Minyak Jelantah Bisa Sebabkan Kanker Dan Penyakit Jantung(1/2)
(health.kompas.com)- Penggunaan minyak goreng untuk memasak berdampak samping limbah minyak goreng atau orang kerap menyebutnya sebagai minyak jelantah. Meski berupa limbah, minyak jelantah masih berharga enokomis cukup tinggi.
Ini karena ada proses daur ulang jelantah jadi minyak goreng yang dijual ke pengusaha makanan khususnya, dengan harga lebih murah dibanding minyak goreng segar/baru. Padahal minyak goreng hasil daur ulang atau minyak jelantah ini berbahaya bagi kesehatan.
Dalam Jurnal Biomass and Bioenergy (2009), ahli dari Departemen Teknologi Kimia dan Lingkungan di Universidad Rey Juan Carlos, Spanyol, Luis Fernando Bautista dkk., menyatakan minyak jelantah yang dipakai berkali-kali dapat merusak kesehatan. Minyak jelantah yang sering digunakan tambahan pakan ternak tetap berpotensi menimbulkan masalah kesehatan pada manusia.
Maka dari itu, sejak 2002, negara-negara Uni Eropa melarang minyak jelantah sebagai tambahan pakan ternak. Lebih berbahaya lagi, minyak jelantah ini bisa menyebabkan kanker.
Dalam European Journal of Lipid Science and Technology (2007), peneliti dari Brandeis University, Waltham, AS, Kenneth C. Hayes dkk., mengungkap pemakaian jelantah berulang akan meningkatkan gugus radikal peroksida yang mengikat oksigen, sehingga berakibat oksidasi pada jaringan sel tubuh manusia. Bila terus berlanjut, niscaya mengakibatkan kanker.
Yang dimaksud minyak jelantah adalah minyak goreng untuk menggoreng bahan makanan dalam satu proses penggorengan bahan makanan, lalu disimpan beberapa waktu dan dipakai lagi menggoreng. Tak hanya di sektor bisnis atau industri, hal semacam ini lazim dilakukan di skala rumah tangga. Minyak yang dipakai bermacam-macam, ada yang terbuat dari kelapa, kelapa sawit, atau jagung.
Pada hakikatnya sebagian besar minyak goreng terbuat dari tumbuhan atau bahan nabati, dan yang paling digunakan di Indonesia adalah minyak goreng dari kelapa sawit. Minyak goreng yang dipakai itu disebut minyak jelantah.
Berapa kali penggunaan minyak goreng sebaiknya?
Pemakaian jelantah 3x dianggap baik, atau tak berbahaya bagi kesehatan. Jika lebih dari 3x, apalagi kalau warnanya kehitaman, maka minyak goreng ini berindikasi tidak baik atau harus dihindarkan. Secara kimia, jelantah beda dengan minyak sawit yang belum digunakan untuk menggoreng.
Peneliti Universidad de Costa Rica, Kosta Rika, Edmond K. Kabagambe, dalam The Journal of Nutrition (2005), mengungkap pada minyak sawit, ada 45,5% asam lemak jenuh yang didominasi asam lemak palmitat dan sekitar 54,1% asam lemak tak jenuh yang didominasi asam lemak oleat.
Sedangkan jelantah, angka asam lemak jenuh jauh lebih tinggi daripada angka asam lemak tidak jenuhnya akibat reaksi hidrolisis dan oksidasi selama pemanasan saat digunakan untuk menggoreng.
Asam lemak jenuh berbahaya karena memicu penyakit penyebab kematia, seperti jantung dan stroke. Pada proses penggorengan pertama, minyak mengandung asam lemak tak jenuh yang tinggi. Kadar asam lemak tidak jenuhnya menurun dengan makin seringnya dipakai berulang, sedangkan kadar asam lemak jenuhnya meningkat.
Yang dipakai lebih dari 4x akan mengalami proses oksidasi. Proses oksidasi ini membentuk gugus peroksida dan monomer siklik. Penelitian pada hewan percobaan menunjukkan gugus peroksida dosis besar merangsang terjadiya kanker kolon. Penggunaan minyak jelantah juga dapat menyebabkan iritasi pada saluran pencernaan dan diare.
(Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul “Bagaimana Minyak Jelantah Bisa Sebabkan Kanker dan Penyakit Jantung?”, Penulis / Editor : Irawan Sapto Adhi; Bahan dari : https://health.kompas.com/read/2020/05/09/130000568/bagaimana-minyak-jelantah-bisa-sebabkan-kanker-dan-penyakit-jantung)-FatchurR * Bersambung……