuri nikmat yang telah Dia berikan. Mungkin hidup kita kebablasan jauh dari koridor yang telah Tuhan tetapkan, dan mengabaikan sejumlah permintaan Tuhan tersebut.

 

Mungkin ini cara Tuhan minta kita meng-install ulang tata kehidupan kita, agar kita makin bersyukur atas nikmat alam, nikmat kesehatan, nikmat ilmu dan nikmat iman. Kita dikaruniai akal dan hati. Mari kita gunakan meng-install ulang tata kehidupan sebagai wujud syukur kita, dengan tatap didasari keyakinan bahwa kita bukan siapa-siapa di hadapanNya.

 

Ikhtiar install ulang ini penting sebagai sikap tunduk kita pada QS Ar-Ra’d:11: “Allah tak akan mengubah nasib suatu kaum sebelum kaum itu sendiri yang mengubah apa yang ada pada diri mereka”.

 

(Bogor, 28 April 2020; Arif Satria; Rektor IPB  Bahan  dari :  https://mediaindonesia.com/read/detail/308107-install-ulang-tata-kehidupan)-FatchurR *

Tulisan Lainnya :

  • Tidak ditemukan tulisan
Tags

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *




Enter Captcha Here :

Back to top button
Close
Close