TELKOMGrup dan SEKAR

Klarifikasi soal rencana Project Loon di Indonesia

JAKARTA (IndoTelko)-Menkominfo Rudiantara angkat suara terkait rencana Project Loon dari Google. “Ini soal Project Loon bukan lagi simpang siur informasinya, tetapi sudah siur simpang sehingga perlu saya luruskan,” ungkap Pria yang akrab disapa RA itu di Jakarta, (20/10).

 

Diungkapkannya, Petinggi Google yang menjalankan Project Loon memang pernah mendatangi dirinya beberapa waktu lalu. “Mereka akan bawa Project Loon itu ke Indonesia, tepatnya technical test di udara kita tanpa implikasi komersil. Saya waktu itu pikir, kita biarkan atau tangkap peluang,” ulasnya.

 

Nah, dalam diskusi dengan Petinggi Google itu, RA menanyakan, frekuensi mana yang akan digunakan oleh Project Loon di Indonesia.

 

“Tadinya minta 900 MHz, saya bilang habis karena diduduki Telkomsel, Indosat, dan XL. Terus minta di 700  MHz, saya bilang masih ada siaran analog. Terus saya tegaskan, kalau minta lisensi baru, tak bisa dikeluarkan karena Indonesia sudah tetapkan tak ada pemain  baru bagi operator jaringan. Wong kita mau konsolidasi,”  katanya.

 

Akhirnya, lanjut RA, Petinggi Google mengungkapkan akan menggandeng operator eksisting untuk technical test. “Saya tak mau sebut nama operatornya, mereka akan sigining MoU nanti soal Technical Test itu. Terus terang saya agak bingung baca media kemarin, afiliasi dari operator yang akan sigining itu justru menolak Project Loon,” ungkapnya.

 

Ditambahkannya, Project Loon ini belum jelas model bisnisnya dan tak bisa dibandingkan dengan pembangunan serat optik Palapa Ring yang sedang ditender pemerintah. “Kalau soal efisiensi, tentu tak akan sama dengan Palapa Ring. Palapa Ring kan bakal jadi infrastruktur backbone dalam penyebaran broadband di sini,” ucapnya.

 

Sebelumnya, Direktur Innovation and Strategic Portfolio Telkom, Indra Utoyo mengingatkan, jika Google ingin masuk ke bisnis penyedia jaringan internet di Indonesia harus mengikuti aturan main yang ada yakni memiliki lisensi dan membayar sejumlah kewajiban seperti Biaya Hak Penggunaan (BHP) frekuensi.

 

“Kalau datang dengan disruptive technology itu membahayakan industi telekomunikasi Tanah Air, karena para pemain di dalamnya sudah menganggarkan investasi hingga triliunan rupiah, dari jaringan hingga lisensinya,” katanya.

 

Di Australia, Google telah melakukan ujicoba Project Loon dengan merangkul operator telekomunikasi setempat, Telstra. Cara Project Loon ini bekerja adalah dengan meluncurkan 20 balon udara di bagian barat Quennsland. Google tidak membeli atau menyewa frekuensi di Negeri Kanguru tersebut.

 

Dalam proyek ini, Telstra memberi izin pada Project Loon untuk mengakses jaringan BTS memanfaatkan spektrum frekuensi 2,6 GHz. Nantinya, warga akan menerima koneksi Wi-Fi di perangkat komputernya.

 

Balon udara yang dikembangkan Google ini masih dalam tahap pengembangan dari laboratorium Google X. Ia telah menjalankan uji coba terbang di Amerika Serikat dan Selandia Baru dalam dua tahun terakhir.

 

Selama melakukan uji coba sempat terjadi kecelakaan dalam uji terbang. Di Amerika Serikat, balon udara ini terbang rendah dan menghancurkan jaringan listrik dan mengganggu pasokan listrik untuk beberapa rumah di sekitar Washington.

 

Di Selandia Baru, balon mendarat di laut dan diidentifikasi sebagai pesawat jatuh yang memicu petugas melakukan evakuasi darurat, padahal di sana tidak terdapat manusia. Pihak Google berkata agak sulit mengendalikan balon udara agar tetap stabil di satu titik karena diterpa hembusan angin kencang di Selandia Baru.(dn; http://www.indotelko.com/kanal?c=id&it=Rudiantara-Klarifikasi-Project-Loon-Indonesia)-FatchurR

Tulisan Lainnya :

  • Tidak ditemukan tulisan
Tags

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *




Enter Captcha Here :

Back to top button
Close
Close